Bab 3

505 0 0
                                    

Leha, Warsih dan Arfan cuma mendengarkan penuturan wanita setengahbaya itu. Bu Rini juga menceritakan semua kisah hidupnya dari sejak menikah dan bercerai.

"Aku tak tahu harus gimana membalas kebaikan kalian terutama nak Arfan. Ibu tak tega melihat kalian hidup seperti ini, gimana kalau kalian ikut ibu ke jakarta saja dan kita tinggal bersama di rumahku, masih ada banyak kamar disana, kalian boleh tinggal sampai kapanpun, anggap ini adalah balas budi dari ibu. Dik Leha dan Kak Warsih boleh bekerja apa saja, dan Arfan boleh melanjutkan sekolahmu sampai setinggi-tingginya nak..." itulah penuturan Bu Rini yang kemudian menjadi titik balik nasib Leha, Bude Warsih dan Arfan.

Sore harinya, setelah melaporkan kejadian semalam pada polisi, empat kendaraan mewah berisi rombongan 5 orang perempuan dan dua pria, datang menjemput Bu Rini. Mereka sekaligus juga memboyong Arfan, Leha dan Warsih ke Jakarta. Meski merasa senang dengan kebaikan Bu Rini, ketiga orang kampung pelosok itu terlihat cukup sedih meratapi gubuk yang mereka tinggalkan. Bagaimana tidak, di gubuk itulah untuk pertama kali Leha dan Warsih menikmati keperkasaan Arfan anak kandung Leha atas tubuh mereka. Meski cuma berupa bangunan reot beratap daun ilalang dan berdinding kayu hutan, gubuk itu menyimpan terlalu banyak kenangan, baik pahit ataupun manis.

Masih dengan perasaan tak menentu seolah tak percaya pada rejeki nomplok yang menimpa mereka, di tengah jalan sebelum masuk kota Jakarta, ketiga orang kampung miskin itu diajak ke sebuah butik mewah oleh Bu Rini. Perempuan itu memerintahkan 2 asistennya memilihkan pakaian mahal dan bagus untuk mereka.

Tiba di rumah besar milik pengusaha perempuan yang ternyata benar-benar kaya itu, mereka bertiga masing2 diberi satu kamar. Sungguh rumah yang sangat besar dan megah dengan halaman sangat luas. Kamar mereka terletak di lantai 3, berdampingan dengan kamar tidur Bu Rini.

Kamar Arfan di sisi kiri kamar Bu Rini, sementara kamar emaknya ada di sisi kanan dan kamar Warsih terletak paling ujung. Lucunya, karena sama sekali tak pernah bermimpi jadi orang kaya, Arfan, emak Leha dan Bude Warsih sampai-sampai 3 malam tak bisa tidur! Dari biasanya tidur di kasur lapuk yang keras sekarang di springbed mewah yang empuk. Dari kamar gubuk reot yang pengap dan sangat sumpek jadi kamar mewah ber AC yang sejuk dan dingin.

Seminggu awal ketiga orang kampung yang miskin itu tinggal di rumah mewah milik pengusaha terkenal bernama Rini Listyowati, adalah hari-hari yang cukup melelahkan bagi mereka. Bisa dibayangkan bagaimana susahnya menyesuaikan pola hidup dari keluarga miskin yang tinggal di gubuk menjadi bagian dari keluarga kaya raya di rumah megah. Namun demikian Bu Rini sudah bertekad akan membayar hutang nyawa pada anak remaja bernama Arfan dan keluarganya itu, sehingga dengan penuh kesabaran ia pelan-pelan mengajarkan kebiasaan dan pekerjaan baru untuk mereka lakukan. Bu Rini meminta Leha dan Bude Warsih bekerja di rumah besar ini, tugas mereka mulai dari memasak, mencuci, hingga bersih-bersih rumah beserta halaman luasnya.

Tak susah bagi ketiga orang kampung itu untuk bekerja sesuai yang diinginkan oleh sang nyonya, karena pekerjaan itu pastilah jauh lebih ringan daripada aktivitas mereka di kampung. Kalau di desa mereka mencuci pakaian di sungai, disini mereka memakai mesin cuci. Membersihkan rumah juga dilakukan dengan alat-alat canggih yang mereka pelajari dalam waktu cukup singkat. Hanya perlu waktu seminggu saja bagi ketiganya untuk terbiasa menggunakan alat-alat rumah tangga modern disana.

Untuk urusan makan, Bu Rini sangat suka dengan masakan Warsih dan Leha, ia selalu teringat betapa lahap dirinya menyantap apa yang disajikan Arfan dan keluarganya saat itu, meski biasa mengkonsumsi masakan mewah, Bu Rini tetap menikmati masakan Warsih dan Leha yang ia bilang sangat terasa 'Jawa'-nya. Bu Rini memang berasal dari keluarga kaya sejak kecil, namun pembantu-pembantunya dulu juga dari Jawa Tengah, jadi ia sangat terbiasa dengan masakan tradisional. Hal itu membuat Arfan, Leha emaknya dan Warsih Budenya jadi kerasan tinggal disana. Bu Rini juga sangat menghormati mereka bertiga sampai-sampai ia katakan pada setiap relasi yang datang berkunjung bahwa mereka bertiga adalah keluarganya yang baru datang dari kampung. Bu Rini bahkan tidak sama sekali menganggap mereka pembantu rumah tangga.

"Arfan, ibu berencana melanjutkan sekolahmu yang terputus... kamu harus sekolah nak, biar pintar dan jadi orang sukses kalau sudah dewasa nanti," ungkap Bu Rini pada suatu kesempatan mereka berkumpul untuk membicarakan hidup baru di Jakarta.

Arfan tak tahu harus mengucap apa, ia yang baru berumur 18 tahun memang sudah sejak tamat SMP 2 tahun yang lalu tak lagi melanjutkan sekolah karena keadaan ekonomi yang sangat miskin. Begitu pula dengan emaknya Leha dan Bude Warsih, kedua perempuan paruhbaya itu pun terus mengucapkan terimakasih atas kebaikan Bu Rini. Sebaliknya Bu Rini juga tak pernah bosan mengatakan pada mereka kalau hal itu tak seberapa dibanding nyawanya yang telah diselamatkan oleh mereka bertiga, tak henti-henti juga Bu Rini mengucap syukur dan terimakasih.

Nikmat Bersama Umi (Inc_est Warning)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang