Bab 4

321K 14K 371
                                    

Azka sedang asyik menikmati aktivitasnya di pagi hari. Ia sedang mencuci motor gede kesayangannya sebelum mendapat kabar dari rumah sakit bahwa Reya sedang tidak sadarkan diri dan kini sedang dalam penanganan dokter.

Azka segera berangkat menuju rumah sakit tempat istrinya dirawat. Dengan kecepatan tinggi, Azka melajukan mobilnya, yang ia inginkan adalah sampai di rumah sakit secepat mungkin dan memastikan bahwa keadaan Reya baik-baik saja. Bait demi bait doa Azka ucapkan dalam hatinya selama perjalanan, berharap tidak terjadi sesuatu yang buruk dengan anak dan istrinya di rumah sakit.

***

Azka segera menemui Reya karena rasa khawatirnya. Jika Reya harus dirawat, Azka sudah memikirkan apa saja yang harus disiapkannya. Untungnya, dokter akhirnya mengizinkan Reya untuk pulang tanpa harus menjalani rawat inap di rumah sakit melihat kondisi Reya yang sudah mulai membaik.

"Sampai rumah kamu langsung istirahat, ingat kata dokter tadi kan?" tanya Azka sambil menyetir. Azka melirik Reya yang duduk di sampingnya, yang sedari tadi hanya bergeming saja. Azka tidak yakin Reya mendengar apa yang ia katakan sesaat yang lalu.

"Re? Kamu denger aku kan?" tanya Azka meyakinkan.

Reya yang awalnya memalingkan pandangannya keluar jendela, pada akhirnya menoleh ke arah Azka karena kesal.

"Yang bilang aku nggak dengar siapa?" tanya Reya dengan ketus.

"Habisnya kamu nggak jawab pertanyaan aku."

"Lagi males ngomong." Lagi-lagi Reya menjawab Azka dengan nada ketus.

Sabar Azka, mungkin itu semua bawaan bayi. Azka menghela napas panjang, mungkin ia harus lebih bersabar mengadapi sikap Reya.

Sekian menit perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah, kedatangan mereka langsung disambut oleh Bramadi dan Marina. Melihat kehadiran Marina di ambang pintu membuat Reya merasa was-was. Reya dapat merasakan tatapan Mama mertuanya itu, tatapan yang sangat jelas memperlihatkan tanda ketidaksukaan.

"Kami pulang," kata Azka lantang, lalu menuntun Reya masuk ke dalam rumah dengan hati-hati dan penuh kelembutan.

"Gimana keadaan istri kamu?" tanya Bramadi yang terdengar sangat khawatir. Bramadi langsung merasa khawatir ketika menerima kabar Reya pingsan di bandara. Ia sangat mengkhawatirkan keselamatan menantu dan bayi yang ada di kandungan Reya.

"Makanya jadi istri jangan keras kepala, nurut sama suami," ujar Marina sinis.

Bramadi yang mendengar ucapan sinis istrinya itu langsung menyikut pelan tangan Marina, mengisyaratkan agar tidak berkomentar.

"Kata dokter, Reya hanya kecapekan saja, selain itu tidak ada yang perlu di khawatirkan Pa," jawab Azka sopan.

"Syukurlah kalau gitu, ya sudah sekarang kamu istirahat ya, Re. Gih sana Azka, anterin istri kamu," ujar Bramadi dengan sangat ramah, yang kedengarannya sangat berbeda dengan Marina.

"Kalau gitu Azka sama Reya ke kamar dulu ya Ma, Pa." Azka mengangguk sopan, lalu berjalan memapah Reya berlalu dari hadapan kedua orang tuanya.

***

Azka khawatir dengan keadaan istrinya yang sedari tadi hanya diam, makan siang pun tidak. Sudah berulang kali Azka menanyakan pada Reya, khawatir karena Reya belum juga makan. Azka kehabisan akal untuk membuka hati wanita itu, apa lagi yang harus ia lakukan ketika Reya selalu menjauh dari jangkauannya.

"Reya?" panggil Azka, berusaha untuk mengalihkan perhatian Reya.

Reya mendengar Azka memanggilnya, namun ia tidak ingin menjawabnya. Reya sibuk dengan pikirannya sendiri. Sampai sekarang ia terus memikirkan kata-kata Clara di bandara tadi. Ia ragu untuk menyanggupi permintaan sang kakak, namun sulit untuk mengabaikannya. Apakah ia bisa bahagia nantinya dengan Azka? Apakah Clara akan baik-baik saja setelah ini? Bagaimana dengan Adrian? Dia bahkan belum mengabarinya. Reya belum punya cukup keberanian untuk memberitahunya. Berbagai pertanyaan berkecamuk di pikirannya.

Captain, I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang