Alarm dari ponselnya berbunyi sejak tadi. Bian sudah terbangun, hanya saja masih malas untuk beranjak dari kasurnya. Namun, menit kesepuluh remaja itu bangkit sembari menyambar handuknya lalu menghilang masuk ke kamar mandi.
Tak lebih dari sepuluh menit, Bian sudah keluar dari kamar mandi. Membuka lemari kecil dan mengambil seragam sekolahnya di sana. Dengan sigap, ia memakainya hingga pantulan dirinya di cermin sudah menggambarkan bahwa ia masihlah seorang siswa SMA.
Tak ada sapa dari siapapun bahkan untuk sarapan saja Bian hanya memakan sisa roti semalam yang ia beli dari minimarket dekat kosannya.
Setelah mengikat tali sepatu, ia menyambar tas dan menyumpal earphone ke telinganya. Berharap dengan begitu tidak ada yang menyapanya saat di luar.
Mungkin orang-orang akan mengira Bian adalah siswa yang biasanya pergi ke sekolah dengan segala persiapan dari orang tua, tapi kenyataannya Bian hanya tinggal seorang diri di sebuah kosan sederhana.
Seperti biasa, Bian datang ke sekolah dengan berjalan kaki untuk menghemat biaya. Kebetulan sekolahnya tak jauh dari kosan, hanya 500 meter.
Saat di jalan, tak jarang ia bertemu dengan teman satu sekolahnya yang menawarkan tumpangan. Namun, karena Bian tidak begitu dekat dengannya, ia menolak dengan menggelengkan kepala. Sikapnya yang seperti itu membuat ia dijauhi oleh teman-temannya. Bian tidak peduli bahkan jika ia tidak punya teman sekalipun.
"Sombong banget mentang ganteng!"
"Bian itu bukan manusia, tapi robot. Gue nggak pernah liat dia senyum."
"Nggak usah temanan sama Bian, dari pada lo di diemin!"
Masih banyak kata-kata yang tidak sengaja Bian dengar dari teman-teman sekolah mengenai dirinya. Namun, tetap tidak bisa merubah apapun dari diri Bian. Kejadian sepuluh tahun lalu membuatnya tidak bisa mempercayai siapapun kecuali salah seorang yang penting dalam hidupnya.
Bian melepas earphone kala guru masuk ke dalam kelas dan seorang gadis mengekor di belakang.
"Hari ini kelas kita kedatangan anggota baru," ucap Bu Mona. Para siswa bersorak ribut.
"Perkenalkan nama kamu."
Gadis itu tersenyum ceria, ia menatap satu-satu teman barunya.
"Halo, namaku Dira. Senang bertemu kalian!" sapanya sembari melambaikan tangan.
Teman-teman sekelas memberikan tanggapan positif padanya.
"Kamu duduk di kursi kosong itu ya," ucap Bu Mona. Dira mengucapkan terima kasih sebelum berjalan ke tempatnya.
Ada dua kursi kosong sebenarnya, tapi Dira memilih kursi kosong di sebelah siswa laki-laki yang tampak fokus dengan pemandangan di luar jendela.
"Aku duduk sini ya."
Bian menoleh lalu mengangguk sekilas. Ia pun kembali melihat pemandangan di luar kelasnya.
"Nama kamu siapa?"
Bian menoleh lagi tanpa ekspresi.
"Bian."
Dira merasa seperti mengenal wajah teman sebangkunya ini.
"Kita pernah ketemu ya?"
Bian hanya diam saja. Ia tidak tertarik menanggapi pertanyaan dari gadis ini. Dari dulu ia lebih suka duduk sendiri.
"Aku ingat, kamu cowok yang mainin piano di kafe satnight, kan?"
Bian kaget sebenarnya karena pekerjaan itu tidak ada yang tahu sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tsundere Boy | Han Taesan
FanfictionKarena luka masa lalu, Bian tumbuh menjadi remaja yang anti sosial. Ia tidak percaya dengan orang di sekitarnya. Namun, seorang gadis yang penuh dengan rasa penasaran mengalihkan dunia Bian.