Lava menatap lekat sang ayah yang sedang menyisir rambutnya, "Kita mau ke mana, Pa?"
Yang di tanya masih diam, pria tinggi itu memilih untuk menyimpan sisir kemudian mengambil jaket untuk di pakaikan ke tubuh kecil putranya.
"Papa."
Mendengar rengekan dari Lava, Jordan lantas tertawa pelan. Dirinya meraih lengan kecil Lava untuk di tuntun keluar dari kamar, "Ke rumah Kakak. Sama kayak Ava, Papa juga belum minta maaf."
Papa juga belum ucapin terima kasih karena udah percaya sama Papa buat urus Ava.
Binar antusias terekam jelas di raut wajah Lava, hal itu tentu saja membuat Jordan tersenyum senang. Mereka melangkah menuju motor yang sudah Lauren antar kemarin.
Jordan menggaruk pelipisnya yang mendadak gatal saat memandangi motor besar miliknya. Pandangannya beralih pada sosok Lava yang tengah memainkan kancing jaket. Lava jelas sudah terlalu besar jika di dudukkan di bagian depan.
Pria itu berjongkok, menggendong Lava sebelum mendudukkan anak itu di bagian jok belakang, "Ava, selama di jalan nanti peluk Papa erat-erat, oke?"
Lava mengangguk patuh, anak itu mengeraskan tubuhnya sambil berpegang erat pada lengan Jordan saat sang ayah mendorong motor untuk keluar dari area rumah. Tubuhnya tetap diam saat Jordan pergi menutup pagar, namun, pandangannya menoleh ke arah rumah Kaviel yang terlihat sepi.
"Hey, jangan tegang. Papa bawa motornya pelan-pelan kok."
Lava mengangguk saja, kedua lengannya melingkar di pinggang besar sang ayah. Perlahan, motor mulai melaju di jalanan. Jordan benar-benar mengendarai motor dengan kecepatan pelan, bahkan satu tangannya terkadang mengusap jemari Lava yang tidak mampu memeluk seluruh pinggangnya.
Perjalanan yang seharusnya hanya satu jam menjadi kurang lebih dua ham perjalanan karena Jordan sangat berhati-hati. Motor besar itu berhenti tepat di sebuah rumah yang tampak sepi. Jordan turun dari motor kemudian ikut menurunkan Lava.
Pandangannya terjatuh pada rumah yang pernah menjadi tempat tinggalnya. Rumah itu sudah terkunci dengan plang bertuliskan RUMAH INI DI SEWAKAN yang sudah kembali terpasang apik tepat di pintu rumah.
Walaupun hanya sebentar, rumah itu mengukir cerita bagaimana ikatan keduanya terbentuk dan menjadi kuat. Rumah kecil itu menjadi saksi betapa mereka sama-sama berusaha untuk saling melengkapi.
Jemari besar itu menggenggam lengan kecil Lava lalu mulai melangkah memasuki area rumah milik seseorang yang selama ini menjadi sahabatnya.
"Kakak ada nggak, ya?" tanya Lava sembari mendongak.
Jordan menunduk sesaat, "Mungkin ada." Jika tidak salah perhitungan, seharusnya Anyelir sedang shift siang hari ini, itu artinya Anyelir masih berada di rumah.
Pria itu mengetuk pintu rumah beberapa kali, hinggq terdengar suara perempuan yang meminta mereka untuk menunggu sebentar. Pintu rumah terbuka, keduanya mematung secara bersamaan.
Jordan tersenyum getir saat melihat manik Anyelir yang mendadak berkaca-kaca, namun, segera gadis itu usap. Anyelir berjongkok, menyambut Lava dalam pelukan hangatnya.
"Lava, Kakak kangen banget," ucap Anyelir seraya mengecup kedua pipi bulat yang merona itu.
Lava tertawa kecil, "Ava juga, Ava kangen Kakak ... Ava juga belum minta maaf sama Kakak."
"Minta maaf untuk apa?" tanya Anyelir penuh kelembutan.
"Siapa, Dek?" Suara yang berasal dari dapur menginterupsi mereka untuk memusatkan perhatian pada sosok yang baru saja tiba.

KAMU SEDANG MEMBACA
BAD PAPA 2 [END]
Narrativa generale📌NOTED: Season kedua dari cerita BAD PAPA. Saya menyarankan untuk baca bagian pertama supaya nanti kedepannya tidak kebingungan. Enjoy this story', guys!! ... Keseharian Jordan dan putra kecilnya di rumah yang baru. Sebuah rumah sederhana, namun, p...