'⁰¹'I Hate Being Lonely'

5 1 0
                                    

VOTEE BIAR AKU NGGAK SIA-SIA UPDATE STORY!!!!!!

_________





Pada dasarnya aku tidak suka mengusik siapapun yang berada didekat ku, aku tidak suka tempat ramai, sialnya, aku berhadapan dengan keadaan kelas yang berada di jam kosong, heran, namun ini lah kenyataannya, bersekolah di label sekolah "negeri". Walau ada plus dan minus nya, namun aku tidak suka, bukan tipe ku, gurunya niat kerja atau nggak, kalau isinya setiap hari jam kosong terus.

Seperti biasa, aku memilih untuk keluar dari kelas, pusing mendengar celotehan di dalam sana, dari ujung hingga ke ujung kelas, ramai nya tidak ampun.

Aku memutuskan untuk masuk ke perpustakaan, meski tak begitu besar, perpustakaan disekolah ini cukup nyaman, AC nya dingin, bahkan lantainya sudah full carper, meja-meja pun tertata rapi, ya, aku selalu mengunjungi tempat ini, sampai penjaga perpustakaan ini hafal dengan wajahku, namun tak ku hiraukan, aku tetap pada kepribadian ku yang diam dan malas bersosialisasi dengan orang lain.

Terkadang aku kemari sekedar membaca buku novel, kalau nggak ada yang asik, aku memilih untuk bermain ponsel, untung-untung numpang Wi-Fi gratis, dan juga aku bisa sampai tertidur pulas di ruangan yang dingin ini.

Hari ini, tak ada buku yang menarik hati ku untuk membaca, akhirnya aku memutuskan untuk bersantai berbaring di bawah dengan bantal empuk yang disediakan, tak jauh dari posisiku rebahan, di meja sebelah aku menangkap seseorang yang tak asing di mataku, aku menatapnya begitu lekat hingga aku tersadar, gadis itu menunduk lama, ia terisak, entah apa yang terjadi, namun tak ada satupun buku yang ia pegang, ataupun ia baca.

Setelah ku teliti lagi wajahnya, pantas saja aku merasa tak asing, ia adalah salah satu siswi di kelasku. Ya, aku tak penasaran lagi, mungkin ia juga tidak suka keramaian di dalam kelas yang sudah kacau balau itu, ia adalah Meisya.

Aku sudah lama mengamati gadis itu, aku terkejut saja pertama kali melihatnya menangis, dan secara diam-diam, sendirian di dalam perpustakaan. Sebab, dia yang normal ku lihat dikelas selalu tersenyum ceria dan penuh bahagia, ia terlihat sangat mudah bersosialisasi dengan orang lain, bahkan teman sekelas pun banyak yang menyukainya, tapi, tak semua, terkadang aku tak sengaja terdengar obrolan buruk tentangnya dari murid lain dikelas.

Akhir-akhir ini pun, aku banyak melihat sisinya yang menyedihkan, aku sering memergokinya menangis diam-diam entah itu dipojokan kelas, di ujung sekolah, bahkan sekarang secara terang-terangan di dekatku, di perpustakaan. Aku tidak tahu apa sebenarnya yang ia alami, aku hanya sekadar teman kelas yang jauh tak kenal mendalam.

Aku bukanlah seorang yang ahli dalam membaca suasana, atau pun perasaan, ya tentu saja, aku bukan cenayang, aku bukan peramal, tapi, aku sungguh penasaran dengannya, aku penasaran apa yang terjadi padanya, tapi diriku terlalu gengsi untuk melakukan hal seperti itu, menanyakan keadaan, atau bahkan seperti mengasihani.

Sial, tiba-tiba saja, gadis itu menatapku, aku terpanah, tatapan mata nya yang masih berkaca setelah menangis, hidungnya yang sudah merah pudar akibat tangisannya, matanya sembab, entah mengapa hati ku seakan tersentuh hanya dengan melihat tampaknya yang menyedihkan. Gadis itu tersenyum, terpanah pandanganku ke arah nya, cantik, indah, kemana saja aku selama ini..

"Hi.." Ia melambai tangannya perlahan, menyapaku ragu.

Dengan percaya diri aku mengangguk perlahan, sudut bibirku terangkat sejenak, dan aku memalingkan pandanganku darinya, tidak kuat menatapnya lama, ia terlalu indah untuk ditatap kedua mataku yang sial ini.

"Jovan kan?" Tanya nya memastikan, aku mengangguk mengiyakan pertanyaannya, meski kami berdua satu kelas, kami sama-sama memiliki kepribadian introvert, bedanya, Meisya terkadang tak sediam itu di kelas, melainkan aku yang selalu menyendiri dan diam di dalam kelas.

Ya, jujur saja, aku juga selalu memperhatikan gadis ini didalam kelas, entah mengapa hatiku rasanya selalu refleks ingin mengintainya dari kejauhan, apa yang ia lakukan, gerak-gerik apa yang ia buat, dan apa yang ia rasakan saat itu juga, entah kebetulan apa sekarang aku bisa bertemu sedekat ini dengannya, apa tuhan memang sudah menakdirkanku dengannya? Aduh, pikiranku mulai melayang kemana-mana.

"Kamu suka ke perpustakaan juga ya waktu jamkos?"

Lagi-lagi aku hanya mengangguk, tetapi ia tetap tak menuntutku untuk menjawab dengan lisan, ia justru mengangguk sembari tersenyum menatapku, rasanya sejuk seketika, hati ku yang awalnya gelisah, setelah melihatnya semua menjadi lebih bugar, tatapannya dalam, senyumnya indah, cara bicara yang lembut, membuat nyaman seketika.

Ia menghelas napasnya berat, kemudian menatap ke arah langit-langit plafon. "Berisik ya di kelas, aku juga lebih suka menyendiri dari pada harus menghadapi ramainya orang-orang bercelatuk sana-sini."

Tersentak aku langsung menatapnya, kami baru saja berdekatan, ia sudah berbicara hal seperti itu denganku.

"Tapi anehnya, aku nggak suka merasa kesepian, kosong, hampa, dan sakit di dada."

Aku menatap nanar ke arahnya, wajahnya mudah ditebak, ia begitu lelah, lelah dengan hidup yang ia jalani sekarang, dan benar apa yang ia katakan, aku juga tidak suka kesepian, rasanya sangat mematikan, menyendiri itu menyenangkan, sebab keinginan kita untuk tidak bertemu atau berinteraksi dengan orang lain. Jika kesepian, tentu, itu hal yang menyakitkan bagi manusia, benar, kosong dan hampa, seperti tidak ada sesiapapun yang menyadari keberadaan kita didunia ini, hanya sebatas angin lewat yang tak ada apa-apanya.

"Jovan, aku tahu betul kamu berteman dekat sama Teo, boleh aku jujur sesuatu nggak? Mengenai Teo."

Pembahasan yang tidak aku harapkan, tiba-tiba saja ia menanyakan soal laki-laki itu, pemuda yang ia sukai, ia jatuh cinta dengan laki-laki itu, meski ia sudah ditolak mentah-mentah, gadis itu masih memaksakan diri untuk tetap dekat dengan Teo, seperti sebagai teman dekat.

Namun, ada hal yang membuatku benar-benar sakit hati rasanya, Teo terang-terangan beranggapan padaku mengenai Meisya, pemuda itu jujur tidak suka dengan gadis itu, walau hanya diajak berteman, ia tetap tidak suka, ia kerap menolak dengan kasar, atau bahkan membully gadis itu agar Mei kapok dan tidak lagi dekat dengannya.

Tapi pada dasarnya cinta itu buta, apalagi bagi kami remaja SMA, yang notabenenya masih labil dalam segala hal, belum mudah untuk memutuskan sesuatu, itu lah, cinta monyet.

"Aku suka Teo sejak lama, tapi, kamu tahu? Aku sempat menyatakan perasaanku melalui WhatsApp, ya, dia menolak. Aku mengajaknya berteman pun, ia tetap tidak mau, aku bingung, mengapa? Apa aku tidak pantas untuk mendapatkan cinta?"

Gadis itu terlalu lugu, rasa kasihan pada diriku seakan-akan muncul, aku belum pernah merasa tidak tega sebesar ini pada seseorang. Andai kau tahu, dari lubuk hati ku yang paling dalam, aku menyukaimu, kamu, yang dibutakan cinta.

"Jauh-jauh dari Teo! dia anak nggak bener!"













'Bersambung'




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐵𝑒𝒶𝓊𝓉𝒾𝒻𝓊𝓁 𝒮𝑜𝓁𝒾𝓉𝓊𝒹𝑒 | short story | ᵂᵒˡᶠⁱᵉᵇᵉᵃʳTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang