Peringatan kisah ini diangkat dari kisah nyata, jadi minya harap cerita ini bisa buat kamu terinspirasi dari cerita ini.
💝💝Happy Reading 💝💝
Namaku Belvina. Aku adalah seorang gadis mungil dengan tinggi 145 cm, berkulit putih, dengan pipi chubby yang dihiasi dua lesung pipi ketika tersenyum. Rambutku panjang, biasanya diikat dua, dan bulu mataku lentik alami. Sekilas, penampilanku mungkin tampak bahagia dan ceria, namun di balik senyum itu ada cerita yang mungkin tidak pernah kutunjukkan pada siapa pun.
Kisahku bermula dari masa kecilku yang penuh warna, meski tidak selalu indah. Kedua orang tuaku sering bertengkar. Suara mereka yang keras, saling menyalahkan, membuat rumah menjadi tempat yang tidak nyaman bagiku. Tidak ada tempat bagi keluh kesahku, dan seiring waktu, aku belajar untuk menyimpan semuanya di dalam hati.
Hingga pada suatu hari, pertengkaran mereka memuncak. Mama pergi dari rumah setelah pertengkaran hebat dengan Ayah. Sejak saat itu, Ayah tampak lelah dan tidak mau repot untuk merawatku. Maka, aku pun dititipkan di rumah Bibi Isa dan Paman Dani, kakak dari Ayahku. Waktu itu, usiaku masih sekitar lima tahun.
Di rumah mereka, aku tinggal bersama kakak laki-lakiku, Asif Afi Rahman. Kakak adalah sosok yang tampan dan baik hati. Dia selalu melindungiku, tetapi ada sisi lain dalam dirinya yang sering membuatku takut. Ketika ada yang mengganggu kehidupan kami, terutama kehidupanku, kakak akan berubah menjadi sosok yang temperamental. Amarahnya kadang membuat jarak di antara kami. Aku selalu merasa was-was ketika dia mulai marah, meski aku tahu, di balik semua itu, kakak hanya ingin menjagaku.
Namun, hidup dengan rasa takut dan kekhawatiran terus-menerus bukanlah hal yang mudah untuk seorang anak seusiaku. Aku selalu bertanya-tanya, kapan aku bisa merasa aman tanpa rasa takut akan kepergian atau kemarahan orang-orang yang aku sayangi.
💝💝💝💝
Hari pertama aku di rumah Paman Dani tiba di awal bulan Ramadhan. Malam itu, aku dan Kak Asif tidur di ruang tamu. Lampu remang-remang dari dapur menyinari ruangan, dan suasana terasa sepi. Perasaan aneh bercampur sedih terus menghantui pikiranku. Aku menatap Kak Asif, yang tidur di sebelahku, dan tak kuasa menahan pertanyaan-pertanyaan yang menghimpit dada kecilku.
"Kak... apa Mama sama Ayah bisa baikkan lagi?" bisikku lirih, mataku berkaca-kaca. "Kenapa Mama pergi ninggalin kita? Apa Belvina salah? Apa Belvina nakal, Kak, sampai Mama sama Ayah bertengkar?"
Kak Asif terdiam sejenak, kemudian tersenyum lembut sambil mengusap rambutku. "Doakan saja ya, Dek. Kamu nggak usah khawatir. Sekalipun mereka berpisah, Kakak akan selalu ada buat Belvina. Kakak akan jadi orang pertama yang melindungi kamu kalau kamu terluka."
Kata-kata Kak Asif terasa hangat, meski tak sepenuhnya mampu mengusir ketakutanku. Namun, aku tahu, setidaknya ada seseorang yang peduli dan siap menjagaku.
"Sudah malam, Sayang. Sekarang kamu tidur, ya. Kakak besok sekolah, dan kamu di sini sama Bibi Isa dan Paman Dani. Jangan nakal, ya," ujarnya lembut.
Aku mengangguk pelan dan memejamkan mata, mencoba terlelap meski hatiku masih bergelut dengan banyak pertanyaan yang tak berjawab. Malam itu, aku tidur dengan perasaan yang tak sepenuhnya nyaman, tapi sedikit lebih tenang, karena aku tahu Kak Asif ada di sisiku.
Tepat keesokan harinya, sekitar pukul 03.00 dini hari, Bibi Isa bangun untuk menyiapkan makanan sahur. Suara gemerisik di dapur pelan-pelan membangunkan kesunyian malam. Bibi Isa dan Paman Dani biasanya menikmati makan sahur di meja makan bersama anak-anak mereka, tapi kali ini mereka menyiapkan makanan di lantai, mengatur hidangan di tengah, dan kami semua duduk melingkar mengelilingi makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu yang tak seharusnya ada
Ficção Geral"kita ini sudah melakukan hal yang salah mas, nggak seharusnya kita melakukan seperti ini,ayolah jadi saudara sepupu yang saling melindungi".Ucap Belvina. " iya aku tau kalau ini salah sayang, tapi mau bagaimana lagi aku tak bisa menahannya sungguh...