Hari menunjukkan pukul sebelas malam saat Jihye menutup mini market tempatnya bekerja paruh waktu. Saat itu hari sabtu dimana muda mudi sedang menghabiskan waktu untuk bersenang-senang. Namun bagi Jihye akhir pekan adalah waktunya ia menyusun snack di etalase, mengisi stok minuman di lemari pendingin, mengelap jendela toko, dan berbagai pekerjaan lain yang membantunya mendapatkan uang.
Beberapa murid yang baru lulus seperti Jihye mungkin sedang belajar dengan giat untuk ujian masuk ke universitas. Sebagian lainnya mungkin menghabiskan waktu bersama sahabat di karaoke atau cafe lucu. Sedangkan yang mungkin bagi Jihye adalah belajar di sela-sela waktu bekerja. Sedikit berharap bahwa belajar sesempatnya ini mampu membantu otaknya yang tak pintar untuk masuk ke universitas. Sedangkan upah kerjanya dapat ia tabung untuk biaya kuliahnya.
Sebelum beranjak meninggalkan toko ia menghibur diri dengan menyeduh mie instan. Malam itu terasa dingin jadi ia merasa perlu untuk menghangatkan tubuh sebelum berjalan pulang ke rumah. Tudung jaket menutupi kepalanya dengan baik sampai seseorang yang ia kenal berjalan melewatinya tanpa menoleh. Dia Karina, pernah menjadi teman sekelasnya. Rambut hitam panjangnya menjuntai cantik, aroma wangi tercium begitu ia melintas, celana jeans panjang dan kaos turtleneck warna marun begitu kontras dengan kulit putihnya. Jihye cukup bersyukur dirinya tak dikenali, melihat pakaiannya yang begitu lusuh tidak akan cocok jika berhadapan dengan Karina yang sempurna. Ia akan terlihat seperti itik buruk rupa yang dipungut tuan putri.
Belum sempat ia menyuap mienya lagi, ia melihat seorang pria berusia sekitar setengah abad berjalan melewatinya. Matanya tak sengaja menangkap ekspresi pria itu, terlihat fokus akan sesuatu, bahkan jika diperhatikan lagi mata Jihye tertuju pada sesuatu di kakinya. Sebuah gelang kaki khusus untuk residivis atau mantan narapidana yang sedang diawasi kepolisian. Jihye tidak ingin berpikir buruk, tidak ingin ikut campur urusan orang lain. Namun hatinya tergiring untuk terus merasa waspada. Lebih dari itu, semua pikiran buruknya terus membuatnya gelisah.
"sial"
Jihye menghabiskan semangkuk mienya dengan cepat. Membereskannya, dan pergi dari sana. Lebih tepatnya, memastikan apa yang dipikirannya hanya omong kosong. Tapi melihat jalanan yang cukup lengang dan trotoar yang sepi membuat dirinya begitu ragu tidak terjadi apa-apa. Terlebih Jihye kehilangan jejak mereka. Jika terjadi sesuatu ia akan menyesal. Disiapkan ponselnya dalam kantung hoodie untuk melakukan panggilan darurat. Setidaknya itu hal pertama dan paling aman yang bisa ia lakukan.
Sudah tiga menit ia berjalan- setengah berlari. Namun sama sekali tak menemukan jejak mereka. Kakinya berhenti. Jihye mencoba berpikir, mendengar, atau melihat ke segala arah yang mungkin dilalui. Kegelisahannya memuncak, mencoba mengingat jalan buntu, tempat sepi, atau wilayah tanpa kamera pengawas di sekitar sini. Jihye sedikit hafal daerah ini, namun tentu tidak untuk Karina. Meski ia yakin Karina tidak selemah kelihatannya. Tapi hal itu tidak mengurangi kecemasan Jihye. Tanpa sengaja kakinya terus berjalan mengikuti insting. Hingga berhenti di depan toko yang kosong sejak beberapa minggu lalu. Awalnya bangunan itu adalah petshop, namun kini yang tersisa hanya poster di tembok.
Jihye ragu mereka ada di sana. Tapi melihat pintunya terbuka membuatnya penasaran. Tidak ada waktu lagi, ia harus mencari Karina sebelum terjadi hal yang tak diinginkan. Jika tak ada di sini maka ia harus mencari ke tempat lain. Jihye mencari ke setiap ruangan. Kecurigaannya menjadi benar ketika mendengar teriakan dari lantai dua.
Tak ada sedikit pun keraguan untuk berlari menolong. Karina ditindih dengan rambut dijambak. Lengannya berdarah. Sedangkan pria itu membawa pisau dan mengacungkannya tepat di depan wajah Karina.
Jihye yakin dia tak memiliki bekal beladiri yang cukup baik. Namun dengan spontanitas dalam keadaan darurat dan terancam, mentalnya menjadi begitu berani. Setidaknya cukup berani untuk menendang wajah pria tua itu hingga tersungkur dan menyingkir dari Karina. Tidak ada benda apapun di sana yang bisa membantu Jihye melawan pria besenjata tajam selain sebuah kursi usang yang perlu diragukan kekuatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Agent, Lee Jeno.
Fanfictionan agent who pretend to act as a spy for one country or organization while in fact acting on behalf of an enemy.