Enam belas tahun yang lalu, ketika Avariella masih duduk di bangku SMA kelas dua, hidupnya berubah drastis. Hari itu, di penghujung semester, Ayah memberi tahunya bahwa mereka akan pindah ke Korea Selatan karena pekerjaannya yang baru dan juga karena hobi Avariella di dunia musik. Ia masih sangat ingat perasaannya pada saat itu—tercampur aduk antara kegembiraan dan ketakutan. Gadis itu belum pernah keluar negeri sebelumnya, apalagi tinggal di negara asing dengan bahasa dan budaya yang sama sekali berbeda.
Saat tiba di Seoul, kota itu terasa sangat besar dan asing. Gedung-gedung tinggi, jalanan yang ramai, serta deretan toko dengan tulisan Hangul yang belum bisa ia pahami sama sekali membuatnya merasa kecil. Sekolah baru juga menambah ketegangan di tambah ia harus memulai dari awal. Avariella harus beradaptasi dengan cara belajar yang berbeda, berjuang memahami pelajaran, dan menghadapi tatapan ingin tahu dari teman-teman sekelas yang memandangnya seperti makhluk aneh.
Di hari pertama, Avariella duduk di bangku belakang kelas, sendirian. Sementara yang lain berbicara dengan akrab, dia hanya bisa mengamati, menebak-nebak apa yang mereka bicarakan. Ketika guru memanggil namanya dengan aksen yang terdengar kaku, Avariella menyadari betapa asingnya dirinya di sini. Tapi dia tahu, dia harus kuat—demi Ayah, demi keluarganya, dan demi masa depannya sendiri.
Hingga Memasuki kelas dua, sesuatu mulai berubah. Setelah setahun penuh berjuang memahami kata demi kata, bahasa Korea perlahan-lahan terasa lebih alami. Avariella atau dengan akrab di panggil ella bisa berbicara dengan lancar di kelas, meskipun sesekali masih ada kata-kata yang sulit ia pahami. Tapi itu tidak lagi menjadi halangan besar. Sekarang, ia bisa mengikuti pelajaran tanpa terlalu banyak bergantung pada catatan atau terjemahan. Ella mulai menikmati belajar, dan bahkan beberapa guru memujinya sebagai siswa yang cepat tanggap.
Sebagai seorang gadis yang lumayan pintar, Ella berhasil menyesuaikan diri dengan ritme belajar di sekolah Korea. Nilai-nilainya meningkat dengan stabil, dan ia mulai bisa bersaing dengan teman-teman sekelasnya. Bahkan, beberapa dari mereka kadang meminta bantuan untuk pelajaran tertentu—terutama Bahasa Inggris, di mana Avariella lebih unggul dibanding mereka. Itu memberinya sedikit kepercayaan diri, meskipun begitu Gadis kelahiran kota Roma itu tahu bahwa perjalanannya masih panjang.
Kehidupan sosialnya pun mulai membaik. Ella tak lagi merasa terisolasi seperti dulu. Sekelompok teman mulai terbentuk, dan meski awalnya dirinya merasa canggung, kami sekarang sering makan siang bersama, berbicara tentang banyak hal—mulai dari musik, drama Korea, hingga rencana masa depan. Namun, tekanan akademik tetap ada. Di Korea, persaingan untuk masuk universitas ternama sudah terasa sejak kelas dua. Teman-teman sekelas membicarakan bimbingan belajar, kursus tambahan, dan simulasi ujian setiap hari, seakan hidup mereka hanya dipenuhi oleh angka dan peringkat.
Avariella tahu, kelas tiga akan menjadi masa paling menantang. Tapi, dirinya tidak lagi merasa takut. Dengan kemampuan bahasanya yang semakin baik dan nilai yang terus membaik, aku merasa siap untuk menghadapi tantangan itu. Ella telah membuktikan pada dirinya sendiri bahwa dia bisa bertahan, dan sekarang, ia mulai percaya bahwa ia juga bisa unggul.
Sore itu, sepulang sekolah, Avariella tidak langsung pulang ke rumah seperti biasanya. Ada sesuatu yang menariknya untuk singgah sejenak di taman sekolah. Di sana, ada pertandingan basket antar siswa, dan lapangan basket itu kebetulan berada di dekat taman. Awalnya, dia hanya ingin duduk sebentar dan menikmati suasana, namun perhatian Avariella tersedot pada pertandingan yang berlangsung di hadapannya.
Ketika bola berpindah dari satu pemain ke pemain lain, matanya tiba-tiba teralihkan pada sosok pemuda dengan rambut hitam legam yang berlari cepat di lapangan. Tubuhnya yang tinggi dan atletis membuat Avariella tanpa sadar menahan napas. Dia mencoba fokus kembali pada permainan, namun tatapannya terus terpaku pada pemuda itu. Sesaat kemudian, mata mereka bertemu. Seketika, Avariella merasa tubuhnya membeku. Ada sesuatu dalam tatapan pemuda itu yang membuatnya tidak bisa berpaling.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Know I Love You
Novela JuvenilBeomgyu dan Avariella, dua jiwa yang dipertemukan oleh musik, mengawali perjalanan cinta mereka dari bangku sekolah hingga mencapai puncak karir gemilang. Beomgyu, kini seorang idol ternama, dan Avariella, yang menjadi produser musik sukses, menghad...