chapter 4 : None of You

107 10 0
                                    

Korea, ...

Tahun itu menjadi tahun yang penuh duka bagi Jeffrey dan keluarga. Tepat di tahun pernikahan mereka yang ke-40, Rosie berpulang pada usianya yang menginjak 68 tahun, meninggalkan jejak cinta yang tak terhapuskan dalam keluarga bahagia mereka. Cucu pertama mereka dari Juan, yang saat itu berusia enam tahun, sempat mengenal dan merasakan kehangatan kasih sayang seorang nenek yang selalu menyayanginya sepenuh hati. Jeffrey, yang setia menemani Rosie sejak masa muda hingga tahun-tahun akhir hidupnya, kini harus belajar menjalani kehidupan tanpa belahan jiwanya.

Di hari-hari terakhirnya, Rosie masih menunjukkan senyum dan kelembutan yang selalu memikat Jeffrey sejak pertemuan pertama mereka. Mereka menghabiskan waktu dengan dikelilingi oleh anak-anak dan cucu-cucu yang selalu datang memberi semangat dan cinta. Jeffrey menggenggam tangan Rosie hingga detik-detik terakhirnya, memberikan kekuatan di saat-saat ia merasa lemah, seolah ingin mengatakan bahwa cintanya takkan pernah pergi, bahkan saat fisik mereka tak lagi bersama.

Setelah kepergian Rosie, Jeffrey menjalani hari-harinya dengan perasaan yang begitu kosong. Rumah yang dulu penuh tawa dan percakapan hangat bersama Rosie kini terasa sunyi. Ia menyimpan album-album foto mereka, yang sering ia buka bersama cucunya, dan dengan hati-hati menjaga setiap barang peninggalan Rosie yang mengingatkannya pada sosok cantik istrinya itu.

Setiap malam, Jeffrey mengirimkan surat untuk Rosie, menuliskan kenangan dan perasaannya yang terdalam. Dalam surat-surat itu, ia sering mengungkapkan betapa ia merindukan Rosie, menyatakan bahwa cintanya akan selalu ada, dan ia berharap bisa segera menyusulnya suatu hari nanti dan memeluk sang istri dengan erat. Meski berat, Jeffrey berusaha tetap kuat demi anak-anak dan cucu-cucunya, yang selalu menjadi penghibur dalam kehilangannya.

Dengan kenangan 40 tahun kebersamaan yang mereka miliki, Jeffrey melanjutkan hidup, merasakan Rosie selalu tetap ada di hatinya, menjadi cahaya dalam setiap langkahnya yang tersisa.

**

Korea, Masa kini

Jeffrey menjalani hari-harinya dengan ketenangan yang kerap terasa sepi. Setelah kepergian Rosie 15 tahun yang lalu, rumah yang dulu penuh tawa kini sering hanya diisi oleh suara angin dan detak jam. Anak-anak mereka dan cucu-cucu sesekali datang berkunjung, membawa keceriaan yang singkat namun berharga bagi Jeffrey. Walau mereka memperhatikan dan merawatnya dengan penuh kasih, tak ada yang mampu mengisi sudut kekosongan di hatinya, ruang kosong yang hanya bisa diisi oleh Rosie seorang.

Setiap malam, setelah menyelesaikan rutinitas hariannya, Jeffrey duduk di meja kecil dekat jendela kamarnya, mengambil kertas dan pena, lalu menulis surat untuk Rosie, rutinitasnya selama 15 tahun tanpa Rosie adalah menulis bagi Jeffrey. Surat-surat itu sederhana tapi penuh emosi dan harapan, Tulisannya selalu dimulai dengan sapaan lembut "Dear My Rosie…" dan berlanjut dengan cerita ntah itu tentang hari-harinya, kenangan yang masih ia ingat dengan jelas, dan perasaannya yang tak pernah berubah sedikitpun. Di sana, ia menceritakan kegiatannya, kelucuan cucu-cucu mereka, bahkan hal-hal kecil seperti aroma teh yang mengingatkannya pada waktu-waktu yang mereka habiskan bersama.

Jeffrey mengungkapkan rasa cinta dan kerinduannya melalui kata-kata menjadi caranya untuk berkomunikasi dengan Rosie, seolah-olah istrinya tetap ada berada di ruangan dimana ia berada, mendengarkan dan tersenyum padanya. Surat-surat itu ia simpan dengan rapi di laci, diikat dengan pita merah kesayangan Rosie yang ia temukan di kereta hampir 63 tahun yang lalu.

Meskipun ia tahu Rosie tak akan pernah membaca kata-kata itu, menulis surat memberinya perasaan tenang, seakan Rosie tetap berada di sisinya dan menjadi sebagian dari dirinya. Setiap malam, Jeffrey menemukan ketenangan dengan surat-surat itu, sejenak merasakan kehadiran Rosie yang selalu ia rindukan.

The Night We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang