62. Kemunculan Ifrit (4)

255 20 1
                                        

"Bima, apa yang baru saja kau lakukan!?" Tanya Angga dengan geram.

"Sudah cukup, hentikan pertarungan ini!" Pinta Praja.

"Hentikan pertarungan? Mana bisa begitu! Orang ini telah membunuh Kakek Chandra, orang yang sangat berharga bagiku!" Tolak Angga, sembari menunjuk Wira.

"Tapi Angga, kamu salah paham! Yang membunuh Kakek Chandra bukanlah Pak Wira, tapi pihak lain yang melakukannya!" Jelas Maya.

"Pihak lain? Memangnya siapa yang mampu melakukan itu?" Tanya Angga dengan nada dingin.

Maya pun segera menceritakan soal Ifrit, pertarungannya dengan Kakek Chandra, juga kekuatannya yang sangat mengerikan.

"Apa? Ifrit? Jadi mahluk itu yang membunuh Kakek?" Ucap Angga, ia tampak syok mendengar penjelasan Maya.

"Tadi tubuh fisik Kakek Chandra juga rusak parah, tubuhnya dipenuhi retakan hitam yang sepertinya merupakan sihir gelap. Rasanya aneh jika tubuh fisiknya terpengaruh serangan sihir hingga separah itu, padahal yang diserang itu jiwanya. Tapi setelah mendengar penjelasan Maya, rasanya semua itu jadi lebih masuk akal!" Ujar Praja.

"Siapapun itu, tidak akan ku maafkan! Mahluk itu harus kubunuh dengan tanganku sendiri!" Tegas Angga dengan perasaan amarah yang masih menggebu-gebu.

"Sabar dulu, nyatanya Ifrit bukanlah lawan yang mudah ditaklukkan! Selain itu..." Wira pun mengulurkan tangannya ke depan kalungnya, kemudian secara perlahan sekumpulan butiran cahaya keluar dari kalung itu.

Butiran cahaya itu pun berhenti di telapak tangan Wira, kemudian benda itu pun membentuk wujud seekor anjing kecil yang ternyata merupakan Milo yang masih terluka parah.

Semua orang pun bergegas mendekati Wira untuk melihat keadaan Milo. Angga pun mengelus dengan lembut kepala anjing itu.

"Milo, syukurlah kamu masih hidup!" Ucapnya dengan lirih.

Perlahan Milo pun membuka matanya, semua orang tampak senang melihat anjing Bahutai itu kini telah sadar.

Wira pun membawa Milo ke teras dan meletakkan Milo di lantai.

Anjing itu mencoba untuk berdiri dengan sekuat tenaga, awalnya ia tampak kesulitan untuk melakukan hal itu, sebelum ia tiba-tiba menggonggong dan berlari dengan tertatih-tatih ke dalam rumah.

"Loh Milo, ada apa?" Heran Nayla.

"Dia pasti mengkhawatirkan keadaan Kakek Chandra!" Balas Bima.

Semua orang pun berlari masuk mengejar Milo. Anjing kecil itu pun masuk ke dalam kamar milik Kakek Chandra dan melihat hal mengerikan di dalamnya.

Jasad Kakek Chandra kini telah rusak parah, bau busuk tercium darinya. Milo hanya bisa menggonggong dengan pilu melihat keadaan raga tuannya seperti itu.

Semua orang hanya mampu tertegun melihat Milo yang masih mencoba mendekati jasad tuannya. Ia menjilat-jilat tubuh renta itu, berharap tuannya bisa bangkit kembali.

Namun apa daya, jiwa Kakek Chandra telah terbunuh. Tubuh renta itu telah rusak, harapan Milo untuk tetap bersama dengan tuannya kini telah pupus.

Semua orang di sana hanya bisa berusaha menenangkan Milo, mereka juga memiliki kewajiban untuk menguburkan jasad Kakek Chandra hari ini juga.

***

Malam harinya, setelah pemakaman jasad Kakek Chandra.

Tampak para Indagis, beserta Maya, Nayla, dan Pak Budi sedang berada di teras rumah Kakek Chandra.

"Malam ini, sebaiknya kalian beristirahat saja di rumah ini. Besok saya akan menjelaskan soal wasiat pembagian warisan milik Bos Chandra!" Pinta Pak Budi, orang yang selama ini selalu mengurus rumah megah milik Kakek Chandra.

Indagis 1: Jawa ArcTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang