Daffa adalah seorang mahasiswa yang aktif dan penuh semangat. Ia berkuliah di jurusan teknik elektro dengan studi khusus Hight Voltage, ia terbiasa dengan jadwal yang padat dan tugas-tugas yang rumit. Meskipun begitu, ia tetap bisa menikmati hidup dengan caranya sendiri, bercanda dengan teman-teman, ikut organisasi kampus, dan selalu mencoba hal-hal baru. Daffa memiliki pembawaan yang ceria, mudah bergaul, dan senang membantu orang lain. Ia memiliki sikap pantang menyerah, terutama ketika ada sesuatu yang benar-benar ia inginkan. Namun, di balik keceriaannya, Daffa kadang merasa kesepian, terutama saat melihat orang-orang di sekitarnya sudah punya pasangan, sementara ia masih sendiri.
Amanda, di sisi lain, adalah mahasiswi jurusan akuntansi di kampus yang berbeda. Ia adalah sosok yang tenang, cerdas, dan penuh perhatian. Selalu fokus pada apa yang dikerjakannya, Amanda sering dipandang sebagai seseorang yang dewasa dan bertanggung jawab. Meski terkesan pendiam di awal, Amanda sebenarnya memiliki selera humor yang bagus, dan senyumnya bisa membuat orang di sekitarnya merasa nyaman. Dibalik ketenangannya, ia memiliki mimpi besar untuk bisa bekerja di bidang yang ia cintai dan membanggakan keluarganya. Namun, ada sisi Amanda yang sering merasa khawatir dan takut mengecewakan orang lain, sehingga ia cenderung menyembunyikan perasaannya sendiri.
Pertemuan mereka terjadi dalam acara seminar antar kampus. Daffa yang kala itu hadir bersama teman-teman organisasinya, tanpa sengaja duduk di sebelah Amanda yang sedang sendirian. Awalnya, Daffa tidak terlalu memperhatikan gadis di sampingnya, hingga akhirnya ia melihat Amanda tersenyum kecil saat mendengar lelucon dari pembicara di atas panggung. Senyuman itu menarik perhatian Daffa, membuatnya merasa ingin mengenal gadis ini lebih jauh.
Setelah acara selesai, Daffa mengumpulkan keberanian untuk memulai percakapan dengan gadis itu. "Kayaknya lelucon tadi nggak begitu lucu, ya, tapi kok kamu malah senyum-senyum sendiri," katanya sambil tertawa kecil. Amanda, yang tidak menyangka ada yang akan menyapanya, sempat terkejut tapi kemudian tertawa.
"Bukan leluconnya yang lucu, tapi caranya bercerita. Jadi pengen ketawa," jawab Amanda dengan nada santai. Daffa merasa percakapan mengalir begitu saja, dan tanpa sadar, ia semakin tertarik dengan kepribadian Amanda yang terlihat sederhana tapi menyenangkan.
Dalam percakapan itu, Daffa mulai menyadari kalau Amanda adalah sosok yang berbeda dari gadis-gadis yang pernah ia temui. Amanda bisa menyimak dengan baik, tidak ragu untuk menyampaikan pendapat, dan selalu memiliki cara yang unik untuk menanggapi sesuatu. Daffa merasa bahwa Amanda adalah seseorang yang bisa diajak bicara tanpa harus berpura-pura menjadi orang lain. Itu membuatnya ingin terus berada di dekat Amanda.
Di akhir pertemuan, Daffa memberanikan diri meminta nomor telepon Amanda. "Boleh, kan? Biar kita bisa ngobrol lagi nanti?" katanya dengan nada setengah bercanda, tapi sebenarnya ia benar-benar berharap. Amanda hanya tersenyum dan memberikan nomornya, sebelum akhirnya berpamitan untuk pulang.
Hari itu, Daffa pulang dengan perasaan berbeda. Dia tahu, pertemuan dengan Amanda mungkin hanya kebetulan. Tapi dia juga merasa, mungkin ini adalah awal dari sesuatu yang baru. Sesuatu yang ia harap bisa bertahan lebih lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan, Izinkan kami bersama
Teen FictionDaffa dan Amanda bertemu di bangku kuliah, dan sejak saat itu, cinta mereka tumbuh tanpa paksaan. Mereka adalah pasangan yang saling melengkapi, menghadapi masa-masa sulit bersama selama kuliah hingga akhirnya memasuki dunia kerja. Impian mereka sed...