Diculik

266 5 0
                                    

Detektif Evan adalah sosok yang penuh dedikasi terhadap pekerjaannya. Kasus yang sedang ia tangani ini berbeda dari kasus-kasus sebelumnya: ada banyak teka-teki tanpa jawaban jelas, dan sepertinya ada pihak yang ingin menjebaknya. Dalam minggu-minggu terakhir, ia merasa diikuti. Setiap kali ia menemukan petunjuk baru, ada seseorang yang tampaknya telah menyabotase usahanya, seolah ingin mengarahkannya ke jalan buntu.

Malam itu, Evan meninggalkan kantor polisi setelah menyelidiki berkas-berkas baru yang terkait dengan kasus misterius yang sedang ia tangani. Sambil berjalan ke mobil, ia merasakan hawa dingin di punggungnya, seolah ada yang mengawasi dari kejauhan. Ia berusaha mengabaikannya, berusaha menganggap ini hanya efek kelelahan setelah berhari-hari tidak tidur cukup.

Setelah masuk ke mobil dan mulai menyusuri jalan yang sepi, kecurigaannya muncul kembali. Lampu-lampu jalanan redup, dan tidak ada satu pun kendaraan yang melintas. Terasa terlalu sunyi untuk sebuah malam biasa di kota ini. Lalu, ia merasakan sesuatu yang aneh pada pedal remnya. Ia mencoba menekannya, namun terasa keras dan tidak responsif.

“Tidak mungkin… apa ini?” gumam Evan, panik.

Tiba-tiba, dari arah berlawanan, sebuah mobil hitam melaju kencang, dengan lampu yang menyilaukan. Evan mencoba membanting setir, tapi remnya sama sekali tak berfungsi. Ia merasakan tubuhnya tegang, namun tidak ada waktu untuk berpikir. Dentuman keras terdengar ketika mobilnya menabrak pagar pembatas jalan. Guncangan keras membuat kepalanya terbentur setir, dan perlahan pandangannya menjadi kabur.

Sebelum kesadarannya sepenuhnya menghilang, Evan melihat dari cermin spion sosok-sosok berpakaian gelap mendekat, wajah mereka tertutup masker hitam. Pintu mobilnya ditarik paksa, dan tangan-tangan kasar menariknya keluar.

Dalam keadaan setengah sadar, Evan mendengar percakapan samar di sekitarnya.

“Apa dia masih sadar?” salah satu penculik bertanya dengan nada rendah.

“Tenang saja, dia tak akan bisa melawan dalam kondisi seperti ini,” jawab pria lainnya sambil tertawa dingin.

Evan mencoba mengumpulkan kekuatannya, tapi tubuhnya terasa lemas. Kedua pria itu memegang lengan dan bahunya, menariknya dengan paksa menuju mobil van yang sudah menunggu. Evan mencoba memberontak, tapi satu tamparan keras di wajahnya membuat kepalanya berputar.

“Hei, kau tidak akan membuatnya mudah, kan?” pria pertama mendesis sambil mengikat pergelangan tangan Evan di belakang punggungnya dengan tali kasar.

“Tidak, dia sudah terlalu banyak ikut campur dalam urusan kita,” jawab pria satunya lagi, seraya mengencangkan ikatan di tangan Evan dengan sangat kuat hingga tali itu mencengkeram pergelangan tangannya. Evan menggeliat, mencoba membebaskan diri, tapi ikatannya terlalu kuat.

“Lepaskan aku… Kalian tak tahu siapa yang sedang kalian lawan,” ucap Evan terbata-bata, meskipun ia tahu perkataannya hanya akan memancing kemarahan.

“Justru itu, Detektif,” kata salah satu pria, tersenyum licik di balik masker hitamnya. “Kau seharusnya tak mencoba mencampuri urusan ini.”

Mereka mendorongnya masuk ke dalam van, dan sebelum Evan sempat membuka mulut untuk berteriak, salah satu dari mereka mengeluarkan selembar kain kotor yang tampak penuh debu. Pria itu mendekatkan kain tersebut ke wajah Evan dengan tatapan penuh ejekan.

“Berhenti melawan. Kami tak perlu membuat ini semakin sulit untukmu,” kata pria itu.

"MMMMPGH! HHMMMPPHHH!"  Evan menggeleng, mencoba menghindar, namun tangan pria itu lebih kuat. Dengan kasar, kain itu dipaksa masuk ke mulutnya, membuatnya sulit bernapas dan menutup setiap kata yang ingin ia ucapkan. 

"Mmmmmppph! Nnnnmmmmphn!" Kain itu terasa kasar dan pengap, membuat tenggorokannya kering. Evan mencoba mengeluarkan suara, tapi hanya suara erangan teredam yang keluar. "Mmmph!"

“Diam di situ. Tak perlu banyak bicara sekarang,” ucap pria kedua sambil menepuk wajah Evan, seolah mengejek.

Setelah memastikan kain itu terpasang erat, mereka mengikatkan tali lain di sekitar tubuhnya, memastikan bahwa Evan tak akan bisa bergerak. Membuat Evan semakin berteriak dalam sumpalannya.

"MMMMMGHH! NNNMMGNNNHHHHHH!"

Ikatan di tangannya diperketat, dan sebuah tali lain dililitkan di kakinya, membuatnya benar-benar terperangkap. Para penculik itu bekerja cepat dan terlatih, memastikan tidak ada satu bagian pun dari tubuh Evan yang bisa bebas bergerak.

Salah satu dari mereka menatap Evan dengan puas sambil berkata, “Sudah, ayo jalan. Kita tak punya banyak waktu.”

Mesin van mulai menyala, dan kendaraan itu melaju ke arah yang tak ia ketahui. 

"MMPGH!" Evan hanya bisa merasakan setiap guncangan kecil pada jalan, sambil mengerang di balik kain yang menyumpal mulutnya. Matanya penuh kemarahan dan kegelisahan, tapi tubuhnya tak berdaya untuk melakukan apa pun.

Bersambung

Detektif EvanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang