"Kau dari mana?" tanya seorang wanita dengan gaun selutut berwarna putihnya.
Tak menjawab, hanya menatap dalam diam. Memindai sang wanita dari atas hingga sepatunya, kemudian menelengkan kepala ke samping seolah jengah sembari menghembuskan nafas beratnya. Ia menyandarkan sisi tubuhnya pada pintu sembari bersedekap dada.
"Kenapa kau bisa di dalam rumahku? Kau seenaknya keluar masuk rumahku tanpa seizinku dan tanpa mengabariku sebelumnya. Kau tidak bisa seperti ini." cerca sang lelaki masih pada posisinya.
"Kau dari mana?" tak menghiraukan protesan tadi, ia mengulang pertanyaan.
"..."
"Bukan urusanmu dan cepat keluar dari sini atau kupanggil security" perintah sang lelaki mulai memasuki rumahnya tanpa melirik keberadaan sosok itu.
"Bahkan mereka membukakan gerbang untukku" tak mau kalah ia memutar tubuhnya untuk menghadap punggung kekar nan kokoh itu.
"Karena mereka takut padamu, bodoh" emosi si lelaki mendudukkan dirinya pada sofa ruang tamu dengan kasar sembari mengusap wajahnya frustasi.
"Aku tak suka dengan bahasamu"
"Bukan urusanku dan cepat keluar, kumohon" lelah si lelaki tak tau harus bagaimana lagi dengan manik memohon.
"Kau darimana Kim Taehyung?" tanya Irene kembali masih menuntut jawaban.
"Tanpa kujawab pun seharusnya kau tau, Bae Irene-ssi" tekan Taehyung muak.
Ia tau, wanita yang berdiri di depannya ini tau kemana ia pergi tadi bahkan dengan siapa dan melakukan apa saja. Bae Irene pasti tau, ia hanya berpura- pura bodoh memancing pertengkaran yang tak penting. Taehyung tau pasti, wanita ini punya suruhan untuk mengikuti dan menyelidikinya selama 24 jam penuh.
"Aku tidak suka kau mendatangai acara seperti itu, Kim" ujar Irene duduk menyilangkan kaki di depan sang lelaki.
"Bukan urusanku" balas Taehyung tak mau kalah.
Dahinya mengernyit tak suka. Apa maksud wanita ini mengatakan hal tak masuk akal tadi. Kegiatan yang dilakukan seorang Kim Taehyung tak dapat diatur oleh siapapun, termasuk Bae Irene.
Ia akan melakukan apapun itu, yang ia suka- yang Kim Taehyung suka dan inginkan. Dan datang ke pesta di salah satu bar besar Seoul adalah kesukaannya.
"Berhenti melakukan hal tidak berguna-"
"Kau terlalu banyak mengoceh. Bukankah lebih baik kau beranjak dari sini dan mengurusi berkas kantormu. Oh, kau tak bisa mengatakan kegiatanku itu tak berguna.
Karena hal itu yang membuatku bahagia, bukan bersamamu minum teh dan menikmati pemandangan. Ingat, itu terlalu tua untukku" ujar Taehyung menggebu menatap tajam sang wanita.
"Sekarang, kau keluar sebelum aku benar benar mengusirmu dengan amarahku" desis Taehyung.
Terdiam, ia hanya menatap sepasang mata kelam yang memintanya untuk keluar dari rumah. Hanya memandang dengan manik bambi dan datarnya, ia menghela nafas kecil kemudian berjalan mendekat. Meraih tas putih bermerknya yang duduk mewah di sofa samping sang lelaki.
"Aku pergi" pamitnya tak memandang lagi, keluar meninggalkan si lelaki.
Kim Taehyung terdiam, menatap punggung mungil dengan ekspresi tak terbaca. Hingga pintu rumahnya tertutup rapat, ia masih saja memandang. Entah apa yang ia pandang.
Tak ingin terlalu lama larut, ia memejamkan maniknya dengan kepala menghadap langit langit rumah, mengatur nafasnya untuk kembali normal.
"Lain kali jangan biarkan dia masuk" ujarnya kepada kepala pelayan yang sejak tadi berdiam di dapur mendengarkan.
"Maaf Tuan, tapi Nona Irene memaksa ingin bertemu dan mengancam kami" takut si kepala pelayan menundukkan kepalanya sembari meremas kedua tangannya di depan.
"Lain kali jangan takut, kalian ini pekerjaku" jawab Taehyung sebelum meninggalkan ruangan menuju kamar.
Kim Taehyung termenung, menatap hamparan halaman depannya dengan secangkir anggur ditangan kanannya. Menatap ke atas, kearah kosongnya langit malam.
Menghela nafas pelan, ia termenung sebentar. Pikirannya berkelana, meratapi nasib dirinya, takdir yang membawanya menjadi manusia seperti ini.
Wanita itu, tak pernah berhenti untuk berada di sampingnya. Meskipun sekedar diam dan menatap datar, namun ia tahu bahwa darisana pancaran cinta dan kasih untuknya itu ada. Berbeda dengannya yang memandang si wanita dengan datar dan jengah. Muak dengan segala tingkah laku si 'tua'.
Ah apakah dia kelewatan?
Irene kembali menghela nafasnya sambil memejamkan matanya lelah. Menatap bangunan di depannya yang berdiri megah dan indah. Tempat yang beberapa waktu lalu ia kunjungi, menunggu lelaki mudanya. Namun, penantian itu sama sekali tak berbalas, hanya kegetiran yang ia dapat. Diusir dan dianggap tak ada.
Sama seperti biasanya.
"Jalan" perintah Irene pada sang sopir yang langsung dilakukan.
Mobil itu melaju mulus meninggalkan rumah megah tempat dimana sang lelaki berada. Memandang dari jendela kamarnya dengan diam. Hingga tak terlihat, ia baru berbalik dan terlentang di kasur, mengistirahatkan kembali tubuhnya.
Kim Taehyung kembali melukis luka tanpa melihat sudah sejauh mana ia membuat warna hitam di dasar hati seorang Bae Irene. Meskipun sebagian hatinya merasa resah setelah berdebat dengan sang wanita, namun ia tetaplah Kim Taehyung yang egois.
Kim Taehyung lelah, ia sangat lelah ketika dirinya lagi lagi diatur dan dibatasi. Ia ingin bebas, melakukan apapun yang ia suka. Tanpa memperdulikan orang lain, termasuk Bae Irene. Tapi hatinya selalu menolak. Dimanapun ia melakukan kegiatannya, disaat itu juga otaknya melayang kearah satu nama- Bae Irene. Resah dan tak tenang, kadang takut wanita itu tak menyukai apa yang ia kerjakan dan pergi.
Pergi.
Pergi.
Tidak.
"Arrrggghhh, sialan" bangkit Kim Taehyung mengacak rambutnya.
Ia melangkah keluar sembari kembali mengancingkan kemejanya yang sempat ia lepas keseluruhan. Berjalan tergesa mengambil kunci mobil, menuruni dua tangga sekaligus. Ia bergerak cepat, tak mempedulikan para pelayan yang kebingungan dengan tingkah sang majikan di waktu istirahat.
Sememuakkan apapun itu, Bae Irene adalah miliknya- selamanya.
Notes :
Cerita hanya tersedia versi PDF berbayar, jika tertarik bisa hubungi akun Instagram tertera.
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUVAILLE; The side of PARADISE
RomanceMATURE Aku terbiasa dengan dingin, sedangkan kamu menginginkan kehangatan itu.