Aroma manis mengisi tiap sudut dapur, harumnya menggugah selera siapapun yang menghirupnya. Loyang bulat baru saja di keluarkan dari oven berusia sepuluh tahun.
“Duh, kayaknya gagal lagi deh, kak.” Fritzie menyodorkan loyang berisi bolu yang ia panggang pada oven bersuhu 190 derajat. Dirinya sedang mencoba resep yang ia temukan di beranda sosial medianya.
Peralatan dapur tergeletak berantakan di atas meja, bubuk tepung berhamburan di sekitar wadah tempatnya menyatu menjadi sebuah adonan. Kini adonan tersebut telah terbentuk sebagai sajian manis pencuci mulut.
“Pasti takaran Adik ada yang salah, bolunya jadi bantat. Tapi rasanya lebih enak dari yang sebelumnya kok!” Komentar Freya setelah menghabiskan sepotong bolu di tangannya.
“Tadi tepungnya kebanyakan, Kak.” Fritzie berniat membuang seluruh bolu dari loyang tersebut, tampaknya ia tidak puas dengan hasil panggangannya.
“Eh, jangan di buang dong. Sayang banget, nanti coba celup di susu, pasti enak,” cegah Freya mengambil alih loyang dari tangan Fritzie. Menatanya satu persatu di piring putih, tidak ingin membuat Adiknya berkecil hati.
Gadis bermata kecil itu duduk di kursi sambil menonton aktivitas kakaknya, tangannya meraih kotak kecil berisi manisan yang Adelio terima dari seorang kurir tadi malam. Niatnya ingin mencicipi.
Kening Fritzie berkerut, tangannya merasakan energi negatif saat menyentuh kotak tersebut. Hal itu terjadi karena 2 kemungkinan, manisan itu mengandung racun atau terkontaminasi ilmu gelap dari seseorang yang berniat jahat.
“Abang Lio kebiasaan kalau beli sesuatu nggak dimakan langsung, jadi basi deh.” Fritzie menumpahkan seluruh isi kotak ke dalam tempat sampah, berkilah menghindari kecurigaan Freya.
Ia tak tahu apa yang akan terjadi jika salah seorang dari mereka menyantap manisan kering itu. Lebih baik mencegah alih-alih terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, pikirnya.
“Loh? Bukannya manisan nggak cepat basi?” Fritzie merutuki dirinya, ia salah memilih kalimat untuk beralasan.
“Ada jamurnya kak, mungkin Abang dikasih stok lama.” Freya ber-oh ria, selesai dengan aktivitas menyusun bolunya. Menadah tangan di wastafel berguyur air.
Fritzie menghela lega, meninggalkan Freya seorang diri di dapur. Kembali ke kamarnya untuk lanjut menata pakaiannya yang masih berantakan di koper.
Freya mengamati tempat sampah berisi manisan yang Fritzie buang. Mengambil sepotong manisan menggunakan jepitan yang biasa digunakan untuk menggoreng.
Kedua matanya terpejam, pikirannya berusaha menerawang mencari titik terang tentang kejanggalan yang terdapat dalam manisan tersebut. Salah satu ilmu alam yang Freya miliki adalah mampu melihat kejadian dimasa lampau.
Hal itu tidak mudah Freya lakukan, fokusnya terus terganggu oleh sesuatu yang menghalangi. Ia kesusahan untuk menyelam lebih dalam. Freya yakin pelaku dari kejanggalan ini memiliki energi lebih besar darinya.
“Fre?” Sang empu terperanjat ketika seseorang menyebut namanya. Freya hampir melayangkan jepitan ke arah Adelio, dirinya benar-benar terkejut.
“Abang! Bikin kaget saja,” protes Freya setelah membuang kembali manisan tadi. Melebarkan jaraknya dari Adelio.
“Lagian kamu ngapain melamun? Itu manisan yang Abang beli kenapa di buang?” Tanya Adelio mengintrogasi.
“Itu manisan nya berjamur, siapa yang mau makan kalau berjamur begitu,” ketus Freya, bukan saudara namanya kalau tidak mencetus sebuah pertengkaran.
Tepat satu hari yang lalu Freya kedatangan tamu bulanannya, ia memang susah untuk mengontrol emosinya pada masa itu. Hal kecil dapat membangkitkan amarahnya. Jika menghancurkan dunia semudah membalikkan telapak tangan, mungkin sekarang dunia sudah hancur berkeping-keping.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rhopalocera - On Going
FantasyTerlalu dalam dan tersembunyi, asing bagi seorang Amara Fritzie berada dalam ruang yang penuh dendam kesumat. Hanya kupu-kupu merah yang menjadi penerang antara Fritzie dan keluarganya. Dirinya terlambat menyadari keberadaan seorang penghianat, pul...