Bab 16

21 0 0
                                    


"Diamlah!" Aku mencengkram kerahnya. Kepalaku yang pusing karena klimaksku yang tertunda semakin pusing karena ocehannya itu. "Kak... Ahh... Kak Roby.. Hmm.. Benar hh... Benar... Mauhhh membantu hh... Dilla?" Tanyaku dan dia mengangguk, masih dengan menatap lurus mataku. Membuatku bingung apakah cowok ini baik ataukah sama saja dengan yang lain? Aku akan mengetahuinya setelah ini.

"Lepasss... Hh.. Pakaianmuhh... " Rasa ingin segera tertuntaskan itu membuatku sulit berkata.

"Tapi..." Aku segera menubruk tubuhnya hingga terjengkang kebelakang. Aku benar-benar menginginkan kak Roby sekarang. Aku menindihnya dengan tubuh telanjangku dan menciumnya secara brutal. Bibirnya kenyal dan caranya memagut bibitku terasa menyenangkan, lembut namun penuh hasrat kelelakian. Tubuh tegapnya yang aku grayangi semakin membuatku bergairah.

Pagutan kami terpisah karena aku meloloskan kaos yang ia kenakan. Sama seperti Reno, tubuh kak Roby berotot. Hanya saja, mereka berbeda dari segi postur kak Roby jauh lebih tinggi dan besar, walau wajah kak Roby biasa saja tapi, ada yang berbeda dalam dirinya. Tapi apa itu, aku tak tahu.

Kami sama-sama telanjang saat ini. Tanpa pemanasan lagi, aku langsung memasukkan batang kak Roby. "Ah..." Aku mendongak saking enaknya batang 18 cm itu, kurasa diameternya sama saja dengan yang lain. Tapi rasanya berbeda.

Aku memacu pinggul ku, tangan ku berkalung pada pundak kak Roby yang saat ini duduk memangku diriku, tangannya yang satu menahan di belakang punggung nya dan tangan satunya lagi berada di pinggangku.

"Sshh... Ehhmmm... Ehh... Ahhh... " Semakin dekat diriku dengan puncak klimaksku, kak Roby membantuku dengan bergerak berlawanan arah, sehingga ketika pinggul kami bertemu aku merasakan titik terdalamku tersentuh oleh miliknya. "Ah... Ahh... Kak Robby... Bentar lagihh... Ah ah ah aahhhh..." Aku terkulai kemas di pundaknya, rasanya sungguh nikmat.

"Ssshh.. Hhh..." Obat perangsang sialan itu membuatku tidak bisa menikmati kedutan nikmatku dengan panjang karena aku sudah menginginkan klimaks lagi. Salah ku juga yang meminum secara sukarela.

Pinggul ku bergerak kecil, menggoda milik kak Roby yang masih keras di dalamku. "Sudah ingin lagi?" Tanyanya, aku mengangguk, bersembunyi di ceruk lehernya karena lelah.

Dengan hati-hati dia membaringkan diriku tanpa melepas kontak kami yang berada di bawah sana. Kini ia berada di atas ku, menindih diriku yang kehabisan tenaga namun masih menginginkan nikmat itu. Kak Roby mengusap peluh yang timbul di dahi ku. "Siap?" Tanyanya, dan aku mengangguk sekali lagi sebagai jawabannya. Pinggulnya mulai bergerak secara perlahan, lalu kami berpagutan, lidah kami saling menyapa dan membelit dan tatapan lembut itu aku dapatkan darinya. See, makhluk yang nampak dingin diluar ini, ternyata gentleman sejati, memperhatikan kebutuhan partnernya.

Hantakan kak Roby sangat ritmis, dia menghentak ku dengan satu kali hentakan dasyat, cepat dan dalam lalu tiga kali hentakan kecil biasa ia ulangi ritme itu hingga aku akan mencapai klimaksku. "Oh.. Oh... Kak Roby... DILLAH... dillaah... Mauhhh... Nyampeekk...ohhh...aahh..." Klimaks ku dapat sekali lagi dengan bantuan kak Roby yang masih segar bugar.

Sekali lagi, dengan sabar ia menungguku untuk siap melanjutkan, hingga desissan itu kembali terdengar. Kak Roby memiringkan diriku, sehingga posisiku tidur menyamping dan dia berada di belakangku, membuat tangan kanannya menjadi bantal ku. Dengan posisi itu, kak Roby memasuki. "Ah....." Rasanya sangat menyenangkan ketika batang kak Roby kembali berada di dalam ku.

Dengan tangan kirinya yang kini mempermainkan puting ku dengan lembut, oh aku menyukai pilinannya itu, dan miliknya yang terus keluar masuk di bawah sana lalu pagutan yang begitu nikmat. Serangannya kali ini begitu bringas. "Ah, ah ah."Aku hanya bisa pasrah dan menikmati setiap hentakan yang menghujamku itu.

LIONTINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang