Di malam sunyi itu Jeffrey duduk di sofa abu tuanya yang telah dipindahkan ke kamar di dekat jendela oleh ke 3 putranya beberapa waktu lalu, menatap keluar jendela dengan tatapan yang penuh ketenangan. Bulan bersinar terang malam ini, seolah memberi cahaya lembut yang mengiringi malam hening yang Jeffrey rasakan. Tubuhnya semakin melemah kini, nafasnya tak lagi kuat, tetapi ada satu hal yang masih ia lakukan dengan penuh kesungguhan—menulis surat untuk Rosie.
Di saat tangannya yang telah bergetar dan tak mampu, ia memegang pena dan selembar kertas yang telah menjadi teman setianya sejak kepergian Rosie. Setiap malam, ia selalu menuliskan perasaan terdalamnya, berharap surat-surat itu bisa sampai kepada Rosie, di mana pun ia berada.
Jeffrey menghela napas panjang dan mulai menulis perlahan, huruf-hurufnya agak bergetar.
Dear My Rosie
Ini adalah malam yang begitu tenang, lalu entah mengapa, aku merasa kehadiranmu begitu dekat saat ini sayang. Aku selalu membayangkan kamu berada di sampingku, mengusap sayang rambutku seperti dulu. Sudah bertahun-tahun sejak kamu pergi, dan aku disini selalu merasa rindu yang tidak akan pernah ada habis.
Malam ini, aku merasa lelah, Rosie. Sangat amat lelah menunggu hari di mana kita bisa bertemu lagi. Anak-anak kita sudah tumbuh sangat dewasa sekarang. Mereka kuat, mereka penuh cinta, persis sepertimu. Aku yakin kamu pasti bangga dengan mereka, bukan? Mereka mengajarkanku untuk terus bertahan hidup, walau tanpamu di sini. Mereka mengisi hari-hariku dengan kenangan indah lainnya bagiku.
Selamat ulang tahun istriku sayang, dimalam ulang tahun mu kali ini aku tidak membelikan kue lagi Rosie, maafkan aku. Aku tidak lupa sama sekali, namun Jeffrey mu ini sudah sangat lemah, aku tidak mau merepotkan anak-anak ku walaupun mereka tidak akan keberatan untuk membelikan ku kue untukmu. Tak apa jika kamu ingin memarahiku, datanglah malam ini ke dalam mimpiku, kamu bisa memukulku sepuasnya disana.
Rosie, aku sungguh ingin segera memelukmu. Setiap hari aku berharap, saat aku menutup mata malam itu kamu ada di sana untuk menyambut ku dan memelukku lalu berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Rosie, rasanya aku ingin kembali ke tempat dan waktu dimana aku pertama kali melihatmu, melihat seorang gadis cantik yang memiliki rambut keemasan di peron kereta yang tengah membaca buku dengan serius, aku ingin kembali ke masa masa muda kita dimana selalu dipenuhi akan cinta setiap harinya.
Terima kasih, Rosie. Atas cinta yang tak pernah habis. Terima kasih sudah menjadi bagian dari hidupku yang paling berharga.
Sayang... aku sangat mengantuk kali ini, maafkan aku tidak menuliskan surat yang panjang untukmu. Datanglah ke mimpiku malam ini, aku sungguh merindukanmu..
Dengan penuh cinta
Jeffrey JungSetelah menulis baris terakhir, Jeffrey menutup matanya perlahan merasakan air matanya menetes, menggenggam surat itu erat di dadanya dengan foto sang istri. Perlahan-lahan, ia menarik napas dengan damai, seolah-olah telah menemukan kebahagiaan dan kedamaian yang ia cari sejak kepergian Rosie.
**
Keesokan paginya, anak-anak Jeffrey datang terburu ke rumah saat tidak mendapatkan jawaban telepon dan tetangga yang bilang Jeffrey belum keluar rumah untuk berjemur pagi seperti biasanya.
Mereka menangis sedih menemukan ayah mereka dalam keadaan damai, telah berpulang dengan surat untuk belahan jiwanya di pelukannya, terduduk di sofa dimana Rosie pun berpulang di sofa tersebut, mereka memeluk tubuh Jeffrey yang telah damai.
"Daddy tidak daddy!" putri bungsunya Rami, menangis terisak.
Sementara Jerome langsung memeluk adik-adiknya bersama, berusaha memberi mereka kekuatan. Sementara Juan mengambil barang dan surat yang di peluk Jeffrey perlahan, seolah tidak ingin menganggu tidur lelap sang ayah.
Juan yang berusaha menahan air matanya, berkata dengan suara lembut kepada saudara-saudaranya "Daddy akhirnya sudah bisa bersama Mommy lagi. Ini adalah hal yang selalu ia rindukan selama belasan tahun. Sekarang mereka bisa bersama selamanya, di tempat yang lebih indah." Ucapnya bergetar "Daddy sudah terlalu lama memendam kerinduannya pada mommy, sudahlah." Juan berdiri lalu memeluk adik-adiknya yang bersedih.
Rona mengusap air matanya, lalu berkata dengan suara bergetar "Daddy pasti sudah bahagia kan sekarang, kak?"
Juan mengangguk sambil menenangkan "Iya, Rona. Daddy sudah lama menunggu saat ini. Mungkin, selama ini ia menahan rasa rindunya hanya demi kita. Sekarang ia bisa pergi dengan tenang, karena ia tahu kita telah baik-baik saja."
Juna si anak lelaki bungsu, membuka surat terakhir yang ditulis Jeffrey untuk Rosie. Mereka membacanya bersama, menahan tangis saat membaca kata demi kata penuh cinta yang diungkapkan ayah mereka untuk ibu mereka.
"Lihat," kata Juna sambil tersenyum tipis, meskipun matanya berkaca-kaca "Daddy selalu mencintai Mommy dengan sepenuh hati, sejak awal hingga akhir. Itu adalah cinta yang tidak akan pernah hilang."
Anak-anak Jeffrey dan Rosie saling berpelukan, merasakan kehilangan yang dalam, namun juga kebahagiaan karena tahu ayah mereka telah menemukan kedamaian bersama cinta sejatinya. Mereka berjanji untuk menjaga warisan cinta dari kedua orang tua mereka, meneruskan kenangan dan nilai-nilai yang telah diajarkan Jeffrey dan Rosie sepanjang hidup mereka.
Di malam yang sama, di bawah langit yang nampak kosong, hanya terlihat dua bintang yang bersinar-sinar disana. Mereka semua berkumpul di dekat jendela yang sering diduduki Jeffrey, memandangi bulan dan dua bintang itu sambil mengenang cinta tak berujung antara Jeffrey dan Rosie. Dihadapan mereka terdapat mungkin ribuan foto-foto kenangan kedua orang tua mereka sejak muda dulu dan juga surat-surat yang setiap hari Jeffrey tulis sejak Rosie pergi. Dan mereka tahu, di suatu tempat di alam lain, kedua jiwa yang saling mencintai itu telah bersatu kembali, bersama dalam keabadian.
~selesai
KAMU SEDANG MEMBACA
The Night We Met
RomanceNamun kini, aku tertinggal di sini, hanya menahan rasa sakit karena merindukanmu, menggenggam bayang-bayangmu yang tersisa dengan sia-sia. [3] Seri Lembaran Mimpi The Night We Met (Selesai ☑) piwuuxzy © 4 November 2024