Prolog

3 1 0
                                    

"Riri main di sini ya, ibu mau nimba air dulu di sumur. Adek jangan makan pasir lagi loh," ujar sang ibu meninggalkan anaknya bermain dengan pasir.

Anak perempuan berusia 3 tahun tersebut tampak mengangguk cepat. Tidak jauh dari Riri bermain ibunya yang sedang menimba air, memperhatikan jika anaknya asyik bermain pasir seorang diri. Tapi rasanya ia tidak sendiri, berulangkali menatap sesuatu didepannya seperti ada yang menemaninya bermain.

Seorang wanita paruh baya mengenakan pakaian berwarna hijau tampak menenteng gas elpiji di tangan kirinya. Ia melihat anak tetangga nya itu sedang duduk di atas pasir dengan gundukan pasir yang menggunung didepannya. Lantas melihat sekitar untuk mencari orang tua dari anak tersebut.

"Bu Nana, anaknya anteng banget main sendiri. Gak kayak Noval anak saya, ditinggal pergi sebentar sudah nangis," ucap seorang wanita paruh baya ketika menemukan subjek yang dicarinya.

Menatap wanita tersebut dan berkata "Eh iya Bu Ratna, anak saya Riri memang lagi main sama temannya makanya anteng."

Bu Ratna mengerutkan keningnya ketika mendengar perkataan Ibu Riri. "Maksudnya Bu?"

"Tidak usah dipikirkan, Bu Ratna mau ke warung ya? Bawa gas segala."

"Oh iya, sampai lupa saya kan mau ke warung malah ngobrol sama Bu Riri. Kalau begitu saya ke warung depan dulu ya Bu, mari."

Ibu Riri menatap kepergian Bu Ratna dengan tatapan kosong. Seakan tersadar diambilnya ember berisi air yang sudah ditimbanya tadi, dan membawa Riri pulang ke rumah.

******

Riri di dudukkan di atas kasur oleh ibunya seraya melepaskan satu per satu pakaian nya. "Adek ini hari Jum'at loh, mau ikut ibu ke pasar tidak?"

"Mau, Riri ikut ibu."

Wanita paruh baya itu tersenyum lembut seraya mengusap kepala Riri. Iya teringat dengan kejadian tadi, memang sudah tidak heran bila melihat anaknya berperilaku demikian. Tapi ada rasa khawatir menyelimuti hatinya.

"Ayo sekarang mandi dulu, kalau sudah siap baru kita ke pasar."

Setelah selesai mandi Riri dan ibunya bersiap pergi ke pasar. Mengenakan baju kodok berwarna merah muda, membuat Riri tampak lucu dan menggemaskan.

"Sayang dengar ibu, nanti di pasar jangan lepas tangan ibu ya. Jangan tengak tengok ke mana-mana, paham?" Riri mengangguk

*****

Suasana pasar sangat ramai, penuh dengan pedagang dan pembeli yang sedang melakukan transaksi. Dengan langit yang sudah mulai meredup membuat suhu terasa lebih sejuk, sangat cocok untuk jalan-jalan dan bermain di taman atau pergi ke pasar.

Tepat disaat Riri sampai di samping penjual perkakas. Di depan sana ia melihat seorang pria paruh baya berusia 56 tahun. Berpakaian serba putih dengan kedua tangannya yang menuntun sepeda ontel, melewati kerumunan.

Riri menatap bingung, laki-laki tersebut. Dirinya tampak familier oleh sosok tersebut. "Bukannya itu bapak yang meninggal kemarin," gumamnya.

Tanpa sadar dirinya terus menatap laki-laki itu, dalam benaknya muncul berbagai pertanyaan mengapa tetangganya itu dilewati begitu saja oleh orang-orang.

Wajahnya tampak pucat dengan tatapan kosong, terus saja menembus orang-orang dipasar yang berjalan berlawanan arah dengannya.

Ibu Riri yang tersadar jika genggamannya terlepas lantas menengok ke belakang menatap Riri yang terus melihat kebelakang memperhatikan sesuatu. "Riri! sudah ibu bilang jangan lepas tangan ibu," ucapnya lantas menarik tangan anaknya untuk mengikuti langkahnya.

Riri hanya pasrah dengan tarikan tangan ibunya, dengan sesekali melihat ke belakang. Ternyata tidak lama kemudian, sosok tersebut menghilang dari pandangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Accept or Reject Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang