Dengan hati-hati, Eleonora merangkak mundur, berusaha menjaga dirinya tetap tersembunyi di balik semak-semak. Setiap gerakan yang ia buat terasa seperti taruhan.
Sedikit saja kesalahan bisa berakibat fatal. Suara bandit semakin dekat, membuatnya semakin cemas. Ia merasakan ketegangan di seluruh tubuhnya, namun ia tahu ia harus tetap tenang.
Ketika suara mereka semakin mendekat, Eleonora melihat kesempatan muncul. Di sisi lain dari semak-semak itu, ada sebuah celah kecil yang mengarah ke arah hutan yang lebih dalam. Jika ia bisa mencapai sana, mungkin ia bisa menemukan tempat yang lebih aman.
Ia menahan napas dan mengambil keputusan. Dengan cepat, ia bergerak ke arah celah tersebut.
Namun, saat ia hampir mencapai celah, salah satu bandit tiba-tiba berbalik dan melihat ke arah semak-semak. "Hei! Apa itu?" teriaknya, suaranya menggema di antara pepohonan.
Jantung Eleonora berdetak cepat. Tanpa berpikir panjang, ia melesat menuju celah dan masuk ke dalam hutan yang lebih dalam. Ia berlari sekuat tenaga, meskipun kakinya terasa lelah dan otot-ototnya mulai memberi perlawanan. Ia tidak bisa berhenti sekarang, hidupnya tergantung pada keputusannya.
Dari belakang, ia mendengar teriakan bandit yang mulai mengejarnya. "Kejar dia! Jangan biarkan dia lolos!"
Eleonora terus berlari, melompati akar-akar pohon dan menjelajahi jalan setapak yang sempit. Ia berusaha mencari tempat yang bisa ia gunakan untuk bersembunyi, namun hutan terasa asing baginya. Suara langkah kaki di belakangnya semakin mendekat, dan ia tahu waktu semakin menipis.
Akhirnya, ia melihat sebuah pohon besar dengan cabang-cabang yang lebat. Tanpa ragu, ia berlari ke arah pohon itu dan mulai memanjat. Ketinggian memberikan sedikit rasa aman, setidaknya untuk sementara waktu.
Dengan cepat, ia bersembunyi di antara cabang-cabang, berusaha menenangkan napasnya yang tersengal-sengal.
Dari atas, ia dapat melihat para bandit mendekat. Mereka tampak frustrasi, mengamati sekeliling seolah-olah mencari keberadaannya.
"Dia harusnya di sini! Cari disemua tempat!"
Keringat dingin mengalir di pelipis Eleonora. Ia berdoa agar mereka tidak melihatnya. Dia hanya bisa berharap bahwa cabang-cabang pohon itu cukup kuat untuk menahan tubuhnya.
Bandit-bandit itu mulai mengelilingi pohon, mencoba mencari jalan. Eleonora menahan napas, berusaha tetap diam dan tidak membuat suara. Dia tahu jika mereka menemukan dirinya, semua usaha dan perjalanan yang telah dia lakukan akan sia-sia.
Setelah beberapa saat, para bandit tampaknya mulai kehilangan harapan. Mereka berbicara satu sama lain, saling berdebat tentang apakah mereka harus melanjutkan pencarian atau kembali ke kereta kuda. "Kita tidak bisa membuang waktu di sini," salah satu dari mereka berkata, tampaknya sudah putus asa.
Ia bernafas sejenak, berusaha menenangkan jantungnya yang masih berdegup kencang. Tak terbayang olehnya jika ia bisa memanjat pohon setinggi ini dan bersembunyi dengan begitu cepat. Mungkin karena insting bertahan hidup, tubuhnya bergerak tanpa pikir panjang saat situasi genting itu muncul.
Eleonora mengingat kembali perjalanan yang telah dilaluinya. Selama ini, ia terbiasa hidup dalam perlindungan dan kenyamanan istana, tidak pernah merasa terancam seperti saat ini.
Kini, ia menemukan kekuatan dan keberanian dalam dirinya yang sebelumnya tak pernah ia sadari.
Setelah merasa cukup tenang, ia mulai menilai situasi. Ia harus melanjutkan perjalanan, namun hutan ini terasa lebih berbahaya daripada yang ia bayangkan. Jika ia bertemu bandit lagi, ia perlu memiliki rencana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love letter Eleonora || Tamat
FantasyEleonora Octavia, gadis cantik jelita dengan hati suci, tak pernah menyangka hidupnya akan terjerat dalam pusaran cinta terlarang. Kehidupannya yang sederhana dan damai seketika sirna saat ia diculik para prajurit istana dan dipaksa menjadi selir sa...