09. Anak Baru?

70 21 15
                                        

Bab IX
Anak Baru?

Sudah jam setengah tujuh, tetapi Hazika belum juga keluar dari kamarnya. Sejak subuh tadi, Hazika langsung kembali masuk ke dalam kamar, hal itu membuat Dewa khawatir. Dia takut, adiknya marah karena kemarin dia sempat mengabaikan Hazika.

"Mosok nesu? Lek nesu seharus e aku," gumam Dewa heran.

Jangan heran pada Dewa yang masih berpakaian santai, tidak seperti hari-hari biasa yang pasti sudah siap dengan seragam kerjanya. Karena hari ini dia mendapat cuti sehari
sebab sudah menggantikan tugas rekannya yang cukup penting.

"Ka! Hazika! Libur sekolah?" Dewa mengetuk pintu kamar Hazika.

"Iya Mas," sahut Hazika, tak lama setelah itu dia membuka pintu kamar. Dia keluar dengan penampilannya kali ini membuat Dewa pangling.

"Ini beneran adiknya Mas, nih?"

Hazika memasang ekspresi jengkel sambil manyun. "Kalau bukan Hazika, siapa? HANTU?"

"Mas, kan, nggak bilang begitu."

Hazika tersenyum penuh harap. "Menurut Mas Dewa, cocok nggak?"

Dewa tersenyum puas, "Cocok, makin cantik, adek e Mas."

"Makasih," jawab Hazika malu-malu. Jarang sekali dia mendapat pujian dari kakaknya ini, biasanya hanya memuji diri sendiri.

"Ayo, anterin!"

"Ke mana?"

"Ke sekolah, Mas."

"Loh? Kenapa nggak mangkat dewe?"

"Malu," cicit Hazika.

Dewa menggeleng pelan tapi tetap setuju. "Mas tak njikok jaket sek."

Hazika mengangguk dan menunggu Dewa di teras rumah. Dia belum mengenakan sepatu, dan saat dia selesai memakai sepatu, Dewa sudah siap di atas motornya.

"Ayo!"

Hazika berlari kecil mendekat pada Dewa, dia langsung naik ke boncengan belakang setelah menggunakan helm. Jangan tanya mereka menggunakan motor siapa? Tentu saja milik Hazika.

Seketika Hazika teringat terakhir kalinya Dewa mengantarnya sekolah. Kapan? Saat dia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, dia selalu di antar jemput oleh Dewa.

"Nggak malu diantar?" tanya Dewa, membuyarkan lamunan Hazika.

"Kenapa harus malu?" tanya Hazika bingung dengan pertanyaan yang di lontarkan sang kakak.

"Biasanya kan Hazika berangkat sendiri, sekarang malah dianter, sama cowok lagi."

"Biarin aja," jawab Hazika cuek. Dia tidak peduli dengan perkataan orang lain.

"Kalo dikira pacar gimana?"

"Ya nggak apa-apa. Yang penting Pradipta nggak boleh tahu," jawab Hazika.

"Pradipta lagi," Dewa mengernyit heran.

Ya, orang lain yang di maksud Hazika tentu saja kecuali laki-laki bernama Pradipta Pratama. Laki-laki yang sekarang namanya terdengar menyebalkan bagi Dewa.

Laki-laki pertama yang masuk dalam kehidupan adiknya. Mungkin belum, sebab yang Dewa tahu. Hanya cinta bertepuk sebelah tangan, tapi dia berharap adanya Pradipta bisa sedikit membuat Hazika menjadi perempuan yang lebih baik lagi. Walaupun secara tidak langsung.

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Apakah hanya perasaannya, atau memang hari ini sekolah terasa lebih ramai dari biasanya? Beberapa siswa terlihat sengaja berhenti di gerbang, melihat sesuatu. Namun, berbeda dengan Pradipta, dia lebih memilih melewati gerbang tanpa melihat ke arah kerumunan. Baginya, hal itu tidak penting, apalagi sudah hampir bel masuk sekolah.

Tepat saat Pradipta duduk di kursinya, bel sekolah berbunyi. Siswa yang berkumpul di pintu sekolah pun berlarian masuk ke kelas.

"Kamu harus lihat nanti," kata Arkan dengan napas terengah-engah.

"Penting?"

"Banget," jawab Arkan cepat. "Bawa minum nggak?"

Pradipta menyerahkan botol minumnya yang masih penuh. "Makasih," ucap Arkan, langsung meneguk setengahnya.

"Baru habis ngapain sih?" tanya Pradipta penasaran.

Namun, sebelum Arkan sempat menjawab, guru pertama sudah masuk ke kelas. Arkan pun mengurungkan niatnya untuk menjawab, sementara Pradipta merasa tidak masalah, karena bisa menanyakan lagi nanti saat istirahat.

Suasana kelas yang tadinya gaduh mulai tenang, dan pelajaran pun dimulai.

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Bel sekolah berbunyi dan Hazika panik.

"Mas, aku masuk dulu ya. Sana pulang lagi. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Tanpa sempat pamit dengan tenang, Hazika buru-buru masuk ke dalam sekolah. Dia tidak ingin terlambat di hari-hari awal sekolah, apalagi dia sedang mencoba mendekati Pradipta, mantan ketua OSIS.

"Semoga Pradipta nggak lihat tadi," harap Hazika.

Dia berlari cepat menuju kelas. Begitu sampai, teman-temannya memandanginya dengan tatapan heran.

"Anak baru?" tanya ketua kelas, mewakili rasa penasaran teman-teman lainnya.

"Aku Hazika, lah," jawabnya santai.

"Serius?" Akira mendekat, tak percaya. "Ini beneran Hazika?"

"Iya," jawab Hazika datar.

"Ehem!" Terdengar deheman dari pintu masuk, membuat semua siswa segera kembali ke tempat duduk masing-masing, termasuk Hazika dan Akira.

"Tidak dengar bel?" tanya guru dengan nada sinis.

"Dengar, Bu," jawab kelas X serempak.

"Lalu, kenapa masih ramai dan belum siap belajar?"

Kelas hening, tidak ada yang berani menjawab. Bu Siti masuk dengan wajah datar, meletakkan buku dan tas di meja guru.

"Sudah bisa dimulai?" tanya Bu Siti tegas.

"Sudah!" jawab seluruh kelas Hazika serempak, mereka sudah duduk rapi dan siap memulai pelajaran pertama.

Bu Siti mengangguk, lalu duduk di kursi. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."

"Ketua kelas, silakan pimpin doa sebelum pembelajaran," perintah Bu Siti.

"Sebelum memulai pembelajaran, berdoa sesuai keyakinan masing-masing, berdoa mulai!"

Semua siswa menundukkan kepala, berdoa dalam hati.

"Berdoa selesai."

Setelah berdoa, Bu Siti memulai pelajaran seperti biasa. Semua siswa memperhatikan, termasuk Hazika.

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Note :

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh guys!

Aku seneng, ternyata masih bisa update hari ini hehehe....

Ya walau jam update masih bisa nanti, tapi kalo kemalaman nggak asik. Kenapa? Ntar kalian malah turu lagi🤣

Wes wes wes ...

Sampai sini gimana? Menghibur nggak? Bisa loh kalian kasih aku saran, jika ada penulisan bahasa yang kurang pas apalagi aku pakai tiga bahasa hehehe

IG : @blueskynya_
Tiktok : @blueskynya

Embun Hazika✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang