nasihat mahendra dan alea

8 2 0
                                    

Setelah pelajaran selesai, Sabiru pergi ke kantin untuk menemui kedua kakak kelasnya. Ia mengamati ruangan, Namun saat ia melihat ke sekelilingnya, ia menyadari bahwa mereka tidak ada di mana pun

Tepat saat ia hendak berbalik, ia mendengar suara memanggil namanya. sontak ia langsung menoleh ke belakang.

"Sabiru!" Ucap Kakak kelasnya dengan melambaikan tangannya.

"Kita di sini," Lanjut nya dengan mata yang berbinar dan semangat.

Sabiru tersenyum cerah saat melihat kedua kakak kelasnya, Kemudian ia melangkah menuju tempat duduk kedua orang itu.

Mahendra, nama itu yang menandakan pria tampan dan berotot itu, adalah seorang kakak kelas Sabiru yang populer di sekolah mereka. dia mempunyai sifat yang menyenangkan, ramah, tetapi juga tajam dan percaya diri. Sebagai murid berprestasi, dia juga sering mengangkat ototnya di ruang olahraga, mengangkat bola basket dan menjadi favorit banyak orang.

Sedangkan Alea, kakak kelasnya yang cantik dan cerdas. Ia sedikit pendiam di sekolah tetapi banyak orang yang kagum. Dia rajin dan pekerja keras, sering menampilkan nilai di kelas dan juga dalam kegiatan ekstra.

Mahendra, dia seorang kakak kelas Sabiru, dan sekaligus teman kecil Arkana. Awalnya, dia dan Sabiru belum mengikhlaskan kepergian Arkana, tetapi waktu berjalan dan Mahendra sedikit mulai memahaminya. Ia mulai menyesal karena belum mengikhlasnya kepergian Arkana dan akhirnya ia mulai menerima kenyataan bahwa Arkana telah pergi, dan harus menerima takdir.

Senyum Sabiru hanyalah topeng, ia berpura-pura ceria untuk menutupi gejolak yang berkecamuk dalam hatinya. Ia telah menyaksikan kepergian Arkana dengan berat hati, jiwanya sakit karena mengetahui bahwa ia tidak akan pernah melihat sahabatnya yang tercinta itu lagi.

Mahendra dan Alea pun tampak merasakan kekosongan yang ditinggalkan oleh ketidakhadiran Arkana.

"Hai bang Mahen, hai Kak Alea,"

kata Sabiru, suaranya ceria dan riang meskipun rasa sakit berdenyut di balik matanya.

"Hai Biru," jawab Alea, senyumnya sama lebar dan palsunya dengan senyum Sabiru.

Namun Sabiru tahu kebenarannya. Ia tahu bahwa Alea hanya berpura-pura tegar, bahwa di balik penampilannya yang ceria, tersimpan hati yang sama hancurnya dengan hatinya.

Mahendra menatap Sabiru, dengan campuran kekhawatiran dan rasa iba.

"Biru, boleh kakak bicara sama kamu sebentar?" Ucapnya dengan suara lembut

"Ya, baik. apa yang ingin kamu bicarakan, kak?" jawab Sabiru dengan wajah ingin tahu

"Jujur denganku dan Alea, kami tahu bahwa kamu belum sepenuhnya menerima kematian Arkana, benar?"

Jantung Sabiru berdegup kencang, pikirannya berputar dengan beratnya pertanyaan Mahendra.

Dia tahu bahwa kebenaran akan menyakitkan, Namun dia juga tahu bahwa dia tidak bisa berbohong, tidak bisa berpura-pura lagi.

"A... Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya," katanya lembut, suaranya bergetar karena emosi.

"Aku tahu Arkana sudah tiada, dia sudah meninggalkan kita. Tapi aku tidak bisa menerimanya, Aku tidak bisa percaya bahwa dia benar-benar pergi untuk selamanya."

"Tapi Sabiru," kata Alea lembut, suaranya lembut dan meyakinkan,

"tidakkah menurutmu sudah waktunya untuk melepaskan? Tidakkah menurutmu sudah waktunya untuk melanjutkan hidup, untuk mulai menjalani hidupmu sendiri?"

Sabiru menggelengkan kepalanya, matanya berkaca-kaca.

"Aku tidak bisa," bisiknya, suaranya serak karena kesakitan.

"Aku tidak bisa melepaskan, tidak bisa melanjutkan hidup. Arkana... dia segalanya bagiku. Dia sahabatku, belahan jiwaku. Dan sekarang setelah dia pergi, aku merasa seperti sebagian diriku telah mati bersamanya."

Mahendra mengulurkan tangannya, dan meletakkan tangannya yang menenangkan di bahu Sabiru.

"Kakak tahu ini menyakitkan," katanya lembut, suaranya penuh emosi.

"Kakak tahu ini terasa seperti kiamat. Tapi kita harus kuat, harus terus maju. Demi Arkana."

flasback

whatsApp

sabiru: jaga kesehatan, semoga arkana cepat sembuh ya.

arkana : gatau.

sabiru  : aku pamit ya.

arkana: yaudah good luck ya, jangan lupa semangat.

arkana: gua gatau, kalo makin parah gmna

sabiru: jangan lah

arkana: eh gaa, gua bakal sembuh koo

sabiru :oke, aku pamit.

"Sabiru, Apa kamu mengingat arkana lagi?" ucapan mahendra dengan tatapan mata yang prihatin.

Sabiru tersadar dari melamun nya, lalu dia terkekeh kecil.

"Eh iya kak, aku sedikit mengingat pesan tetakhir arkana." Balas sabiru dengan suara bergetar karena emosi.

Mahendra mengulurkan tangannya mengelus kepala sabiru dengan belaian lembut

"Baiklah Sabiru, kakak sama alea ke kelas duluan ya? ingat pesan kakak dan alea tadi, Ikhlaskan Arkana."

Sabiru tersenyum lalu mengangguk mengerti.

"Iya kak, Akan ku usahakan" Jawab Sabiru dengan tersenyum paksa.

Meski Mahendra dan Alea ragu dengan jawaban Sabiru, Tetapi mereka mengangguk paham. 

"Baiklah, aku sama Mahendra ke kelas dulu ya, kamu jangan lupa balik ke kelas, oke?"

Sabiru yang mendengar perkataan alea, hanya mengangguk kecil.

"Oke, sampai jumpa Sabiru" Ucap Alea dengan melambaikan tangannya.

Sabiru membalas, ia juga melambaikan tangan kepada mereka berdua,

"Yaudah lah, mending gue balik ke kelas aja" gumam Sabiru sebelum akhirnya dia berbalik dan berjalan menuju kelasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

7 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐢𝐦𝐮...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang