Di tengah suasana taman yang asri, Kiara dan Alden berkumpul di tempat yang selalu menjadi saksi perjalanan persahabatan mereka. Hari itu, sinar matahari menyinari seluruh area, dan angin sepoi-sepoi membawa aroma segar dari bunga-bunga yang sedang bermekaran. Kiara, dengan rambutnya yang di kepang dua, duduk di bangku kayu yang telah mereka gunakan sejak kecil. Dipangkuannya, terdapat buku sketsa terbuka yang penuh dengan gambaran yang berisi imajinasi dan kreativitasnya.
Saat itu, Kiara menggambar dengan sepenuh hati, mengalirkan semua inspirasi yang ia rasakan ke dalam goresan pensilnya. Ia menciptakan pemandangan taman yang hidup, dengan warna-warni cerah yang membuat setiap elemen tampak nyata. Alden, di sebelahnya, duduk dengan buku di tangan, terbenam dalam dunia cerita yang ia baca. Sifatnya yang pendiam dan serius membuatnya tampak jauh dari kebisingan dunia, tetapi sesekali, matanya melirik ke arah Kiara, merasakan ketertarikan yang mendalam.
“Hai, Kiara! Kamu lagi gambar apa?” tanya Alden, tersenyum sambil menutup bukunya.
“Ini taman kita,” jawab Kiara dengan semangat, menunjukkan hasil karyanya. “Aku pengen nangkep keindahan yang ada disini.”
Alden mengagumi gambar itu. “Wah, Kamu benar-benar berbakat. Suatu hari nanti, lukisan-lukisanmu pasti bakal dipamerin di galeri terkenal.”
“Mudah-mudahan,” Kiara menjawab sambil tertawa, tetapi di dalam hatinya, ia merasa ada harapan yang mendalam. Mereka berbagi impian dan harapan, saling menginspirasi untuk mengejar apa yang mereka inginkan. Namun, saat Kiara dengan antusias menunjuk ke arah lukisannya, tangannya secara tidak sengaja menyentuh tangan Alden. Dalam sekejap, sebuah getaran halus menyebar di antara mereka, membuat mereka berdua tertegun.
Kiara merasakan jantungnya berdebar, dan Alden yang biasanya tenang, mendapati dirinya tersadar akan kehadiran Kiara yang lebih dari sekadar teman. “Maaf,” kata Kiara, cepat-cepat menarik tangannya. Namun, hatinya ingin lebih dari sekadar sentuhan itu.
“Ga apa apa,” Alden menjawab lembut, meski wajahnya mulai memerah. “Itu… rasanya berbeda, ya?”
Kiara hanya mengangguk, berusaha menutupi rasa malunya dengan senyuman. Saat mereka melanjutkan percakapan, ada perasaan aneh yang mengendap di antara mereka—sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan. Ketika matahari mulai terbenam, Kiara dan Alden berjalan pulang dengan perasaan campur aduk. Mereka tahu bahwa hari itu bukan hanya tentang berbagi impian, tetapi juga tentang awal dari sesuatu yang baru.
Dalam beberapa hari ke depan, Kiara terus memikirkan sentuhan itu, berusaha memahami perasaannya yang semakin kompleks. Dia merindukan momen-momen bersama Alden, saat tawa mereka menggema di antara pepohonan. Alden pun merasa sama, tetapi keduanya ragu untuk membicarakan perasaan yang baru saja mulai tumbuh. Keduanya terjebak dalam dilema: apakah mereka siap untuk mengambil langkah ke arah yang lebih dalam dalam hubungan mereka?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Langkah Yang Berbeda
Novela JuvenilDunia dimana setiap orang memiliki kemampuan untuk melihat "jalur" masa depan mereka, tapi hanya satu jalur yang dapat mereka pilih. Kiara Seraphina, seorang gadis berusia 18 tahun, ceria dan optimis, memiliki bakat dalam seni, dan Alden Elias, tema...