Setelah kejadian hukuman yang brutal itu, Jeongwoo dan Anton kembali ke ruang komando, suasana malam terasa sunyi dan dingin. Anton bersandar di salah satu dinding, tangan kasarnya mengelus cambuk yang baru saja ia gunakan, sementara Jeongwoo berdiri di dekat jendela, menatap gelapnya malam tanpa ekspresi. Hening sesaat menyelimuti mereka sebelum Anton membuka percakapan dengan nada santai namun penuh ironi.
"Kau keras kepala seperti biasanya, Jeongwoo," ucap Anton sambil terkekeh, nada puas terdengar jelas di suaranya. "Tapi jujur saja, aku menikmati bagian itu. Melihat mereka ketakutan, gemetar di bawah cambuk. Rasanya... memuaskan, bukan?"
Jeongwoo tetap diam, matanya masih tertuju ke luar jendela. Namun, di balik wajah tenangnya, pikirannya berputar. Hukuman tadi memang diperlukan, itulah caranya mempertahankan disiplin. Tapi, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak pandangannya bertemu dengan Doyoung di lapangan tadi.
Anton melirik ke arah Jeongwoo yang masih bungkam. "Apa yang ada di pikiranmu? Jangan bilang kau masih memikirkan anak itu?" Suaranya menyindir, seolah tidak percaya bahwa Jeongwoo, yang biasanya dingin dan tak peduli, bisa terpengaruh oleh seorang tawanan.
Jeongwoo mengerutkan alis, tapi tidak segera menjawab. Ia berusaha menyangkal apa yang sebenarnya ia rasakan, namun gambaran wajah Doyoung yang terlihat ketakutan tidak bisa hilang dari benaknya. Ia tidak terbiasa dengan perasaan semacam ini, perasaan yang membuatnya merasa tidak berdaya, namun di saat yang bersamaan, ia tidak bisa melepaskan diri darinya.
Anton tertawa kecil, semakin yakin ada sesuatu yang berbeda. "Aku sudah lama mengenalmu, Jeongwoo. Biasanya, kau tidak akan peduli soal hal-hal kecil seperti ini. Tapi, dengan anak itu... sepertinya ada sesuatu yang membuatmu ragu. Aneh sekali."
Jeongwoo akhirnya berbalik dari jendela, menatap Anton dengan dingin. "Dia hanya seorang tawanan. Tidak lebih. Jangan pikirkan hal yang tidak perlu."
Namun, Anton tidak terpengaruh. Ia menatap balik dengan seringai di wajahnya. "Tawanan, ya? Kalau begitu kenapa kau terus membelanya? Dua kali aku lihat kau melindunginya, pertama di dapur dan sekarang ini. Apakah dia spesial? Apa yang membuatmu berbeda?"
Jeongwoo mengatupkan rahangnya, menahan gejolak di dalam dirinya. "Aku hanya menjalankan tugas. Jika ada tawanan yang mati tanpa alasan, itu akan menyebabkan kekacauan. Kita tidak membutuhkan masalah tambahan."
Anton terkekeh lagi, tidak percaya sepenuhnya dengan alasan Jeongwoo. "Jangan terlalu keras kepala, Jeongwoo. Kau mungkin bisa menipu orang lain, tapi tidak denganku. Ada sesuatu yang menarikmu pada anak itu, dan aku yakin kau juga menyadarinya."
Jeongwoo mengalihkan pandangannya, mencoba mengabaikan pernyataan Anton. Tapi, dalam diamnya, ia tahu Anton mungkin benar. Ada sesuatu tentang Doyoung yang membuatnya ragu, sesuatu yang membuatnya melonggarkan kendali yang selama ini ia pertahankan dengan sangat ketat.
Anton melangkah mendekat, suaranya merendah, hampir seperti bisikan penuh provokasi. "Kau tahu, jika kau tidak berhati-hati, perasaan itu bisa menjadi kelemahan. Orang-orang akan mulai berbicara, bertanya-tanya kenapa kau begitu peduli. Dan di tempat ini, kelemahan sekecil apapun bisa membunuhmu."
Jeongwoo mendengarkan, tapi tidak bereaksi. Ia tahu Anton benar, dan itu yang membuat semuanya semakin rumit. Sebagai seorang letnan, ia tidak bisa membiarkan perasaan pribadi mengganggu pekerjaannya. Tetapi, semakin ia mencoba mengabaikan Doyoung, semakin besar rasa keterikatan itu tumbuh dalam dirinya.
"Aku tidak punya kelemahan, Anton," jawab Jeongwoo ketus. "Dan aku tidak akan membiarkan siapapun, bahkan anak itu mengganggu tugas ini."
Anton mengangguk dengan ekspresi puas, seolah-olah ia sudah tahu bahwa itulah jawaban yang akan diberikan Jeongwoo. Namun, di balik seringai di wajahnya, ada rasa penasaran yang terus mengusiknya. "Kita lihat saja, Jeongwoo. Kita lihat seberapa jauh kau bisa mempertahankan sikap itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Burning Embers | Jeongbby
Historical FictionDi tengah kekacauan perang dunia, Kim Doyoung, seorang warga sipil wilayah Barat yang menjadi sandera pihak Timur dan diperbudak di bagian dapur tentara, dipertemukan dengan Park Jeongwoo yang merupakan seorang Letnan Jenderal wilayah Timur. Meskipu...