Di sore yang sunyi itu, Jeffrey duduk di sofa abu usang nya dengan tablet di tangannya yang baru saja putranya Juna belikan beberapa waktu lalu, ditemani secangkir teh yang dibuat tadi oleh Rami yang nampaknya sudah mulai dingin.Wajahnya menatap layar tablet yang menampilkan salah satu media sosial, tempat ia dua hari lalu mengunggah foto lamanya bersama Rosie, wanita yang selalu menjadi bagian dari hatinya. Foto itu diambil ketika mereka masih kuliah di Sydney pada tahun 1980, ketika mereka menghabiskan akhir pekan di Opera House.
Tanpa disangka, unggahan sederhana itu menjadi populer. Ribuan, tidak! Jutaan orang yang tak mengenalnya ikut menyukai, membagikan, dan berkomentar di postingan tersebut, seolah menghidupkan kembali kenangan lama yang baginya sangat personal. Ada komentar dari orang-orang yang menanyakan tentang kisahnya dengan Rosie, tentang cinta yang pernah bersemi di antara mereka. Keberuntungan Rosie mendapatkan pria yang sangat mencintainya, padahal mereka salah, Jeffrey lah yang beruntung mempunyai Rosie dihidupnya.
Dipintu berdiri Rami dan suaminya memperhatikan kegiatan Jeffrey, mereka mengetahui perihal unggahan yang menjadi populer itu, menyadari betapa besar kenangan tentang Rosie bagi pria tua itu. Rami menghampiri Jeffrey dengan nampan berisi minum dan obat yang harus diminum Jeffrey, "Dad, waktunya minum obat." Ucapnya pelan, menyadari bahwa ayahnya itu terus saja diam memandang foto sang ibu, yang baru-baru ini dicetak ulang secara digital oleh suaminya.
Jeffrey mengalihkan pandangannya tersenyum kecil menerima obat yang disiapkan Rami "Terima kasih Rami." Ujarnya sembari mengusap kepala Rami pelan setelah meminum obatnya, sambil tersenyum, ia beralih menatap menantunya yang berdiri di pintu "Kapan kalian akan kembali ke rumah?"
"Apa yang daddy katakan ini kan rumah kita juga." Rami yang duduk dikursi kecil sembari memijat kaki Jeffrey, merengut tak suka
"Tentu, rumah ini milik kita bersama. Hanya saja, kalian juga punya tempat sendiri, rumah sendiri. Kalau kalian mengkhawatirkan Daddy, jangan risau... Daddy masih kuat." Ucap Jeffrey
"Sebentar lagi tahun baru ayah mertua, kami akan menghabiskan waktu di rumah ini." Jawab suami Rami "Baiklah aku mengerti." Jeffrey mengangguk.
"Setelah ini, mungkin kita bisa jalan-jalan sedikit, Dad? Udara sore sehabis hujan pasti sangat sejuk." tambah Rami dengan senyum sabar, berusaha membujuknya untuk melupakan kesendirian ayahnya itu.
"Baiklah, Yoshi akan ikut bersama bukan?" Jeffrey bertanya, pria berdarah Jepang itu hampir mengangguk sebelum Rami memotong "Tidak! Kita hanya akan berjalan berdua, biarkan Yoshi menjaga rumah dan cucumu yang tengah tertidur itu, dad!"
"Lagi pula sore ini kak Juan, kak Jerome, Rona dan Juna akan segera sampai. Aku akan menunggu mereka di rumah saja." Ucap Yoshi
"Wah kalian akan memenuhi rumah ditahun baru ini ternyata," Jawab Jeffrey menatap kembali foto Rosie di tablet nya sebelum mematikan benda tersebut "Daddy tidak sabar melihat ramainya rumah ini nanti malam oleh cucu cucu, ayo kita jalan sore, Rami." Jeffrey menghentikan pijatan Rami dan berdiri perlahan.
Saat ia berdiri, rasa syukur membanjiri hatinya. Harta dan keberhasilan yang diraihnya selama masa muda, perhatian penuh anak-anaknya, terapi, obat dan kelahiran cucu-cucu adalah penawar hari-hari Jeffrey saat menghabiskan sisa waktu dihidupnya, tapi di sisi lain hatinya yang paling dalam, ada ruang yang tak terisi dan kosong sejak Rosie pergi dari hidupnya.
*
╥﹏╥
Selamat menjalankan wajib militer Jae..
KAMU SEDANG MEMBACA
The Night We Met
RomanceNamun kini, aku tertinggal di sini, hanya menahan rasa sakit karena merindukanmu, menggenggam bayang-bayangmu yang tersisa dengan sia-sia. [3] Seri Lembaran Mimpi The Night We Met (Selesai ☑) piwuuxzy © 4 November 2024