Prekenalkan Aku Ratna Kasih Putri, banyak yang memanggilku Ratna atau Kutu buku, karena aku sering baca buku tiap jam istirahat, entah diperpustakaan atau dikelas.
Sama seperti sekolah pada umumnya, setiap hari senin pasti melaksanakan upacara bendera, mengenang masa pejuangan pendekar bangsa.
Tapi, bagiku atau para siswa yang lain pasti merasakan hal yang sama, malas rasanya untuk mengikuti upacara bendera.
"Ratna," kata Ebi yang berada didepanku setengah berbisik.
"Iya," kataku menjawab cowok yang setengah lekong tersebut.
"Kami sudah mengerjakan PR?" tanya Ebi dengan nada bicaranya sengaja ditekan agar terdengar seperti berbisik.
"Sudah, kenapa emangnya?" tanyaku balik.
Ebi membalikan badan tepat menatap kearahku dengan senyumnya yang menyebalkan, "Aku nyontek ya," katanya sambil mengerlikan mata sungguh menjijikan.
"Hemm," aku hanya mendehem mengiyakan apa yang dikatakan Ebi.
"Makasih, cantik," kata Ebi smabil menyolek daguku.
Sunggu menyebalkan cowok tersebut. Tapi jika dipikir-pikir dia teman terbaiku disekolah maupun diluar sekolah. Kami berdua memang dekat sejak awal masuk sekolah dan saat ini pas kelas dua belas juga masih satu kelas bareng, sungguh keberuntungan atau kesialan. Tapi jujur aku senang bisa kenal dengan Ebi, meski dia agak lekong tapi dia teman dekat dan terbaik pokoknya, kalau tidak ada dia entah siapa yang mau jadi temanku.
"Masing-masing pimpinan barisan membubarkan pasukannya," kata protokol pembaca susunan acara.
"Hah, akhirnya upacara bendera senin ini selesai juga," gumamku lega dan setelah barisan dibubuarkan langsung masuk kedalam kelas.
•••
Didalam kelas, seperti yang dikatakan Ebi sebelumnya jika ia akan mencontek tugas kemarin padaku. Sekarang cowok setengah lekong itu sedang konsentrasi mencontek tugas dari bukuku, lihat saja wajahnya! serius banget padahal hanya mencontek bagimana kalau disuruh mikir.
Sambil menunggu Ebi selesai тепсотек, ака mеngатон noverundalam tas ingin melanjutkan kisah cinta seorang guru dengan ibu polisi, ceritnya sungguh menggemaskan dan membuatku iri. Didalam ceritanya Pak Guru ini terkena tilang dijalan terus yang menilag itu Bu Polisi, terus berawal dari situ mereka berdua saling jatuh cinta. Sederhana banget ceritanya, namun mengesankan.
"Serius amat baca apa sih?" tanya Ebi padaku.
Masih menatap kearah buku laluku jawab apa yang dikatakan oleh Ebi, "Kalau dari bentuknya sudah tahu kan ini tuh novel," jawabku ketus.
"Iya, tahu novel... tapi ceritanya tentang apa," kembali Kata Ebi dan masih terus menulis.
"Udah nulis aja kamu nggak akan ngerti," kembali kata aku kepadanya Dan masih terfokus membaca novel.
"Cih, sok!" katus Ebi kembali.
Aku tidak begitu memperdulikannya dan terus fokus membaca Novel karena ceritanya masih asik. Apalagi ini adega cerita ketika Bu Polisi dilamar oleh Pak Guru, sungguh buat aku baper.
"Pak Hans... Pak Hans," kata Ebi panik degan gaya lekongnya dan yang paling mengesalkan ketika cowok tersebut lempar buku kearahku.
Agak sedikit risi dan mengambil buku lalu kutatap kedepan dan ternyata benar kata lekong satu ini jika didepa sana ada Pak Hans yang baru juga masuk.
"Selamat pagi," kata Pak Hasn membuka pertemuan.
"Pagi Pak," kata para siswa berbarengan.
Sebenarnya setiap kali mata pelajaran Pak Hans agak sedikit malas untuk mengikutinya, benar sekali karena ini adalah mata pelajaran matematika yang selalu membuat pusing karena belajar Matematika selalu memfokuskan pada pemikiran dan otak diperas habis, inilah alasan kenapa aku malas jika mengikuti mata pelajaran Pak Hans. Namun kenapa anak-anak yang lain suka jika mata pelajaran Pak Hans masuk, alasannya karena guru muda tersebut ganteng dan postur tubuhnya menarik perhatian.
Ah! padahal Novel yang aku baca tadi sedang nanggung banget, jadi semakin ingin membaca untuk dihabisin.
'Lebih baik aku baca saja ya' batinku smabil membuka Novel dan menaruhnya didalam kolong meja agar tidak ketahuan oleh Pak Hans jika aku sedang membaca Novel dan tidak fokus mata pelajarannya.
'Ups, romantis banget,' batinku ketika membaca novel dalam adegan yang begitu seru dan membuat pembaca akan seyum-senyum sendiri.
Sumpah sedar tadi aku membaca dan tidak pernah merasa bosan apalagi bete dalam membaca, malah semakin menarik dan seru banget bacaannya.
"Khem," terdengar suara laki-laki batu disampingku.
DEG...
Jantungku berdebar kencang ketika mendengar suara batuk yang lebih tepatnya suara yang seperti disengaja pura-pura batuk tersebut lebih mirip dengan suara Pak Hans. Menutup Novel dan langsung kulirik kearah sumber suara yang pura-pura batuk tersebut, ketika aku tengok ternyata benar itu Pak Hans yang tengah menatapku dengan exspresi wajahnya yang menegang.
"Mana novelnya?" kata Pak Hans sambil membukanya.
Aku mengeluarkan Novel tersebut lagi dari kolong meja dengan tubuh yang bergemetar.
"Sini!" kembali tegas Pak Hans.
Secara perlahan aku langsung menyerahkan novel tersebut.
DEP...
Pak Hans langsung mengambil Novel dengan secara langsung yang membuatku kaget.
"Sekarang keluar!" kembali suru Pak Hans tegas.
DEG... DEG... DEG...
Jantungku berdebar kencang dan semua siswa menatpku dengan tatapan yang menghakimi. Begitu juga dengan Ebi disampingku ikut menegang, wajanya juga terlihat panik.
"Keluar, atau Bapak coret dari daftar nilai semester ini," Pak Hans mengancam masih dengan exspresinya yang menegang.
DEG...
Jantungku masih belum bisa dihentikan untuk tidak lagi berdebar, dan kali ini air mataku seperti ingin menangis tidak tahan lagi untuk dikeluarkan. Namun aku harus mengikuti apa yang dikatakan oleh Pak Hans, berdiri dan langsung keluar kelas.
DRAP... DRAP... DRAP...
Kaki melangkah dengan gontai dan juga getar, apalagi ketika melihat tatapan mata dari para siswa yang lain terliha menegang, membuatku semakin ingin menangis rasanya.
Pak Hans juga berjalan mengikutiku dibelakang, lalu ketika aku sampai dengan pintu Pak
Hans menyuruhku agar berdiri disamping pintu, "Berdiri disini sampai mata pelajaran Bapak
selesai," kata Pak Hans menyuruhku dengan nada bicaranya yang menagang.
DEG... DEG...
Jantungku berdebar untuk kesekian kalinya, sungguh aku tidak bisa menutupi rasa gemetarku saat ini, karena aku baru melihat untuk yang pertama kalinya Pak Hans marah seperti ini, biasanya jika marah juga tidak semengerikan ini, namun kali ini Pak Hans benar-benar menakutkan.
"Tapi Pak, bagaimana dengan novelku?" tanyaku dengan bodonya.
Pak Hans semakin melotot lalu mendekatkan wajahnya meatap kearahku, "Masih kamu tanyakan soal novelmu itu!" tegas Pak Hans masih.
"I... Ya," kataku gugup sambil menganggukan kepala.
Sepertinya aku benar-benar bodoh, seharunya aku tidak perlu menjawab hal seperti itu karena yang ada akan membuat Pak Hans semakin marah.
"Heeh," gumam Pak Hans masih menatapku tajam dan wajahnya dekat banget denganku,
"Novelmu bapak rampas, dan tidak akan dikembalikan," tegas Pak Hans dengan tatapan matanya melotot.
DEEP...
"Heemmm," mulutku tertahan ketika secara tiba-tiba bibir Pak Hans menyentuh bibirku, karena tubuh guru muda tersebut terdorong siswa yang berlarian.
DEG...
Jantungku berdebar kencang ketika mata Pak Hans melotot dan saling tatap denganku.
Bersambung...
Hai
Ini cerita pertama aku, maaf kalo jelek
Abaikan typo dll.
KAMU SEDANG MEMBACA
simpanan guru [1821+]
Ficção Adolescente"Jangan kasih tahu siapa-pun soal ini! Aku akan bertanggung jawab, jika terjadi sesuatu padamu," Ratna tertunduk malu sambil menutupi tubuhnya dengan selimut, dan hanya bisa menganggukan kepala menjawab apa yang dikatakan Pak Hans. Pak Hans guru mud...