2. Rencana gila.

2 2 0
                                        

Langit mengamati wanita dihadapannya yang saat ini tengah tersenyum lebar.

"Jadi?." Tanyanya.

Aulia melunturkan senyumnya mendengar itu. Ia mengubah raut wajahnya menjadi serius. "Aku tadi tidak sengaja mendengar percakapanmu dengan sutradara."

"Lalu?."

"Mendengar kau yang memohon seperti tadi, aku bisa tau bahwa Malvin sedang sepi job. Bukan begitu?."

Langit mengetatkan rahangnya mendengar itu. "Kau menggunakan ucapanku tadi untuk membuat sebuah rumor?."

Aulia menggelengkan kepalanya mendengar itu. "Tidak."

"Lalu apa maumu?, uang?."

"Tidak juga."

"Lalu apa?. Apa tujuanmu mengajakku berbicara empat mata?."

Aulia kembali menugkir senyumnya. "Kau tau aktris ku juga sedang sepi job, sama seperti aktor mu."

Langit mengernyitkan dahinya bingung mendengar itu. "Lalu?, apa hubungannya?."

"Jelas ada hubungannya. Aku punya sebuah cara menarik agar Diana Zee dan Malvin kembali ramai job."

"Bagaimana caranya?." Tanya Langit.

Aulia tersenyum penuh misteri, lalu membisikkan rencanannya kepada Langit. Hanya mereka berdua yang tau itu.

Langit melebarkan bola matanya mendengar rencana Aulia. "Kau gila?!."

Alea hanya mengedikkan bahunya acuh. "Keputusan ada di tanganmu Langit. Jika kau mau dan rencana ini berjalan dengan baik. Aku yakin mereka pasti akan dibanjiri job, seperti dulu. Tapi, kalau kau tidak mau itu tidak masalah. Toh Diana akan tetap di Variety Show inir selama 1 tahun kedepan. Tapi tidak dengan Malvin, ingatlah bahwa minggu depan dia sudah di depak dari sini." Aulia menyunggingkan senyum manisnya.

"Pikirkanlah baik-baik tawaranku ini Langit. Temui aku 2 hari lagi di cafe ini, jam 3 sore untuk memberikan jawabanmu. Aku pergi dulu." Aulia beranjak pergi, meninggalkan Langit yang sedang berperang dengan pikirannya.

Bagaimana ini?. Jika ia menerima rencana Aulia, maka Langit dengan cepat menggelengkan kepalanya. Tidak, ia tidak akan menerima rencana gila Aulia.

Hingga ponselnya berdering. Malvin?, kenapa Malvin menelponnya?.

"Halo?."

"Kau dimana?."

"Di cafe yang ada di seberang gedung. Kenapa?."

"Cepat ke sini, kutunggu!."

"Ken-, halo?, Malvin?."

Langit mengerutkan dahinya saat menyadari Mlavin mematikan sambungan telepkn mereka. Pasti, ada yang tidak beres. Mengingat Malvin tadi menyurunya untuk segera datang.

Khawatir terjadi sesuatu pada aktornya. Langit pun beranjak dari duduknya, berjalan kembali menuju gedung. Di perjalanan menuju fitting room Malvin, ia tidak sengaja berpapasan dengan Aulia. Ia bisa melihat wanita itu menyunggingkan senyum manisnya. Tapi menurut pandangan Langit, itu adalah senyum meremehkan.

Enggan memikirkan terlalu jauh, Langit kembali mempercepat langkah kakinya. Saat sudah sampai di depan fitting room, ia dengan cepat mendorong pintu.

"Malvin?, kau dimana?." Langit mengitari setiap sudut fitting room. Tapi ia tetap tidak kunjung menemukan keberadaan aktornya itu.

"Malvin?!." Panggilnya dengan suara yang lebih keras.

Panik. Itu yang dirasakannya sekarang. Aktornya yang tadi sedang di make up kini menghilang entah kemana setelah meneleponnya. Ia pun kembali menuju pintu, berniat mencari aktorny diluar ruangan.

Tapi belum sempat tangannya menyentuh pintu. Pintu itu terlebih dahulu terbuka dari luar.

"Malvin?." Ucap Langit saat melihat seseorang yang membuka pintu ternyata adalah Malvin.

"Kenapa kau berteriak?." Malvin menatap Langit dengan jengkel.

"Aku panik, kau tidak ada di sini. Ku pikir kau di culik oleh manajer gila itu." Langit segera menghentikan ucapannya.

Bodoh. Kenapa ia malah menyebut manajer gila di depan Malvin.

Malvin mengerutkan dahinya. "Diculik?, manajer gila?, apa maksudmu?."

"Tidak, lupakan saja."

Mengedikkan bahunya acuh. Malvin kembali merebahkan diri di atas sofa yang ada di dalam ruangan.

"Kenapa kau meleponku tadi?, kau menyuruhku untuk kesini."

Malvin yang hendak memejamkan matanya pun mendudukkan diri. Lalu menatap Langit dengan serius. "Aku sudah mendengarnya."

"Mendengar apa?." Tanya Langit.

"Mereka akan menghentikan ku minggu depan, dan menggantikan ku dengan Leon."

Langit terkejut mendengar ucapan Malvin itu. Bagaimana Malvin bisa tau hal itu?. Ia bahkan belum memberitahu Malvin. Dan juga tidak ada yang tau pembicaraan diantaranya dan sutradara kecuali satu orang.  Sialan. Jangan bilang manajer gila itu. Awas saja jika benar.

"Kau tau darimana?."

Malvin menyunggingkan senyum tipis. "Tidak penting aku tau darimana. Jadi itu benar bukan?, ah sudah pasti itu benar. Melihat responmu yang seperti ini, sudah menbuktikan semuanya."

"Malvin maafkan aku karena tidak bisa mempertahankan posisimu di sini." Sesal Langit.

"Tak apa, kau tidak salah. Mungkin ini sudah saatnya aku keluar dari dunia entertainment."

Tidak. Ini bukan saatnya Malvin keluar dari dunia entertainment. Haruskah?, haruskah ia menyetujui rencana manajer gila itu?. 

Baiklah. Sepertinya untuk saat ini cara itu yang terbaik. "Malvin aku punya solusi agar kau mendapat job lagi."

"Apa itu?."

"Tapi ini sedikit gila, mungkin kau tidak akan menyetujuinya." Lirih Langit.

"Katakanlah."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OUR ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang