Bian itu anak musik banget, ia bahkan pernah menciptakan lagu untuk adik-adik di panti. Alat musik yang paling disenangi adalah piano. Dulu, ia pernah mengikuti les piano. Namun, setelah ibunya meninggalkannya di panti, ia tidak lagi memainkannya. Beruntung bunda Anis sepertinya mengetahui bakat Bian, jadilah ia membelikan sebuah pianika sederhana.
Dengan pianika itu Bian menghibur adik-adik panti. Setelah keluar dari panti, Bian kembali menekuni hobinya dengan belajar piano pada seorang kenalan hingga ia diminta untuk mengisi performance di kafenya.
Hampir setiap malam, Bian mengisi panggung kafe itu dengan permainan pianonya, tak jarang juga ia diminta sambil bernyanyi.
Malam ini Bian tidak fokus sehingga setelah menyelesaikan satu lagu ia langsung turun dari panggung. Namun, sebuah tepuk tangan dari seseorang menghentikan langkahnya.
Di pojok paling ujung, Dira melambai ke arahnya dengan tersenyum. Bian segera menghampirinya.
"Lo penguntit?"
"Nggak!"
"Bohong!"
"Apa untungnya buat aku?"
Bian tidak menemukan jawaban untuk membalas ucapan Dira. Ia memilih untuk beranjak keluar dari kafe.
Bian ingin memasang earphone, tapi urung kala Dira berjalan di sampingnya.
"Lo mau apa?"
"Mau pulang."
Lagi dan lagi Bian hanya diam sambil menahan kesal. Kenapa hari ini ada saja yang mengacaukannya.
Dira terus saja mengekor di belakang Bian hingga ia tidak sadar saat cowok itu berhenti lalu menabrak punggungnya.
Raut wajah Bian sudah tidak sekalem sebelumnya. Ia benar-benar telah kehilangan kesabaran.
"Jangan ikutin gue," ucapnya menahan kesal.
Bukannya mundur, Dira malah menunjuk minimarket di seberang jalan dengan antusias.
"Beli es krim yuk!"
Dira menyeret lengan Bian membuatnya mengikuti langkah cewek itu dengan malas.
"Kamu tunggu sini ya." Usai mengatakan itu, Dira langsung masuk ke dalam minimarket. Tak begitu lama, cewek itu keluar dengan membawa dua bungkus es krim.
"Buat kamu." Dira menyodorkan satu es krim pada Bian.
"Gue nggak suka es krim."
"Coba dulu, enak banget loh."
Bian hanya diam saja hingga Dira menyerah.
"Yaudah kalo gitu kamu temenin aku habisin es krimnya."
"Gue mau pulang."
"Baru jam sembilan, setengah jam lagi."
Akhirnya Bian tetap duduk menemani Dira menghabiskan dua es krim itu.
Bian yang semula fokus pada ponselnya seketika melirik pada Dira yang tampak lucu dengan dua es krim di tangannya.
"Lo bocah SD ya?"
"Apa?"
Bian hanya menggeleng. Ia tidak mau terkesan dekat dengan cewek ini.
"Kamu nggak tau ya selama ini aku suka nonton kamu main piano?"
Bian kembali melirik pada Dira.
"Aku bahkan sudah jadi pelanggan tetap sebelum kamu kerja di sana."
Dalam pikiran Bian, kenapa selama ini dia tidak sadar kalau ada Dira di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tsundere Boy | Han Taesan
FanfictionKarena luka masa lalu, Bian tumbuh menjadi remaja yang anti sosial. Ia tidak percaya dengan orang di sekitarnya. Namun, seorang gadis yang penuh dengan rasa penasaran mengalihkan dunia Bian.