11 November 2019
Lagi, rumah yang cukup luas ini hanya aku yang mengisi.
Sore hari telah menyapa, dan untuk sekali lagi tak ada seorang pun yang mengetuk pintu rumah ini.Dimana?
Dimana Ibu, Bang Danu, dan Bang Al?
Apa mereka membuangku?
Mengapa mereka tidak memikirkan ku yang sendirian berada di lingkungan asing?
Ayah..
Rindu. Satu kata yang aku harap hadir dihati Ayah kala mengingat ku. Karena aku, selalu merasakan kerinduan tanpa mengetahui apakah ayah juga merindukanku.
Bukan hanya Ayah, tapi aku juga merindukan mereka. Ibu, dan kedua Abangku.
Kenapa?
Karena, mereka berubah. Tak lagi sama seperti dulu kala.
Apa kita tetap menjadi keluarga? Sepertinya tidak.
Keluarga apakah tetap disebut keluarga jika tak ada sosok ayah?
Gadis itu menutup buku hariannya yang penuh dengan hiasan lucu disampulnya. Menarik nafas panjang, kemudian ia hembuskan dengan perlahan. Tenang, sekaligus sepi.
Saat dirinya berniat untuk membersihkan diri sekaligus menenangkan pikiran, pendengarannya menangkap suara pintu yang dibuka. Dengan cepat dan semangat, gadis itu berlari ke arah ruang tengah dan mendapati sang Ibu sedang melepaskan sepatunya. Gadis cantik itu melirik jam. Ternyata, Ibunya pulang lebih cepat dari hari-hari sebelumnya.
Dengan senyum yang merekah, Ia ambil langkah pelan. Mengikis jarak dengan tingkah lucunya. Niat hati ingin menyapa dan memeluk sosok yang begitu ia rindukan kehadirannya. Tapi, kedua kaki itu bagaikan terekat pada lantai rumah saat mendapat tatapan marah dari Ibunya.
Bertanya dengan perlahan, Apa yang membuat Ibu terlihat marah padaku? Dan dijawab dengan kekecewaan.
Gadis itu tertoleh kala tangan yang dulu kerap ia salimi dan kecup, telah memberikan tamparan yang begitu keras. Dapat dirinya rasakan panas di salah satu pipinya yang kini memerah.
Gadis itu hanya bisa terdiam saat Ibunya membuka suara, menjelaskan mengapa dirinya begitu marah hingga rela menampar anak gadisnya.
Ternyata, Ibunya mendapat laporan apa yang ia lakukan disekolah hingga mendapat hukuman dari guru.
Setelah berhasil menetralkan perasaannya, Sang Ibu menghela nafas panjang. Menatap gadis itu dengan pandangan lelah. Mengucap kalimat kekecewaan. Meminta agar dimengerti oleh sang anak.
"Jika saja kalian tidak mengabaikan ku, mungkin aku juga tidak akan menjadi seperti ini."
Ungkap gadis itu saat Ibunya telah mengambil beberapa langkah, berniat meninggalkannya sendirian merasakan kesepian.
"Seharusnya kalian lebih memperhatikanku! Kalian bahkan tidak tau pakaian apa yang ku kenakan kemarin. Kalian tidak ada yang peduli kepadaku! Aku membenci kalian!"
Setelahnya, gadis itu berlari keluar rumah tanpa menghiraukan panggilan Ibunya. Rasa sesak yang memenuhi dada, pusing yang sangat kentara di kepalanya. Pandangan yang mengabur karena air matanya yang terus berjatuhan. Terlarut dalam kesedihan dan kehampaan, hingga tak sadar dengan suara bising disekitarnya yang memekakkan telinga.
Langit yang mulai menurunkan rintiknya. Mentari yang telah lenyap dan tergantikan rembulan. Cahaya yang menyilaukan pandangan dan suara benturan yang begitu kencang. Gadis itu, mulai kembali ke dunia nyata. Dimana tubuhnya yang terkapar lemah dengan darah yang mengelilingi sekitar. Darah yang mengotori baju dan jalanan beraspal. Gadis itu baru sadar, jika dirinya memberhentikan langkahnya di tengah jalan dimana banyaknya kendaraan berlalu lalang.
Orang-orang mengelilinginya. Dengan mata sayu, dirinya dapat menangkap pandang seseorang yang membeku diantara kerumunan. Gadis itu tersenyum tipis, seolah berkata semua akan baik-baik saja. Tersenyum dengan wajah yang dipenuhi banyaknya darah bukanlah keinginan pria yang kini berlari tergesa menghampiri gadis itu saat sadar, bahwa korban kecelakaan itu tak lagi membuka mata.
꧁•⊹٭٭⊹•꧂
Hai semua‼️
Bab ini merupakan awal dari cerita ini.
Awal dari kebingungan yang besar, dan jawaban terakhir yang menentukan apakah pantas mereka dibenci ataupun tidak. Karena, keluarga tetaplah keluarga meski banyaknya luka yang diperoleh dari hubungan itu.
09 November 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka yang Berbicara
Teen Fictionミ★ 𝘈𝘣𝘱𝘲𝘬𝘴𝘷𝘺𝘸𝘰0 ★彡 🄲🄴🅁🄸🅃🄰 🄿🄴🅁🅃🄰🄼🄰 Namanya, Ainar. Ainar yang dalam bahasa Kazakhstan, mengandung arti Bulan. Nama yang indah, seperti senyumannya. Doa yang terkandung dalam setiap nama, berharap agar dirinya merasakan kehidupan...