Pagi ini Davina sedang berjalan menuju ke sekolah. Sekarang ini Davina menduduki kelas XII SMA. Sepanjang pejalanan entah kenapa Davina merasa sangat senang. Davina berpikir bahwa dia pasti akan bertemu dengan laki-laki yang selama ini menjadi pujaannya. Laki-laki yang tinggi dan rupawan. Laki-laki tersebut adalah orang yang sangat Davina cintai dari kelas X dulu. Awalnya Davina tidak begitu mengenal laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut bernama Yuhendra, tetapi lebih sering dipanggil Hendra oleh teman-teman sekelasnya, termasuk Davina. Awal masuk sekolah, Davina tidak begitu memperhatikan Yuhendra jika sedang di kelas karena saat itu Davina sedang dekat dengan teman SMP-nya dulu. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, Davina mulai selalu memperhatikan Yuhendra. Hal yang awalnya membuat Davina tertarik kepada Yuhendra adalah saat Yuhendra menolong Davina yang saat itu kakinya terkilir. Mulai dari situ Davina dan Yuhendra pun berkenalan dan bertukar nomor ponsel. Davina yang memang pada dasarnya mulai tertarik pada Yuhendra pun sering menghubungi Yuhendra. Awalnya Yuhendra selalu bersikap acuh pada Davina, namun lama kelamaan sikap acuh Yuhendra mulai menghilang.
Hampir selama kurang lebih satu tahun Davina dan Yuhendra berteman baik dan mulai timbul rasa cinta pada diri Davina. Selama satu tahun itu, Davina dan Yuhendra mulai saling memperhatikan satu sama lain. Namun Davina tidak tahu bagaimana perasaan Yuhendra terhadap dirinya, Davina tidak memiliki keberanian untuk bertanya. Sampai pada tahun kedua mereka dekat, Yuhendra mulai membatasi diri dengan Davina. Yuhendra mulai Kembali seperti saat pertama kali Davina mengenal Yuhendra. Entah apa penyebabnya, Davina tidak tahu. Namun perubahan Yuhendra tersebut membuat hati Davina gelisah dan tidak tenang. Banyak pikiran-pikiran negatif yang muncul di kepala Davina. Sampai saat ini Davina masih tidak mengerti kenapa Yuhendra berubah.
Kembali lagi pada Davina yang sedang dalam perjalanan menuju sekolah. Saat sedang dalam perjalanannya, Davina melihat seorang laki-lagi berseragam SMA yang sedang duduk di sebuah gubug kecil. Laki-laki tersebut terlihat sedang mengusap hidungnya terus-menerus menggunakan kain. Davina yang memang penasaran pun mendekati laki-laki tersebut.
"Permisi mas, masnya tidak apa-apa?" tanya Davina begitu sampai di dekat laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut mendongak lalu tersenyum.
"Ah iya mba, saya......." Belum selesai menjawab, laki-laki itu terdiam. 'Davina.' Ucap laki-laki tersebut dalam hati.
"Loh Hendra. Kamu kenapa?" Tanya Davina panik, sebab saat ini dia melihat wajah Yuhendra yang sangat pucat, apalagi ditambah dengan hidung Yuhendra yang masih terus mengeluarkan darah. Yuhendra yang mendengar pertanyaan Davina pun tersenyum. Yuhendra mengelap kembali hidungnya yang dirasa masih dialiri darah.
"Santai aja. Aku gapapa kok. Ini cuma mimisan karena aku kecapean." Jawab Yuhendra dengan senyuman yang terpatri di wajah tampannya. Davina yang mendengar jawaban dari Yuhendra merasa kurang puas, hal itu karena wajah pucat Yuhendra dan hidungnya yang masih mengeluarkan darah.
"Hendra serius kamu gapapa? Soalnya wajah kamu pucet banget. Itu mimisannya juga belum berhenti." Raut wajah Davina sangat kentara bahwa Ia khawatir. Dia takut terjadi sesuatu dengan Yuhendra.
"Iya serius, kamu mending berangkat sekolah sekarang gih. Takutnya nanti telat, ini udah jam setengah tujuh." Jawab Yuhendra sembari tetap mempertahankan senyumannya, walaupun sekarang ini kepalanya terasa berat dan pusing. Yuhendra yang tidak ingin membuat Davina khawatir pun memilih untuk tetap tersenyum.
"Udah gapapa, ini sebentar lagi juga berhenti mimisannya. Tadi cuma lagi kecapean. Kamu duluan aja, kalau nanti mimisannya udah berhenti aku nyusul ke sekolah. Tapi kalau sampai jam tujuh lewat aku belum nyampe, tolong izinin ke guru ya." Lanjut Yuhendra saat Ia masih menagkap raut khawatir dari Davina.
Setelah melalui pembicaraan yang cukup lama, akhirnya Davina pun mau untuk pergi ke sekolah duluan, dengan syarat jika memang Yuhendra masih belum merasa baik, Yuhendra harus segera pulang ke rumah. Yuhendra yang merasa semakin pusing pun menyetujuinya. Akhirnya setelah Davina pergi, senyum yang sedari tadi dipertahankan oleh Yuhendra luntur, digantikan dengan wajah yang semakin pucat. Mimisan yang dialami Yuhendra sudah mulai berhenti, akan tetapi kepalanya masih terasa pusing. Yuhendra memejamkan matanya sebentar, kemudian berdiri dengan hati-hati untuk melanjutkan perjalanannya ke sekolah. Akan tetapi baru satu langkah berjalan, mata Yuhendra berkunang-kunang dan kepalanya semakin pusing.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot Story By Rienath
Short StoryBerisi tentang cerita-cerita pendek dengan genre yang tidak menentu.