2

5 0 0
                                    

"Cerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama tokoh, tempat, dan lain sebagainya penulis mohon maaf karena penulis juga manusia"

***

Malam harinya saat Amara tengah mengerjakan tugas sekolah sembari mendengarkan lagu menggunakan headphone, tiba - tiba terdengar suara gebrakan yang sangat keras. Amara yang terkejut terdiam sejenak, kemudian dia mulai melangkahkan kaki menuju pintu kamar nya, dia buka sedikit pintu kamar nya untuk melihat keadaan di luar kamar, hening, tidak ada siapapun di lantai 2, ntah kemana ke 4 kakak nya itu pergi, karena yang Amara tahu saat ini kedua orang tuanua sedang ada urusan di luar kota.

Karena terlalu hening, Amara memberanikan dirinya untuk turun ke ruang tamu, keadaan sama saja hening dan gelap, belum ada yang menyalakan lampu rumah ternyata.

"Sial, kemana si kembar tengil ini, bisa - bisanya gue di tinggal sendiri," batin Amara.

Amara berjalan menyusuri dinding mencari saklar lampu,

"Ketemu!" Amara langsung menekan saklar lampu dengan cepat, saat matanya masih menyesuaikan dengan pencahayaan, tiba - tiba saja di depannya terdapat topeng yang sering dia lihat di film Scream.

"Huaaaaa!!!" Amara yang begitu terkejut berteriak dengan keras hingga jatuh dengan posisi terduduk, saat dia berusaha untuk mundur dan ingin berlari ke arah kamarnya, Amara merasakan sesuatu menyentuh bagian punggungnya, dia pun mendongak ke atas dan melihat seseorang memakai topeng film Jigsaw.

"Mamaaaa!!!" teriak Amara semakin panik, dia pun hanya bisa menunduk sembari memejamkan matanya dengan posisi terduduk dan kedua tangannya memeluk lututnya. Sedetik kemudian terdengar suara tawa yang begitu puas di depannya, ternyata itu adalah ulah si kembar.

"Mamaaa!! Hahaha Ro liat Ro, kita berhasil hahaha," tawa Sebasta sambil mengejek Amara.

"Hahaha, maaf Ra, gue sebenernya nggak mau ikut - ikutan, tapi si Asta maksa gue," tawa Navarro dengan dalihnya agar tidak menjadi sasaran kemarahan Amara nantinya.

"Heh, lo juga semangat ya waktu gue ngajakin lo," sewot Sebasta dengan tangan kanan yang mengepal seakan ingin meninju Navarro sedangkan Navarro hanya tertawa terbahak - bahak.

"Hiks, mamaaa Ara takuttt, hiks" tiba - tiba terdengar suara tangisan dari Amara, si kembar yang sedang sibuk adu mulut itu terdiam ketika mendengar Amara menangis, tepat di saat itu juga tiba - tiba pintu rumah mereka terbuka.

"Kita pulang," ya itu adalah suara orang tua mereka. Agnia terdiam sebentar di ambang pintu mencoba untuk mencerna apa yang sedang anak - anak nya lakukan, Prana yang berdiri di belakang istrinya itu mengikuti arah pandangnnya dan terkejut dengan apa yang sedang terjadi.

"Ada apa ini?! Kenapa Amara menangis?! Kalian apakan adiku mu ini hah?!" tanya Prana pada kedua anaknya itu dengan suara yang tegas sambil memposisikan dirinya berjongkok untuk mengecek keadaan Amara. Bingung ingin menjelaskan apa pada ayahnya, si kembar hanya bisa terdiam sambil bertatapan mengkode untuk saling menjelaskan.

"Sebasta, Navarro, kalian apakan Amara?" tanya Agnia dengan suara yang lembut menyeimbangi suara Prana tadi yang terkesan keras.

"Ki-kita, kita cuma main - main aja kok mah, serius nggak ada niatan bikin Amara nangis," jelas Navarro.

"I-iya ma, bener, kita nggak tau kenapa Amara nangis," ucap Sebasta.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Angin Musim GugurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang