Gadis itu melihat ke sekeliling gazebo kampusnya. Tempat dia berencana akan mengerjakan tugas. Tempat itu terlihat tidak kondusif. Bahkan sangat tidak kondusif. Terlalu ramai sore ini. Mungkin karena ada banyak mahasiswa baru yang bergerombol untuk mengerjakan tugas.
Hanabi mendesah pelan. Matanya memindai lebih jeli. Berusaha mencari tempat duduk yang menyenangkan. Dia tidak bisa pulang karena dua jam lagi akan ada jam kuliah selanjutnya. Akan sangat merepotkan kalau dia harus pulang dulu.
Pandangan mata gadis itu lalu berhenti pada sebuah meja. Disana hanya ada satu orang lelaki yang duduk sambil menggunakan laptopnya. Dia tidak terlihat berinteraksi dengan siapapun.
Lelaki itu sangat fokus, dan... tampan. Ia terlihat berbeda dan mencolok. Terlihat lebih dewasa dibandingkan teman-teman yang biasa Hanabi lihat. Hanabi bisa menduga, mungkin usianya terpaut beberapa tahun di atas Hanabi. Apa lelaki ini mahasiswa pascasarjana?
Hanabi tersenyum sekilas. Gadis ini perlahan melangkah ke meja itu. Mungkin lebih tepatnya ke arah lelaki itu. Langkahnya tenang dan pasti.
Ia tersenyum manis begitu lelaki itu tanpa sengaja menoleh padanya. "Sorry, kosong nggak?" tanyanya sembari masih tetap tersenyum.
Lelaki itu meliriknya dari atas ke bawah. Tampak memindainya, memberi penilaian. Hanabi jadi merasa ada yang salah dengan dirinya. Apakah dia terlihat kusam? Atau bajunya kotor?
"Ya," jawab lelaki itu singkat, kembali menarik perhatian Hanabi.
Hanabi tersenyum canggung. Gadis itu perlahan duduk di meja yang sama, di hadapan lelaki ini. Diam-diam, gadis yang selalu mengikat rambutnya di atas ini, melirik lelaki itu sekilas. Memindai seluruh bagian yang terlihat.
Lelaki itu tampak sibuk dengan laptop di depannya, tipe terbaru dengan desain minimalis dan harga yang pasti tidak murah. Jaket kulit yang ia kenakan pun terlihat berkualitas, warnanya hitam legam, serasi dengan kemeja kasual yang tetap berkelas.
Di samping laptop, sebuah ponsel dengan casing tipis dan desain premium tergeletak, menunjukkan bahwa ia tidak terlalu suka hal yang mencolok. Meski begitu, dari caranya memilih barang-barang berkualitas, Hanabi bisa menebak bahwa lelaki ini bukanlah orang yang sembarangan dalam soal finansial.
Siapa sebenarnya dia?
Well, karena ini Hanabi, maka gadis itu langsung bertanya aja.
"Fakultas mana?" tanyanya to the point. Tapi pertanyaannya jadi kayak bertanya ke adik kelas. Padahal teknisnya, bukan begitu kan.
Hanzo, lelaki ini, meliriknya sekilas. Mengerutkan kening karena tiba-tiba saja ada yang peduli padanya. Tapi, tak urung dia pun menjawab, "FTI." Sungguh sangat singkat, padat, dan untungnya jelas.
"Oh, keren dong. Jurusan apa?" tanya Hanabi lagi sembari tersenyum manis.
Hanzo menatapnya lagi, agak lama kali ini hingga Hanabi merasa giginya mulai kering karena terlalu lama tersenyum. "Informatika."
Mata Hanabi berbinar. Baginya, Informatika adalah jurusan yang sangat keren. Ya karena tentu saja, dirinya tak mampu untuk melakukannya. Dia sudah cukup bersyukur jika menjadi ilustrator saja di dunia yang fana ini.
"Semester?" Hanabi bertanya lagi. Senyumnya begitu manis. Tapi tetap tak mampu menenangkan Hanzo yang semakin kesal.
Pemuda itu menghela napas sejenak, merasa jengah mendapat pertanyaan yang tidak jelas sekaligus tidak penting. "Perlu aku jawab?" tanyanya balik dengan nada kesal.
Hanabi meringis. Ia tersenyum canggung kali ini. "Oh enggak kok. Santai aja. Hehe."
Hanzo meliriknya tajam. Meskipun diam-diam, dia memperhatikan gadis di hadapannya ini. Hanabi memang sangat cantik. Gadis itu punya kecantikan yang natural. Kulitnya putih, dengan garis wajah yang tegas dan memesona. Bulu matanya pun panjang dan lentik. Hidung mancung serta bibirnya yang penuh semakin menambah keeksotisan gadis ini. Rambutnya hitam berkilau, sengaja dikuncir ke atas, menunjukkan lehernya yang jenjang. Dua kata untuk gadis ini. Sangat seksi.
Oh, apakah Hanzo tertarik padanya? Tentu saja tidak. Hanzo tidak akan peduli pada siapapun.
Sementara Hanabi, gadis itu kini mulai menyibukkan diri. Ia membuka ipadnya, mulai mengecek tugasnya. Ia ada tugas menciptakan karakter yang menarik untuk sebuah buku cerita anak-anak.
Hanabi mulai menggambar di iPad-nya. Dengan tangan kanan, ia menggenggam stylus dengan mantap dan menggesekkan ujungnya di layar, menciptakan goresan-goresan halus yang membentuk ilustrasi yang hidup. Fokusnya sepenuhnya pada layar, melupakan pria tampan di hadapannya yang tadi sempat menarik perhatiannya. Sekarang justru Hanzo yang berulang kali meliriknya, melihat bagaimana gadis itu sangat fokus hingga terlihat berkali-kali lebih menawan.
Keduanya tak berbicara apa-apa. Hanya waktu yang terasa melambat saat keduanya sesekali saling melirik satu sama lain, merasakan ketertarikan tapi tak ada yang bersuara.
Satu jam kemudian, tugas Hanabi selesai. Gadis itu meletakkan iPadnya. Kini mulai mencari kesibukan lain. Ia melirik Hanzo yang masih saja terfokus pada laptopnya. Pria itu sangat tampan. Ia memakai kacamata antiradiasi, tapi tidak menunjukkan dia cupu, justru sebaliknya. Dia terlihat cerdas sekaligus... seksi. Alis matanya tebal. Matanya bagai elang, sangat tajam. Garis rahangnya itu juga... duh. Hanabi menahan napas sejenak. Ia tersenyum kecil. Menyadari pikirannya yang jadi kotor hanya karena memperhatikan pria ini. Hanabi tidak suka pria yang usianya di atasnya. Tapi, pria ini sepertinya pengecualian.
Baiklah, bagaimana kalau Hanabi mencoba peruntungan sedikit?
Gadis itu berdehem pelan. "Nama kamu siapa?" tanyanya sambil tersenyum manis.
Hanzo meliriknya sekilas. "Nama?" Ia malah balik bertanya.
"Iya. Aku Hanabi. Kamu?"
Hanzo sedikit terpukau dengan mental gadis ini. Padahal Hanzo sudah berusaha cuek tapi kenapa gadis ini masih saja tersenyum padanya?
"Harus aku jawab?" Hanzo mengulang pertanyaan yang sama.
Hanabi menipiskan bibirnya sejenak. Tapi tak lama, dia kembali tersenyum. "Kalau bisa sih. Nama aja kan, nggak papa." Tapi, ia tertunduk sejenak.
"Hanzo."
Dan gadis itu kembali mendongak. Jawaban Hanzo benar-benar menarik perhatiannya. "Hanzo? Bagus banget. Cocok sama kamu."
"Cocok?" Hanzo merasa perlu menenggelamkan dirinya ke lautan, karena mendengar suaranya yang selalu sangat pendek, seperti tidak punya kekuatan untuk berkomunikasi.
Sementara Hanabi, mengangguk antusias. "Ya, menggambarkan seseorang yang kuat, tapi juga sekaligus misterius."
Hanzo mengedipkan matanya. Menatap Hanabi dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia terdiam sejenak, berusaha memproses informasi yang sebenarnya sepele. "Kalau Hanabi?" Kini, ia berani bertanya.
Hanabi berbinar. Pria ini akhirnya menunjukkan ketertarikan. Dia benar-benar full senyum sekarang. "Hanabi... hmm kembang api? Kadang dianggap destruktif. Kadang juga sebagai... beautiful light?" Entah ini apakah disebut penjelasan atau pertanyaan.
Tapi yang jelas, Hanzo tenggelam dalam mata cantik gadis itu. "But out of reach, kan?"
Hanabi terdiam sejenak, ia tersenyum tertahan. Kenapa Hanzo mempertanyakan ini? Apakah dia sedang berencana mendapatkan Hanabi? "Maybe it's just waiting for the right person to try."
"The right person?" Hanzo tersenyum tipis. "Menarik." Ia menatap Hanabi intens. Mata elangnya membuat Hanabi terkesima sekaligus terintimidasi. "Kamu ada kelas?"
Hanabi mengangguk tanpa sadar. "Ya, satu jam lagi."
Hanzo mengangguk. Ia menutup laptopnya yang baru saja ia matikan. "Baiklah. Aku harus pergi sekarang." Ia mengemasi barangnya.
Hanabi agak terkejut ketika tiba-tiba saja Hanzo pamit. Padahal baru saja mereka seperti membangun keakraban. "Kamu ada kelas juga?"
Hanzo menggeleng. "Nggak. Aku hanya... ada perlu." Ia berdiri. Mata elangnya kini menatap lembut pada gadis itu. Seperti ia enggan beranjak. "See you, Hanabi." Tapi ia tetap berjalan setelah senyum tipisnya terurai.
"See you, Hanzo."
Hanabi hanya mampu menatap punggung Hanzo yang menjauh. Ia merasa aneh. Baru pertama kali tiba-tiba saja berkenalan dengan seorang pria. Kenapa Hanabi kecewa karena orang itu pergi?
Tapi senyum tipisnya... sepertinya Hanabi tidak bisa melupakan ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Shadows (Hanabi Hanzo Story) 21+
RomanceHanzo tidak pernah peduli dengan siapapun. Dia hidup untuk dirinya sendiri. Tapi semua berubah semenjak gadis cantik, polos, sekaligus seksi yang beberapa waktu lalu bertemu dengannya itu kini tengah menari dengan begitu seksinya di lantai dansa klu...