[ 12 ]

63 8 4
                                    

Nyatanya semua kekhawatiran Taeby emang tepat sasaran kali itu. Berbeda dengan apa yang semua orang bilang. Hampir aja, hampir aja dia enggak bisa pertahanin bayinya karena kejadian tersebut. Jelas, Taeby stress banget sejak hari itu. Sekarang perutnya udah membuncit sempurna. Udah pada masa kehamilan tua.

Tapi, gimana pun keadaanya, selama ini orang-orang ada di sekitarnya selalu merangkulnya. Kayak apa yang Kayii ucapin waktu itu. Terkecuali, Ayah dan Bundanya.

Iya, beberapa bulan yang lalu—

Taeby dan Jeongguk udah berdiri tepat di depan rumah Taeby. Taeby sama sekali gak ngabarin Ayah dan Bundanya kalau dia mau pulang.

Jeongguk yang udah mau pencet bell rumah Taeby, di tahan sama si pemilik rumah. Taeby belum siap. Jadi, Jeongguk nurut dan ngelus-ngelus lengan Taeby. "Breathe, sayang. It's okay. Everything gonna be alright."

Setelah beberapa kali Taeby tarik dan buang napasnya, sampai waktu Taeby udah sedikit lebih tenang, dia ngasih kode ke Jeongguk dengan anggukan sekali.

Akhirnya Jeongguk pencet bell kediaman orang tua Taeby. Mereka nunggu beberapa menit, sambil sesekali atur napas buat ringanin kegugupan mereka.

"Si—"

Ucapan perempuan itu berhenti pas nangkap Taeby dan Jeongguk, "Eh, sayang? Kok gak ngabarin mau ke sini? Ada Jeongguk juga?"

Bunda langsung narik Taeby ke pelukannya, terus ngebawa Taeby masuk ke dalam, "Yuk masuk! Ayok, Jeongguk!"

"Iya, Tante." Jeongguk ngekor di belakang.

Di ruang tengah Ayah yang lagi baca berita di koran sempet kaget liat anak dan pacar anaknya itu tiba-tiba ada di sini tanpa ngabarin.

Setelah Jeongguk dan Taeby nyapa Ayah —yang pastinya disambut hangat sama Ayah— mereka duduk. Jeongguk duduk di sofa dan di sebelahnya Taeby yang masih dipelukan Bunda. Mungkin karena terlampau kangen, jadi Bunda gak rela lepasin pelukannya dari anak semata wayangnya.

"Taeby? Kenapa kakak ke sini gak ngabarin Ayah atau Bunda? Atau, Bunda tau?" Di akhir pertanyaannya Ayah natap Bunda.

Masih melukin Taeby, Bunda geleng, "Enggak, Ayah. Bunda gak tau Kakak mau ke sini bawa pacarnya."

Meski gak punya saudara, Taeby yang minta sama orang tuanya buat di panggil 'Kakak'.

"Om, Tante. Maaf sebelumnya, kedatangan kami ke sini karena ada yang kami ingin dibicarakan."

Dari tadi Taeby gak berani angkat kepala. Dia juga gak berani buat bales pelukan Bunda. Yang Taeby lakuin cuma nunduk diam, sambil mainin ujung bajunya, dia gugup parah.

Sebelum ambil napas panjang, Jeongguk noleh ke Taeby buat liat kondisi Taeby sekarang. Tangannya ngelus lembut lutut Taeby.

"Gini.. sebenernya—"

"—Taeby lagi mengandung. Saya minta maaf sama Om dan Tante terkait hal ini. Ini pure salah saya. Saya—"

"Kamu bercanda?"

Jeongguk diam. Dia liat gimana ekspresi Ayah dan Bunda Taeby yang nunggu jawaban dia. Dari ekspresi mereka, Jeongguk tau jawaban yang mereka harapin dari Jeongguk adalah, "Iya, kita bercanda."

Bunda Taeby ngeratin pelukannya sambil ketawa kecil, "Kakak ngapain prank Ayah sama Bunda?"

Tapi, mau gimana pun, yang keluar dari mulut kecil Taeby adalah— "Maaf, Bunda.."

Lirihan itu ngebuat Bunda perlahan ngelepas pelukannya dari Taeby dengan tubuh yang menegang.

Dan..

PLAK!

OUR (CUTIE) FAM!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang