Bab 1-2

6.7K 17 0
                                    

1

Setiap lelaki pasti mempunyai tipe masing-masing untuk menilai lawan jenis dari segi bentuk fisik maupun masalah sifat itu sendiri. Entah itu lelaki dewasa ataupun lelaki yang masih bisa dibilang Bocah laki sekalipun. Ya, walau tak semuanya tapi melihat perkembangan anak zaman sekarang hal seperti itu sudah mulai umum dijumpai. Lihatlah seperti apa Sosial media sekarang. Banyak anak-anak yang Toxic dan bahkan cara bicaranya di komen terbilang cabul.

Untuk identitasku, aku terlahir dengan nama Bagas Setiawan, nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku. Usiaku sendiri kini sudah menginjak umur 18 tahun. Ya masih sangat Berondong gini lah. Wajah ganteng terkesan gemesin. Hahaha... Aku sekarang duduk di kelas 2 SMA di salah satu sekolah negeri yang normal di kotaku yang tercinta ini. Mengenai berapa anggota saudaraku di sini? Jawabannya tak ada karna aku memang terlahir di posisi pertama dan sampai sekarang impian untuk mempunyai adik seperti teman-teman yang lain hanyalah angan belaka.

Karna aku masih berstatus pelajar, maka aku masih tinggal bersama orang tua. Sosok perempuan yang melahirkan serta membesarkanku dengan penuh kasih sayang dan lembutnya bernama Yuli Novianti. Ibuku usia 35 tahun. "masih muda dong padahal aku aja udah umur 18 tahun". Ya itu terjadi karna ibu dan ayah menikah di usia dikarenakan saat berpacaran dengan ayah, ibu hamil. Ya gitu lah, aku juga taunya dari cerita kakek.

Sering aku dengar jika orang-orang berbisik bahwa ibuku terlihat awet muda dan ya itu memang benar. Paras wajahnya juga cantik dan badanya pun sangat ideal untuk kaum hawa. Maaf...payudaranya terlihat membusung dengan indah nan sekal. Aku juga pria biasa yang dimana rasa nafsu kadang muncul saat melihat kemolekan tubuh ibu tapi semuanya ku tepis karna teringat bahwa dia adalah ibuku sendiri.

"nak, tolong angkatin jemuran ya", salah satu momen yang biasanya membuat diriku senang dikala ibu mengirimkan chat demikian saat telat pulang. Oh iya, ibuku ini seorang guru dan pas juga bahwa ibu mengajar di sekolahku juga.

Dengan mengangkat jemuran diriku bisa melihat pakaian dalam ibu yang sedang dijemur sejak pagi hari. Sering kali setan menempeli otakku serasa menyuruhku untuk mencium Bra serta celana dalamnya sampai ku jilat-jilat dengan rakus serta ku masukkan lalu ku oleskan di dalam selangkangkanku sambil membayangkan hal tak senonoh dan kurang ajar dengan wajah ibuku yang sedang berada di bawah sana. Pakaian dalam yang awalnya sudah kering menjadi basah akibat jilatanku, bau detergen mulai berbaur serasi dengan bau selangkanganku. Tak jarang setelah aku melakukannya, aku langsung taruh pakaian dalam ibu seperti tak terjadi apapun. Bra maupun celana dalam yang ku nodai itu berujung dipakai oleh ibu dan sensasi yang kurasakan saat membayangkan sungguh sangat terasa nikmat.

Aku tergesa-gesa keluar dari kamar dengan baju yang dikeluarkan serta dasi biru belum aku pasang dan sepertinya pagi ini aku bangun lebih siang daripada hari biasanya dimana saat aku sampai ruang makan, aku tak lagi menjumpai ayah sarapan. Ku palingkan sedikit pandangan mata ini lalu mataku langsung menangkap sosok ibu yang baru saja dari dapur habis mencuci piring lengkap dengan pakaian cokelat PNS nya serta Jilbab minimalis yang senada.

Dalam hati aku bergumam gemas melihat ibuku. Sungguh beruntungnya diriku bisa memiliki ibu sepertinya, pagi-pagi sudah dikasih sarapan berupa pemandangan yang bikin melek mata. Payudaranya yang sekal itu tercetak bulat dengan jelas di balik seragam yang ia pakai. Rasanya jika aku menjadi ayah, aku akan memeluknya dari belakang dan kedua tanganku ini meraih bukit kembarnya itu lalu meremasnya. Sialan! Membayangkan saja sudah membuat kontolku mengeras!

"kebiasaan kan kalo bangun kesiangan", ujar ibu saat diriku hanya berdiri mematung melihatnya.

"hey! Pagi-pagi sudah kesambet kamu. Ini sarapan dulu biar fokus belajarnya sama biar kuat staminanya kalo dihukum". Ya sudah biasa juga aku dihukum karena kesiangan masuk. Ibuku bukannya masa bodo, ia sudah memarahiku berulang kali tapi sepertinya ibu sudah mulai capek jadinya omelannya pun sudah mulai tak ia keluarkan.

Perubahan IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang