...
"Tolong aku, Ash!"
Suara itu terdengar lirih, memohon bersama mata memerah basah penuh kegelisahan. Putus asa sekali sampai harus meminta-minta berulang kali supaya dikabulkan. Ashley menghela nafasnya berat, menatap ke arah Katie yang sedari tadi menunggu jawaban darinya. Permintaan yang cukup gila dari sang adik, pertaruhan besar di dalamnya jika gagal.
"Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus menemui pria itu lalu berkata bahwa adikku menolak perjodohan tapi tidak berani pada ibu, jadi tolong anda saja yang batalkan. Begitukah?" Ashley membalas sambil berkacak pinggang.
"Terserah padamu saja."
Katie bicara sambil membaringkan tubuhnya di sofa dengan jauh lebih santai. Dia tahu bahwa Ashley pasti bersedia membantu, sudah terbaca dari raut wajah. Lagipula sejak tahu dia akan dijodohkan, Ashley sempat menentang dan beradu argumen dengan sang ibu. Namun sekali lagi, ibu mereka pemenangnya. Katie tetap dipaksa untuk bertemu muka pria itu satu kali tempo hari sebelum melanjutkan pembicaraan serius ke depannya.
Ashley tidak menyukai ini semua. Perjodohan dengan dalih agar mendapatkan hidup bahagia baginya adalah omong kosong. Dirinya sendiri adalah contoh kegagalan ide tersebut. Dirinya sudah bercerai dengan pria yang dulu dijodohkan oleh ibunya saat ia seusia Katie. Pernikahan yang awalnya terasa baik-baik saja meski harus membangun perasaan cinta dari awal di kemudian hari membuat Ashley merasa terbebani. Ashley tidak ingin adiknya mengalami keadaan serupa, apalagi Katie diketahui sudah punya kekasih.
"Apa kesanmu tentang dia?" Ashley ingin tahu.
Sesaat raut wajah Katie berubah, antara senyum tapi juga ringisan pelan. "Dia tampan, demi Tuhan! Persis seperti pemeran pria utama di beberapa manhwa yang suka kita baca. Kaya sudah pasti dan berpendidikan. Hanya saja, aku merasa dia dan aku tidak akan satu frekuensi dalam hubungan. Terlebih tidak ada cinta. Aku tidak bisa menerima itu, Ashley."
"Baiklah aku akan bicara pada pria itu. Seharusnya membatalkan perjodohan adalah hal yang tidak sulit untuknya. Kau bisa atur pertemuan untuk aku dan dia?"
"Kebetulan kami akan bertemu besok siang di Plaza Utara. Pukul dua siang. Apa kau bisa?"
"Akan kuusahakan sebab itu dekat sekali dengan jam pulang kerjaku."
"Bagaimana jika kuminta waktu yang lain saja? Jangan memberatkanmu ... " ucapan Katie terputus ketika Ashley menyentuh lengan adiknya itu sambil tersenyum dan menggeleng perlahan.
"Jangan khawatirkan apapun! Aku menolongmu juga karena aku ingin. Karena kau adikku, karena aku tak suka dengan ide kolot ibu kita, dan juga karena aku tidak ingin kau melepaskan apa yang kau sukai hanya untuk memuaskan orang lain. Hidupmu masih panjang, kau baru berusia seperempat abad dengan banyak hal menyenangkan yang harus kau lakukan. Jangan membebani dirimu."
Senyap datang setelahnya, dua pasang bola mata itu bertemu dan saling bicara meski tanpa suara. Ashley dan Katie bukanlah dua bersaudara yang kerap menempel dan bercanda tawa. sejak kecil keduanya cenderung berjarak, tidak suka mencampuri, cuek, dan mungkin jauh dari pertengkaran karena sikap mereka seperti itu. Ada saat dimana saling mencemaskan dan memikirkan, berharap satu sama lain tidak menderita meskipun tidak melalui banyak drama kata-kata. Katie tahu bahwa Ashley sangat mewanti-wanti agar dia tidak menjadi seperti kakaknya itu yang kini hidup melajang setelah gagal pada pernikahan yang dipaksakan ibunya. Katie tahu seberapa sulit hidup Ashley saat ini meskipun Ashley jarang membicarakan keluhan di hadapannya. Kakak perempuannya cukup ekspresif tanpa kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Actually I'm in love
FanfictionTidak ada tujuan khusus, hanya bertumpu pada istilah simbiosis mutualisms saja. Demikian yang diucapkan ketika semua bermula, baik Jaden dan Ashley setuju. Barter untuk kesenangan dan kenyamanan. Sementara atau tanpa batas waktu, entahlah. Mereka pu...