🍓 BAB 1 🍓

29 6 0
                                    

Semua orang pernah berfantasi. Kiranya, Mila adalah salah satu orang yang berfantasi. Dan, tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Benar?

Pada malam-malam tertentu, ketika bintang-bintang bersinar, begitu juga bulan yang menyinari kamarnya yang gelap, Mila sering memejamkan mata. Balkon yang terasa dingin tidak menghambatnya sedikit pun.

“Tuhan, aku tidak pernah meminta banyak hal padaMu. Tapi, bolehkah aku meminta satu saja permintaan?”

Hanya keheningan yang menjawabnya. Namun, Mila selalu percaya jika Tuhan selalu mendengar apa yang dia ucapkan setiap malam. Tuhan tidak tidur. Itu yang ibunya sering katakan sejak kecil.

Dan, itu benar kan?

“Aku hanya berharap. Tuhan... Semoga saja fantasiku menjadi kenyataan. Semoga saja ada satu orang saja, yang mencintaiku dengan tulus.” Pinta Mila, merapalkan kalimat sambil mengepalkan tangan di depan dada.

“Mila, belum tidur, lo?”

Mila tersentak mendengar suara tersebut. Bergegas, Mila melihat kakak perempuannya, Maya berdiri di ambang pintu, melipat tangan di depan dada dengan wajah lelah.

“Belum tidur, Kak. Enggak bisa tidur.” Jawab Mila.

Menjauh dari balkon kamar, Mila pun berdiri mendekati Maya yang menghela nafas. Jelas, jawaban Mila tidak membuat Maya senang.

“Kenapa? Keinget ibu lagi?” Tanya Maya, jenuh seolah mengingat ibu adalah kesalahan besar.

Mengapa demikian? Mengapa kakaknya selalu tidak senang jika pada malam tertentu dia mengingat ibunya yang telah tiada?

Mila sama sekali tidak mengerti. Bagaimana orang menjalani kehidupan layaknya orang normal setelah ditinggalkan oleh orang tersayang? Karena Mila belum bisa melakukan itu sampai sekarang.

Yang Mila semakin tidak mengerti ialah, bagaimana Ferdi Baskara, ayahnya yang dulu sering mengucap cinta pada ibunya itu menikah lagi?

Mengapa mengucap cinta ribuan kali jika kau tidak bisa menepatinya? Mila tidak mengerti dengan semua itu.

“Kak? Kenapa kakak gak suka kalau gue ingat ibu? Apa kakak enggak pernah seperti gue? Yang mengingat ibu sampai menangis di malam hari?” Tanya Mila, menatap Maya penasaran.

“Apa yang lo dapetin dari nangis? Lo bisa buat ibu balik dan peluk lo? Buang-buang energi. Gue udah capek dengan pekerjaan dan kehidupan gue. Dan gue gak ada waktu buat nangisin ibu, Mil.” Jawab Maya sambil menggelengkan kepalanya.

Mila terdiam selama beberapa saat. Tidak bisa menjawab. Karena apa yang bisa dia katakan tentang itu, kan?

“Udah. Daripada lo nangis, tidur deh. Jangan cengeng. lo udah gede. Nangis gabikin ibu balik ke pelukan lo.” Ucap Maya jengah akan tingkah adiknya.

Mila menggigit bibir bawahnya. Entah mengapa, ucapan Maya terdengar menyayat hati dan keinginan untuk menangis menjadi lebih besar saat ini.

“Gue gak inget ibu, Kak.” Ucap Mila tiba-tiba sebelum Maya pergi.

“Apa?”

“Gue nangis bukan karena inget ibu. Tapi gue lagi berharap bahwa Tuhan mengabulkan fantasi gue.” Beritahu Mila.

“Fantasi apa sih yang lo omongin? Gue enggak ngerti.”

“Fantasi tentang kehidupan. Bahwa di kehidupan fantasi gue, akan ada satu aja orang yang sayang gue dengan tulus.”

Maya terdiam selama beberapa saat begitu mendengar jawaban dari Mila. Tapi kemudian, Maya berdiri dengan tegak, menatap Mila dengan pandangan dingin yang menyayat hati.

FANTASI MILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang