OY 01 : Primadona

578 112 8
                                    

Lapangan basket di sekolah menengah atas ternama CELESTIAL HIGH (Sekolah Khusus Perempuan) sedang ramai, beberapa siswi dengan wajah antusias berseru lantang, mereka yang hadir dan duduk di bangku penonton fokus pada seorang siswi dengan rambut di kuncir yang sedang memainkan bola basket.

"Chikaaaa...."

"Semangat kak Chikaaaa"

"Anchikaaaaa...."

Yah, nama siswi yang tengah memainkan bola basket adalah Anchika Rachana Pinggala, anak dari pemilik sekolah tersebut.

Matanya yang berwarna cokelat itu mengerling nakal pada lawan di depannya sesaat setelah dia melempar bola kearah ring basket.

Seruan gemuruh karena bola berhasil masuk menggema, itu juga menandai berakhirnya pertandingan antarsekolah untuk tahun ini.

Anchika berjalan kearah rekan setimnya dengan wajah kemerahan, keringat sebesar biji jagung mengucur deras dari keningnya.

"Nih minum dulu!" Seorang gadis dengan potongan rambut pendek melempar sebotol minuman ke Anchika.

"Thanks, tau aja kalo gue haus" Dengan sekali gerakan, Anchika meneguk minuman dingin di tangannya.

"Anak-anak mau rayain kemenangan kita, lo ikut kan? Kali ini harus ikut!"

"Adel Fidela gue sibuk, kapan-kapan aja deh gue ikutnya"

Adel sudah hapal dengan pelapalan khusus Anchika saat akan menolak.

"Guys! Foto dulu...."

Obrolan Anchika dan Adel berhenti ketika salah-satu rekan setim mereka menyela sambil membawa kamera.

Anchika menarik Adel agar ikut berfoto.

"Del, ngomong-ngomong lo liat dia gak?" Bisik Anchika di tengah-tengah sesi fotonya.

Kening Adel mengernyit tanda bingung.

"Siapa?"

Anchika tidak langsung menjawab, dia justru mengamati sekitar, tidak ingin jawabannya di dengar oleh temannya yang lain.

"Ara..."

"Hah? Ara? Ara siapa?"

"Ck! Arayya Jjilev, Del!"

Adel mengangguk paham.

"Ohhh Ara silet---"

"Jjilev sinting bukan silet"

"Gak liat, lagian ngapain sih lo nyari tuh anak?"

Anchika tidak menjawab, dia hanya menyikut Adel kesal sebelum berbalik meraih tasnya dan berjalan pergi.

Adel yang tahu kemana tujuan Anchika menggendikkan bahu tampak acuh.

"Adel..." Tiba-tiba dari arah bangku penonton, seorang gadis berwajah cantik dengan senyum lembutnya yang khas memanggil.

"Eh, Shani....kenapa?"

Shani mengigit bibir bawahnya gugup.

"Chikanya ada gak? Aku mau ngasih ini" Shani memperlihatkan kotak kecil berwarna biru langit kepada Adel.

Kotak itu tampaknya berisi hal-hal yang menarik dan rahasia, itu terlihat dari cara Shani melindunginya.

Adel meringis dan menunjuk kearah Anchika pergi.

"Susul gih, mungkin belum jauh..."

Shani tersenyum lagi sambil mengucapkan terima kasih. Tanpa menunggu balasan dari Adel, dia sudah berjalan pergi.

"Shan...Shan, gak capek apa ngejar manusia jamet itu? Dia sukanya silet Shan"

Langkah kaki Shani kian cepat, berharap di langkah berikutnya dia akan bisa menemukan sosok Anchika. Kedua tangannya memeluk kotak hadiah yang sudah dia persiapkan jauh-jauh hari.

Hari ini, Shani berjanji pada dirinya sendiri akan mengungkapkan semua perasaannya kepada Anchika.

Mata indah Shani menyipit ketika dari kejauhan sosok tinggi Anchika terlihat sedang berdiri menghadap tembok, bibir merah jambu Shani terbuka ingin memanggil Anchika namun suaranya tertahan ketika melihat Anchika memajukan wajahnya dan mencium seseorang yang bersender di tembok.

cletak!

Kotak yang sejak tadi dipegangnya dengan erat dan penuh kehati-hatian kini terjatuh, sebuah liontin indah tercecer keluar.

Wajah Shani yang semula berseri karena kegembiraan dan rasa gugup berubah sendu. Hatinya yang gugup terasa diremas kuat.

Di kejauhan, Anchika sama sekali tidak menyadari itu. Seluruh inderanya berfokus pada seseorang didalam kungkungannya.









•••








Anchika menyusuri kooridor sekolah, mencari sosok yang sejak tadi dia rindukan. Dan ketika melihat sosok tersebut yang tengah berjalan menuju taman sekolah, dia dengan gesit menahannya.

"Arayya! Tunggu!" Seru Anchika, suaranya melengking.

Arayya, yang namanya disebut menoleh kebelakang. Kedua alisnya terjalin erat, ketika tubuh tinggi Anchika berlari kearahnya.

"Lo ngapain disini?" Tanya Arayya bingung. Setahunya, gadis cantik bermata cokelat di depannya ini sedang bertanding tapi kenapa dia tiba-tiba di sini?

"Tandingnya udah selesai?" Tanya Arayya lagi.

Anchika mengangguk.

"Dan lo gak nontonin gue..." Keluh Anchika.

"Harus banget yah gue nonton lo lempar bola?"

Arayya bersender di tembok, kedua tangannya bersilang memeluk dirinya sendiri.

"Yah harus! Gue kan calon pacar lo Ra, gimana sih!"

"Baru calon kan?"

"Ihhh Araaaaa" Gemas Anchika, dia sangat kesal namun di hadapkan dengan manik mata Arayya semua kekesalannya lenyap.

Arayya menghela nafas panjang.

"Chik, mulai sekarang jauhin gue. Gue gak enak sama anak-anak yang lain..."

"Kok gitu? Apa hubungannya mereka sama perasaan gue coba?"

"Huftt! Lo itu primadona sedangkan gue? Gue cuman siswi penerima beasiswa yang lahir dari keluarga rusak"

Wajah Arayya tampak frustasi saat mengatakan itu.

"Lo dan gue itu ibarat air dan minyak, gak akan bisa nyatu..." Tambahnya.

"Tambahin kangkung sama bawang merah sekalian..." Balas Anchika santai.

"Hah!? Buat apa?"

"Biar jadi tumis kangkung, kan bisa tuh nyatu"

"Gila!" Kesal Arayya tapi sudut bibirnya terangkat karena merasa lucu.

Arayya tidak tahu, ekspresinya yang sekarang membuat gadis cantik di depannya terpukau.

Mata cokelat Anchika fokus melihat pada senyum tipis Arayya, hingga kemudian pada bibir tipis semerah cerry Arayya.

Anchika tanpa sadar memajukan wajahnya, ingin mencicipi bibir Arayya yang tampak segar itu.

Mata Arayya melotot kaget ketika Anchika dengan tanpa aba-aba menciumnya. Dengan cepat dia mendorong tubuh Anchika, namun kedua tangannya segera diraih oleh Anchika dan menguncinya di samping.

Lidah Anchika menjilat dan menghisap permukaan bibir Arayya, membuat bibir Arayya semakin merah dan tampak bengkak.

Ciuman Anchika hanya berhenti setelah dia kehilangan nafas, wajah Anchika mundur, matanya sayu memandangi Arayya yang menatapnya shock.

"Jauhin gue!" Bentak Arayya dan berlari cepat, tidak memberi jeda untuk Anchika menahannya.

Anchika meraup wajahnya frustasi, dia merutuki dirinya sendiri yang tidak mampu menahan hasrat didalam hatinya.

"Bego banget..."

"Chikaaaaaa otak lo taruh dimana sih? Ini kalau Ara marah dan gak mau deket-deket lagi gimana? Emangnya lo bisa sehari aja gak deket dia? Arggghhhh!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ONLY YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang