Pada sebuah perdesaan yang terpencil dan warganya hanya 2.000 warga, di tempat itu tidak ada yang namanya pasar ataupun lainnya. Hanya penuh dengan rumah-rumah warga yang sudah berdempetan, tempat mereka tidak ada namanya Teknologi ataupun handphone pada zaman serba digital. Layaknya sebuah masa yang hidupnya masih serba sederhana tanpa ada aplikasi apapun di tempat mereka. Mereka menolak warga kota untuk menjadikan tempat tinggal mereka sebagai tempat yang penuh maju dengan teknologi.
"Musnah kan saja teknologi! Kami tidak perlu yang namanya teknologi!!" Ucap mereka yang sangat marah dan mengusir warga dari perkotaan itu.
Mereka pun mengusir warga perkotaan dari desa terpencil mereka disana. Mereka benar-benar tidak ingin mengenal apa itu teknologi. Mereka senang jika anak mereka atau cucu-cucunya bermain tanpa ada alat komunikasi maupun yang berbau serba digital. Mereka menjaga desa itu karena salah satu kepala desa mereka yang sudah meninggal sejak 15 tahun yang lalu dan diberikan amanah ke semua warga. Tolong di jaga desa terpencil itu dan batas warganya hanya 2.000 warga saja, ucap kepala desa itu ke semua rakyatnya.
Desa mereka mengarah pengunungan dan perlautan. Memang banyak orang datang ke desa itu untuk beristirahat sejenak dalam perjalanan jauh itu. Gunung itu juga, sudah lama dan terlihat tua. Di lindungi oleh hutan-hutan. Kalau saat malam hari, gunung itu akan di tutupi dengan kabut di arah hutan itu.
Pada malam harinya, semua rakyat desa tertidur semua namun ada 10 rakyat laki-laki yang sedang patroli sepanjang perdesaan mereka dan mereka mendengarkan seorang gadis menyanyi instrumen lagu Luminary - Joel Sunny, di dekat sungai yang jarang orang lewati itu. Yang mengarah ke arah hutan penuh kabut saat malam hari.
Nyanyian itu sungguh merdu, mereka berharap. Suara gadis bukan orang dari teknologi atau yang hal mereka benci. Tapi mereka sadar, jangan terlalu jauh dari perdesaan, akan takut dengan aturan dari alam langsung. Yang bertentangan "Siapapun yang melewati hutan ini, mereka akan kena karma dan satu warga akan mengalami penyakit itu dari seseorang yang sakitnya sudah parah selama 1 minggu dan menyebar ke rakyat lain."
Dan, mereka pun langsung pulang dan tidak jadi hingga menelusuri suara wanita yang sedang menyanyi merdu walau terdengar seperti menyedihkan."Ah, tadi mereka siapa ya? Aura mereka seperti seorang warga. Dan... Aku ingin sekali jadi warga disana lagi tapi aku tidak mau mengenang hal diriku saat bertemu anak kepala desa itu. Sungguh, aura perdesaan itu masih tercium dari ku. Semoga mereka tidak ada satupun masuk ke wilayah hutan. Mereka akan kena karma dan kutukan. Cara menyembuhkan mereka masing-masing, mereka harus menerima diriku kembali dan memaafkan atas kejadian beberapa tahun yang lalu. Sungguh. Saat perpisahan ku dengan Anviesa, jadi hal terkejam yang dibuat oleh ayahnya itu. Aku harap, jika aku kembali.. aku tidak membuat kesalahan apapun saat itu juga. Aku berharap juga, aku bisa menyembuhkan dan melindungi banyak orang dari luka karma yang sudah di sumpahi oleh ayah mu, Anviesa. Oh... Viesa.. aku rindu dirimu, kawan ku. Mengapa takdir pertemanan kita seperti ini, Viesa...? Aku tidak mau engkau mati terpanah api saat melindungi ku dari balik tubuh mu itu.. semua darah mengalir depan mata ku sebab ulah ayah mu sendiri." Ucap gadis penyanyi merdu dan tanpa menunjukkan wajahnya ke semua warga ataupun rakyat, dia hanya menggunakan tudung kepalanya untuk melindungi fitnah kejam yang pernah dilakukan oleh ayah dari Anviesa, teman dekatnya yang mengajarkan dia menyanyi dan mengetahui isi alam maupun pada ramuan yang dibuat oleh Anviesa untuk gadis itu.
Beberapa hari kemudian, ada seseorang yang tiba-tiba jatuh sakit dan dia tidak sengaja dari hutan saat malam hari itu. Yang dimana, kabut itu ternyata lukanya. Mereka anggap, hutan itu sungguh keramat, mengapa orang-orang langsung jatuh sakit dan sudah mulai menyebar ke 2 orang setelah beberapa hari yang lalu. Khawatir akan di lanjut dengan senua warga disini, di perdesaan mereka sendiri. Padahal kepala desanya sendiri adalah ayah dari Anviesa sendiri. Namun, berita seperti itu jarang orang dengar dari beberapa kabar.
Mau tidak mau, mereka hanyalah bisa pasrah dan menyerahkan diri jika sudah sakit. Takut khawatir kena sahabat, teman, keluarga atau lainnya oleh penyakit menular itu, yang di anggap sebagai penyakit kutukan dari hutan yang dipenuhi kabut di saat malam hari saja."Hah... Sudah ku bilang juga apa. Pasti bakal ada yang kena. Tapi jangan dahulu. Aku tidak ingin terlalu terkenal dengan warga itu dahulu. Biarkan mereka saling menular, aku akan mencari obat yang cocok dalam nyanyian ku, meski racikan obat atau bahan yang ingin ku sembuhkan kepada orang-orang, akan mengaruh kepada diriku. Yang dimana, obat itu menyembuhkan mereka dan aku yang sakit. Hujan juga belum turun, jadi tunggu mendung. Barulah aku ke sana." Ucap gadis penyanyi merdu dan penyembuh seseorang.
Gadis itu mulai meracik bahan-bahan alami dari hutan dan siap untuk di minum saat kondisi sudah mulai mendung namun angin nya itu bagaikan angin badai yang datang. Karena, dia di kutuk dalam kondisi angin badai dan juga hujan badai saat warga itu belum terlalu sebanyak 2.000 warga saat itu. Dahulu, masih hanya 600 warga. Sekarang bertambah meski banyak rumah kosong dan belum berpenghuni. Disaat masa lalu itu, kepala desa atau ayah dari Anviesa, menyuruh warga yang tersisa dari badai itu mengungsikan diri ke tempat jauh dan setelah aman. Baru kembali ke tempat itu saat sudah aman terkendali.
Hidup sebagai gadis pembawa sial dan sekaligus membawa kesehatan untuk warga itu. Namun, tugas itu sangat berat untuk gadis yang baru berusia 15 tahun, dia sudah mendapat kutukan itu sekitar 8 tahun, yang dimana usia gadis tak menunjukkan wajah dirinya itu sejak dia usia 7 tahun. Dia sudah menanggung beban seberat itu. Dia juga hanya diperbolehkan tinggal di hutan saja.Anviesa dan gadis ini, hanya beda 3 tahun tua darinya. Anviesa usianya saat gadis ini, dia berusia 10 tahun. Jadi sangat beda jauh, dia berteman tanpa mandang usia. Karena, di desa sana.. berteman cukup sampai batas 17 tahun saja. Sisanya, dibebaskan untuk diperkosa atau lainnya. Orang tua mereka tau tapi tidak memilih untuk melapor, anaknya hamil. Siapapun yang memerkosa anak perempuan dari desa itu langsung, di anggap sudah menikah tanpa wali atau apapun itu. Disana wali pun sulit dicari. Jadi, di anggap nikah di luar pernikahan namun di desa ini, berbeda. Hamili anak perempuan, sudah dianggap nikah. Asal, sudah diberikan rumah dari ayah Anviesa yang masih kosong.
Anviesa memang sudah mati saat si gadis penyanyi dan membawa kesembuhan ke orang-orang ini di sumpahi dengan fitnah sangat kejam saat itu juga.
Perdesaan yang sangat suram, tetapi mau bagaimana lagi? Jika sudah kena karma akibat tidak punya apapun, layaknya teknologi dan lainnya. Akan seperti desa ini dan desa ini bernama...
" Desa Anvipatian "
Desa ini jarang terdengar oleh orang lain, karena namanya sangat aneh dan tidak termasuk desa tidak subur. Mereka punya ladang bertanam (sudah ada tanaman sayur dan buah) namun tidak punya pasar.
Mereka langsung menanam langsung dan mengambil itu di tempat masing-masing ladang mereka sendiri._______________________________________________
Follow akun Instagram dan tiktok kreator yayaa! Biar semangat membuat Wattpad nya lagi ^__^
Instagram:
@deadrayy0Tiktok:
@skyyblwububSelain itu, bukan saya ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Know My Name
Teen FictionDi sebuah perdesaan kecil di penuhi dengan hutan-hutan, ada seorang gadis yang sedang sakit saat itu, yang dimana desa mereka memiliki penyakit saling menular ke beberapa rakyat mereka di dalam desa kecil itu. Mereka juga harus berbelanja harus naik...