2. Pembagian Kelas

1 0 0
                                    

Ruangan plaza Mahaprima High School yang biasanya riuh kini berubah sunyi, nyaris seperti ruangan tak berpenghuni. Siapapun yang berada di sana dapat mendengar hembusan angin dari ac. Puluhan anak duduk berjauhan, masing-masing terjebak dalam dunia kecil mereka sendiri, jari-jari tangan meremas lutut, dan wajah-wajah mereka memancarkan campuran cemas dan harap.

Tiba-tiba, suara bel khas MHS menggema. Bel itu... Bel yang hanya terdengar saat pengumuman pembagian kelas. Dentingnya mengiris keheningan, membuat para siswa semakin tegang. Pandangan mereka seketika tertuju pada layar besar berisi waktu yang terus berjalan mundur. Kini, ketakutan dan ambisi saling bertarung di dalam hati mereka, menunggu kepastian tentang nasib mereka selama satu semester ke depan di sekolah ini.

"Attention, please. Please open your announcements in a countdown of ten. Ten, nine, eight, seven, six, five, four, three, two, one. Good luck!"
(Mohon perhatiannya. Silakan buka pengumumann anda dalam 10 hitungan mundur. Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh, enam, lima, empat, tiga, dua, satu. Semoga beruntung!) Suara seorang wanita terdengar dari balik speaker. Suara itu dengan cepat mengisi keheningan di setiap sudut plaza, membuat para remaja yang berada di sama bergemetar cemas.

Suara ketukan jari pada layar ponsel mulai terdengar dengan jelas. Dengan kaki yang bersilang, Wiratama menoleh acak pada beberapa arah. Ia berdecak remeh sebelum akhirnya turut membuka pemberitahuan miliknya.

"(Foto)
Nama: Wiratama Wijaya
Kelas: X
TTL: Jakarta, 17 Juli 20XX
NIS: 12939
Semester: II (genap)
Nilai rata rata: 97,64
Ranking paralel: 3
Dengan ini peserta didik dengan nama WIRATAWA WIJAYA dinilai mampu berada di KELAS A."

Disaat yang bersamaan, plaza seketika riuh. Ratusan murid berteriak histeris. Wiratama cukup yakin bahwa teriakan-teriakan itu adalah teriakan kekecewaan. Tak sulit bagi Wiratama untuk menemukan murid-murid yang menangis sesegukan.

Wiratama memasukkan ponselnya ke dalam saku. Ia beranjak dari temoat duduknya, hendak meninggalkan ruangan tersebut. Namun baru saja ia membalikkan tubuhnya, suara hentangan kain terdengar dari belakangnya.

Ia kembali membalikkan tubuhnya dan mendongak pada beberapa orang dari lantai atas yang bergotongroyong menggerai tiga banner vertikal bergambar para murid peraih ranking pertama di setiap angkatan. Banner paling kanan diisi oleh kelas 12, banner tengah diisi kelas 11, dan banner paling kanan diisi oleh...

 Banner paling kanan diisi oleh kelas 12, banner tengah diisi kelas 11, dan banner paling kanan diisi oleh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haikal Adinata.

Mata Wiratama membulat sempurna. Rautnya berubah begitu drastis dengan kedua tangan yang mengepal kuat.

Prok prok prok!

Terdengar suara tepukan tangan dari arah belakang. Wiratama yang mendengar itu, menoleh pada sumber suara. Rupanya itu adalah ulah Haikal.

Haikal bangkit dari tempat duduknya sembari terus menepuk-nepuk tangannya. Ia berjalan mendekat pada Wiratama dan perlahan menghentikan tepukannya.

Haikal memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan terkekeh singkat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KELAS 95+ (Dangerous Ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang