chapter 4

246 11 0
                                        


Hari-hari berlalu setelah pertemuan yang hangat itu, dan Sean kembali menjalani rutinitasnya di barak. Namun, dalam hatinya, rasa cemas mulai mengganggu. Dia merasa ada sesuatu yang akan berubah, sesuatu yang mungkin bisa menguji ketahanan hubungan mereka.

Dalam latihan fisik yang ketat, Sean terus berusaha untuk fokus, tetapi pikirannya tidak bisa berhenti memikirkan Gracia. Dia ingat saat-saat manis mereka bersama, tetapi rasa takut akan kehilangan mulai menghantuinya. Setiap hari yang berlalu tanpa kabar lebih lanjut dari Gracia, rasa keraguan semakin menguat.

Suatu sore, ketika latihan selesai, Sean menerima pesan dari Gracia. Gracia: "Sean, aku ingin bicara tentang sesuatu yang penting Sean."

Hati Sean berdegup kencang. Dia membalas dengan cepat. Sean: "Tentu, ada apa?"

Gracia: "Bisakah kita bertemu di kafe Malam ini? Ada yang perlu aku jelaskan."

Satu kata 'jelaskan' membuatnya semakin cemas. Sean merasakan beban di dadanya saat berangkat ke kafe malam itu. Dia berharap semua baik-baik saja, tetapi instingnya berkata lain.

Setibanya di kafe, Gracia sudah menunggu di sudut. Wajahnya tampak serius, dan itu membuat jantung Sean berdegup kencang. Dia mendekat dan duduk di depan Gracia, berusaha tersenyum meski rasa khawatir menyelimuti pikirannya.

"Sean, terima kasih sudah datang," Gracia memulai, suara pelan dan tegas.

"Ada apa? Kau terlihat khawatir," tanya Sean, mencoba membaca ekspresi Gracia.

"Sean, aku tahu kita sudah berusaha keras untuk menjaga hubungan ini. Tapi...," Gracia terhenti, mengumpulkan kata-kata.

"Tapi?" Sean mendorong, hatinya semakin tidak menentu.

"Aku merasa kita perlu membicarakan masa depan kita. Dengan rutinitas mu di barak dan proyekku yang semakin padat, aku khawatir kita tidak bisa bertahan seperti ini," kata Gracia, menatap langsung mata Sean.

"Apakah kamu ingin kita berpisah?" tanya Sean, merasa hatinya hancur mendengar kata-kata itu.

"Tidak,Bukan itu yang aku maksud," Gracia segera meralat. "Aku hanya ingin kita bisa menemukan cara untuk saling mendukung tanpa harus merasa tertekan satu sama lain."

Sean terdiam, mencoba mencerna apa yang Gracia katakan. "Kamu benar. Ini sulit bagi kita berdua. Tapi aku tidak ingin kehilanganmu. Kita bisa mencari jalan tengah."

Gracia mengangguk, tetapi wajahnya masih menunjukkan keraguan. "Sean, bagaimana jika suatu saat kamu tidak bisa kembali? Apa yang akan terjadi pada kita?"

"Kita bisa berjuang bersama. Aku tidak akan pernah membiarkan jarak memisahkan kita. Cinta kita kuat, bukan?" Sean menjawab, berusaha meyakinkan Gracia dan dirinya sendiri.

"Tapi aku merasa setiap saat kita terpisah, ada sesuatu yang hilang," Gracia mengakui, suara hatinya penuh kerentanan. "Aku ingin merasakan keberadaan mu, bukan hanya melalui pesan atau video. Aku ingin kita menjalani hidup bersama."

Rasa pahit mulai muncul di tenggorokan Sean. Dia tahu Gracia benar. Di tengah semua kesibukan, mereka mungkin telah kehilangan banyak waktu berharga. "Apa yang kamu inginkan, Gracia? Kita bisa mencari solusi, tapi aku butuh kejelasan," tanya Sean, sedikit frustasi.

"Aku... aku butuh waktu untuk berpikir," Gracia menjawab, wajahnya menunjukkan ketidakpastian. "Aku ingin memastikan kita tidak saling menyakiti satu sama lain."

Sean merasakan hatinya terhimpit. Dia tahu bahwa ketidakpastian ini bisa memisahkan mereka. "Kalau begitu, kita bisa mengambil langkah mundur sedikit. Kita bisa fokus pada diri kita sendiri untuk sementara waktu. Tapi aku ingin kamu tahu, aku akan selalu ada untukmu."

Love In Uniform (Greshan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang