3

189 20 317
                                    

Originally written by Yuan_soo

==========================================

Sierra menatap penasaran. Pria tampan yang kini sedang duduk di depannya ini sungguh berbanding terbalik dengan si pencuri tampan yang ia temui di supermarket tadi. Dari caranya menautkan kedua tangan, terlihat sekali bahwa si tampan itu sedang gugup. Menggemaskan, tapi Sierra tak boleh lengah.

"Kamu–"

"Kamu yakin kita udah saling kenal sebelumnya?" Sierra memotong kalimat pria itu, membuat mata mereka seketika bertemu. Mata yang sesaat lalu terlihat gugup menatapnya, kini menyiratkan sekelebat kecewa disana.

Tapi alih-alih menyampaikan kekecewaannya, Sadam justru tersenyum. Pria itu kini menatap lembut."Wajar kok kalau kamu lupa. Kan udah dua belas tahun yang lalu juga." Katanya mencoba menenangkan sang gadis.

Sierra mengangguk paham. Ya, apa yang dikatakan pria ini tak sepenuhnya salah. Kalau memang mereka saling mengenal dua belas tahun yang lalu wajar saja kalau ia lupa bukan? Tapi, apa dia memang sepelupa itu sampai tak mengenali lelaki ini?

Kalau memang benar ini sudah dua belas tahun berlalu, itu berarti mereka bertemu saat ia berusia empat belas tahun. Dimana mereka pertama kali bertemu? Dalam rangka apa mereka bertemu waktu itu? Apa pria ini salah satu teman sekelas di sekolah lama nya sebelum pindah ke New York? Haruskah ia menanyakan tentang pria ini pada Amanda?

"Maaf ya. Aku beneran nggak inget." Sierra tersenyum penuh penyesalan. Merasa bersalah karena tak ingat sama sekali tentang pria dihadapannya ini. "Kata mama, aku dari kecil emang anaknya pelupa banget."

Sekali lagi Sadam tersenyum menenangkan. Pria itu bahkan kini berpindah duduk di samping Sierra."Udah nggak apa-apa. Nggak penting kamu inget atau nggak sama masa lalu itu. Yang penting sekarang kan kita udah ketemu."

Oh baiklah, Sierra menyerah. Senyum dan tatapan lembut si pencuri tampan sudah berhasil menggodanya. Terasa hangat, seolah ada lebih dari sekedar kerinduan yang tersirat disana. Sierra diam-diam menarik napas dalam, berusaha mengendalikan debaran di dadanya.

"Kita mulai kenalan dari awal lagi ya?" Sadam tersenyum hangat sambil mengulurkan tangannya. "Aku Sadam. Kalau kamu?"

Sierra terdiam sambil menatap uluran tangan itu. Seolah ragu apakah ia harus membalasnya atau tidak. Tapi tadi mama bilang, lelaki ini adalah anak dari sahabat lama ayah. Bukankah itu sama saja ia mempermalukan ayah Darmawan tersayang kalau mengabaikan pria ini?

Sierra kemudian tersenyum lalu membalas uluran tangan itu. "Sierra. Sierra Michelle." Katanya ramah.

Sadam sekali lagi tersenyum–entah sudah yang keberapa kalinya sejak ia tahu kebenaran tentang gadis cantik di hadapannya ini. Ada gelitik ringan yang memaksanya tertawa pelan saat menyadari bahwa mungkin saja selama dua belas tahun ini ternyata dia salah mengeja nama sang gadis.

"Kenapa?" Sierra menatap bingung melihat tawa pelan yang muncul di wajah Sadam.

"Hm? Nggak apa-apa."

Jadi nama gadisnya tersayang ini adalah Sierra? Sier?

**********

Di sebuah ruangan di sudut gedung tinggi dengan pemandangan kota yang cantik, Sherina Darmawan duduk di balik meja kerjanya. Meja berwarna gelap dengan permukaan mengkilap tertata rapi, tanpa tumpukan kertas yang berantakan. Seikat bunga segar di dalam vas kristal menghiasi sudut meja, memberikan aroma lembut yang nyaris tak terasa, namun cukup untuk menciptakan suasana nyaman. Dinding ruangan yang dihiasi warna netral dengan sentuhan seni abstrak sederhana namun bermakna, memberikan kesan tenang bagi siapa saja yang memasukinya. Di sisi lain, sebuah rak buku besar berdiri megah, dipenuhi buku-buku tentang bisnis, strategi, serta beberapa novel favorit yang sesekali Sherina baca saat waktu senggang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love SickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang