3. Pertemuan Tak Terduga

174 58 7
                                    

Semua karyaku tersedia dalam bentuk ebook, pdf, playbook dan juga tersedia di karyakarsa. Mampir ya, jangan lupa dukungannya. Akun karyakarsa-ku AokiRei sama dengan nama akun wattpadku. Yang mau pdf bisa kontak di no 081917797353

Jangan lupa tinggalkan jejak yah. Happy reading.

💗💗💗💗




"Wanita sialan!!"

Eirene tersentak kaget ketika mendengar umpatan itu keluar dari mulut Olivier. Ia bahkan harus berpegangan pada dinding di belakang untuk menahan tubuhnya agar tidak terjatuh, bukan hanya kaget karena umpatan yang dikeluarkan Olivier tapi juga kaget karena mendapati sosok Olivier yang berdiri di hadapannya.

Semua ini terlalu mengejutkan hingga Eirene tidak bisa berkata-kata. Ia bahkan tidak pernah tidak berani membayangkan akan bertemu Olivier setelah memilih meninggalkan pria itu beberapa tahun lalu.

Inikah alasan kenapa semalam Eirene memimpikan kejadian buruk yang pernah menimpanya di masa lalu? Ternyata mimpi itu adalah pertanda bahwa ia akan bertemu dengan seseorang dari masa lalunya. Seseorang yang pernah ditinggalkannya dan tidak pernah ingin di temuinya lagi.

Sudah berapa lama hal itu terjadi? Sudah berapa tahun mereka tidak pernah bertemu? Lima tahun? Enam tahun? Tujuh tahun? Entahlah, Eirene tidak ingat. Semua memang sudah sangat lama terjadi namun tidak pernah sekalipun ia melupakan sosok Olivier yang tidak pernah hilang dari hatinya.

Olivier Cromwell, Earl of Cromwell, pria yang dulu bahkan sampai detik ini masih menjadi pemilik hatinya.

Eirene meringis.

Tidak ada yang berubah dari Olivier selain fakta bahwa pria itu semakin terlihat tampan dan matang di usianya yang tidak lagi remaja. Olivier bahkan masih mampu membuat jantungnya berdetak kencang seperti sebelumnya.

'Ya Tuhan, apa sebenarnya yang tengah Engkau rencanakan? Kenapa Engkau kembali mempertemukanku dengan Olivier?' Eirene bertanya-tanya dalam hati.

Selama bertahun-tahun, tidak pernah sekalipun Tuhan mempertemukannya dengan Olivier, tapi kenapa sekarang Tuhan melakukannya? Apa yang sebenarnya Tuhan inginkan darinya? Apakah Tuhan tidak ingin membiarkannya hidup dalam kedamaian dan jauh dari orang-orang dari masa lalunya? Dan kenapa Olivier bisa berada di Cornwall? Kenapa mereka bisa bertemu seperti ini?

Satu-satunya yang ingin Eirene lakukan saat ini adalah menghilang dari hadapan Olivier, tapi melihat kebencian yang terpancar dari kedua manik coklat Olivier saat melihatnya, Eirene sadar Olivier tidak akan pernah membiarkannya pergi. Yang bisa dilakukannya adalah bersikap tenang dan tidak memancing kemarahan Olivier.

"Ada yang bisa saya bantu, My Lord? Pintu masuk ada di depan sana," Eirene berusaha bersikap tenang, bersikap seolah-olah ia tidak mengenali Olivier.

"Bersikap seolah-olah kita tidak saling mengenal, Eirene?" Olivier mendengkus. Ia melipat kedua tangan di dada. Kedua manik coklatnya menatap dingin pada Eirene. Ia sangat membenci Eirene hingga rasanya sangat ingin mematahkan leher wanita itu. "Sayangnya aku tidak butuh bantuan apa pun darimu."

Eirene menunduk, memberi hormat. "Kalau begitu saya permisi, My Lord."

Dengan kaki bergetar dan kedua lutut yang lemas, Eirene mencoba berjalan. Dalam hati ia berdoa agar tidak roboh dan bisa melewati Olivier yang berdiri di depannya. Tapi begitu melewati Olivier, nafas Eirene tercekat ketika Olivier mencengkram lengannya. Ia meringis karena rasa sakit yang terasa menusuk ke dalam kulit.

"Kau pikir apa yang sedang kau lakukan, Eirene? Beginikah kau memperlakukan kenalanmu? Kau sangat sombong. Sikapmu membuatku sangat marah," geram Olivier. Sejak tadi ia berusaha menahan diri tapi Eirene yang bersikap seolah tidak mengenalnya justru memancing kemarahannya. Bukankah tidak seharusnya Eirene bersikap seperti ini padanya?

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud seperti itu."

"Lalu apa maksudmu, wanita sialan?! Katakan padaku sekarang juga!!"

"Aku hanya berusaha bersikap sopan padamu."

"Bersikap sopan katamu?" Olivier meraih kedua bahu Eirene, mengguncang tubuh wanita itu beberapa kali dengan keras hingga membuat Eirene terjatuh ke tanah.

"Sakit," lirih Eirene. Kedua matanya berkaca-kaca bukan hanya karena rasa sakit yang tengah dirasakannya tapi juga karena sikap kasar Olivier padanya. Ini pertama kalinya Olivier bersikap kasar padanya tidak heran jika ia merasa sangat sakit.

"Sakit?" Olivier mendengkus ketika melihat Eirene meringis karena rasa sakit yang tengah dirasakannya. "Rasa sakit yang kau rasakan saat ini belum sebanding dengan apa yang telah kau lakukan padaku di masa lalu. Setiap kali mengingat semua itu, membuatku sangat ingin membunuhmu."

"Maafkan aku," Eirene menunduk, menyembunyikan wajahnya dari Olivier yang menjulang dihadapannya.

Hanya kata maaf itu yang bisa Eirene katakan atas apa yang telah dilakukannya. Tidak ada pembelaan yang bisa diberikannya karena semua memang salahnya. Ia telah meninggalkan Olivier jadi wajar jika Olivier bersikap kasar padanya.

"Maaf?" Olivier membungkuk, dengan kasar meraih dagu Eirene agar wanita itu menatapnya. "Kau baru minta maaf padaku sekarang? Bukankah hal itu sudah sangat terlambat, Eirene? Jangan bilang kau melakukannya karena takut padaku," Olivier melepaskan dagu Eirene dengan tidak kalah kasar lalu kembali berdiri di hadapan wanita itu. "Demi darah yang mengalir di tubuhku, demi nafas yang masih berhembus, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Kau akan selalu menjadi orang yang paling aku benci di dunia ini dan aku pastikan kau akan mendapat balasan atas apa yang telah kau lakukan padaku di masa lalu."

Olivier menatap Eirene tajam sebelum berbalik dan meninggalkan Eirene pergi. Semakin lama melihat Eirene semakin besar keinginan Olivier untuk menghabisi wanita itu dan ia tidak ingin kehilangan kendali saat ini. Terlalu cepat jika Eirene harus mati di tangannya saat ini juga.

Eirene yang melihat kepergian Olivier langsung menangis. Ia sudah tidak lagi menahan diri seperti sebelumnya. Kebencian yang dilihatnya dari kedua manik coklat Olivier saat melihatnya membuat Eirene merasa sangat sakit hingga membuatnya tidak sanggup menatap dunia lagi.

Inilah yang ditakutkannya jika harus bertemu Olivier lagi. Eirene takut melihat kebencian yang akan diterimanya dari pria itu.

Semua memang salahnya. Ia yang telah menyakiti Olivier. Ia seharusnya siap dengan semua kebencian yang akan diterimanya dari Olivier, tapi nyatanya Eirene terlalu penakut untuk menghadapi semua itu.

Eirene menghela nafas panjang lalu menghapus air mata yang membasahi kedua pipinya.

Seharusnya ia tidak boleh menangis dan merasa tersakiti dengan sikap Olivier. Semua yang Olivier lakukan bukan sepenuhnya salah pria itu. Olivier hanya melampiaskan amarah atas apa yang pernah dilakukannya di masa lalu dan ia memang pantas mendapatkan semua itu. Bukankah semua memang salahnya?

Eirene mengangguk.

Semua memang salahnya. Olivier sama sekali tidak bersalah. Semua ini pantas diterimanya.

Kalimat itu berulang kali terus Eirene ucapkan pada dirinya layaknya sebuah mantra yang anehnya membuatnya merasa sedikit lebih baik dari sebelumnya.

Setelah merasa lebih baik, dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Eirene beranjak bangun dan melangkah pergi. Ia tidak ingin Abigail, mamanya atau orang lain menemukannya dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Ia tidak ingin orang lain mengasihani hidupnya. Pergi, bersembunyi dan menikmati kesedihannya seorang diri adalah hal terbaik yang bisa Eirene lakukan seperti yang selama ini dilakukannya.



💗💗💗💗

13112024

ALL ABOUT YOU (BROKEN HEART SERIES #4)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang