Bagian Dua : Permata Pulau Jawa

30 5 0
                                    

Semarang, Jawa Barat.

Tubuh tegap menjulang milik sosok berwajah rupawan itu mendayung langkah kaki di lorong panjang dengan cahaya temaram yang disebabkan oleh kurangnya pencahayaan. Tangannya yang di lilit oleh kain kasa akibat luka yang didapatkan nya dalam pertarungan 𝘣𝘰𝘹𝘪𝘯𝘨.

𝗡𝗮𝗿𝗲𝗻 𝗝𝗮𝗻𝗲𝗻𝗱𝗿𝗮 𝗝𝗮𝘃𝗮𝗸𝗶𝗲, adalah nama milik sosok tersebut. Sosok ramah nan konyol, tampak kontras dengan tampangnya yang demikian. Ia dijuluki Aren oleh orang-orang. Ia pula memiliki julukan yang sepertinya lebih mengarah pada ejekan orang-orang terdekatnya untuk dirinya, yaitu gula aren.

Langkah nya senyap, bak prajurit langkah dewa. Membuat sosok di depan sana tak mengetahui akan kehadiran si pemuda Agustus. Lengkungan kurva terbentuk di belah bibirnya, menciptakan sebuah senyuman jahil yang menghiasi wajah pahatan Tuhan tersebut.

Langkah kaki dipercepat, membuat jarak mereka semakin terkikis. Sosok gadis dihadapan sana tampak sibuk mencari cari sesuatu. Gadis yang sama seperti gadis yang bertanya dimana dirinya beberapa saat lalu. Seorang gadis ayu, si cantik dari Bali.

"AAA!" Jeritan menggema di seluruh lorong yang kini tampak lebih terang dari beberapa saat lalu. Suara tawa menguak ketika Aren mendengar jeritan terkejut dari sosok di hadapan nya. Dia adalah Kiran, sahabat masa kecil nya saat si gadis masih menetap di Semarang dahulu kala.

"Aren 𝘢𝘯𝘫𝘦𝘯𝘬!" Umpat si gadis membuat Aren semakin terbahak. Namun itu semua tak berjalan lebih lama lagi, karena hanya dalam sekejap mata saja Aren merasakan perih menjalar di bahu bidangnya. "Woy!" Ia berteriak, tanda bahwa ia tak terima mendapatkan pukulan pada pundak kesayangan nya.

"Kita impas! Aku dateng ke sini buat menuhin panggilan dari organisasi 𝘣𝘶𝘭𝘵𝘢𝘯𝘨, bukan buat dikagetin sama kamu!" Suara nyaring milik si kelahiran Oktober itu menyerang deria pendengar milik Aren.

Alis milik satu satunya pemuda di sana menekuk tanda heran, "𝘭𝘩𝘰? Dapet panggilan juga?" Suara berat miliknya ia paksa untuk dikeluarkan, membuat si lawan bicara terkikik, agaknya geram pula pada sosok pemuda satu ini. "Udahlah, ini aku sengaja nyamperin kamu ke sini buat minta tolong," jujur si gadis kelahiran Oktober pada si pemilik alis camar.

Alisnya menukik, "𝘸𝘢𝘪𝘵? 𝘍𝘰𝘳 𝘸𝘩𝘢𝘵?" Tampang heran tercetak jelas di wajah rupawan nya. Belum sempat keheranan dirinya terbayar oleh jawaban yang ia inginkan, tangannya lebih dahulu ditarik menuju pintu keluar dari lorong, yang mana lorong ini berada di dalam sebuah bangunan besar, tempat dimana para petinju mengasah kekuatan mereka.

Suasana diluar terasa lebih gelap dari hari hari biasanya. Itu semua diakibatkan oleh mega yang menutupi langit. Semua orang dapat menyimpulkan bahwa hujan akan tiba dalam beberapa saat lagi.

Tepat ketika kedua insan berbeda status itu mendudukkan diri mereka di atas jok mobil, gerimis mulai membasahi muka bumi. Kirana dengan kesadaran penuh membuka kaca mobil hanya untuk menengadah kan tangannya hingga menyentuh air hujan.

Aroma khas tanah yang dibasahi air hujan mulai menyeruak, menusuk indera penciuman siapapun yang menghirup nya. Menghantar suasana nyaman sekaligus sejuk bagi setiap manusia di dunia fana.

Menghirup nafas dalam dalam, sebelum memberi perintah untuk menjalankan kendaraan beroda empat itu pada sosok pria berumur di depan sana. Membawa sosok disamping nya, pergi bersama.

•••

Cilacap, Jawa Tengah.

Gadis tinggi semampai dengan ransel berwarna putih gading di gendongan punggung nya. Rambut sebahu dengan warna hitam natural, tanpa pewarna apapun. Wajah mungil milik nya menambah kesan manis bagi dirinya. Ia adalah Kacila Putri. Sosok yang juga akan berkontribusi dalam sebuah perjalanan panjang dalam cerita yang sebentar lagi akan dimulai.

[1] Archery | ft. Bluesy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang