Batara, Asad, Genta, Ayyara, dan Kanya adalah lima sahabat yang selalu bersama. Ini bukan bualan, mereka benar benar selalu bersama sejak taman kanak-kanak. Dulu, mereka tinggal di perumahan yang sama dan menjadi teman main komplek. Mereka menghabiskan masa taman kanak-kanak dan sekolah dasar bersama. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk terus bersekolah di tempat yang sama, walaupun tempat tinggal mereka sudah berpindah-pindah. Sayangnya, saat masuk SMA Ayyara harus pindah ke luar pulau dan membuatnya sulit untuk masuk ke sekolah yang sama dengan Batara, Asad, Genta, dan Kanya. Tidak ada yang bisa mereka lakukan, tapi Ayyara berjanji akan kembali pada sahabat-sahabatnya.
Asad dan Kanya biasanya akan menjemput Batara ke sekolah karena rumah Batara sangat dekat dengan sekolah mereka. Sedangkan Genta tidak bisa diharapkan karena selalu datang telat. Seperti biasanya, Asad dan Kanya akan selalu bertengkar di manapun dan kapanpun. Keduanya selalu mengkritik perilaku masing-masing. Kembar tidak membuat mereka kompak, justru membuat mereka bermusuhan. Kali ini mereka bertengkar tentang kadal Asad yang lepas dan masuk ke kamar Kanya.
Sambil membuka pintu mobil, Kanya mengatakan pada Batara bahwa dia ingin membeli nasi uduk di tempat Bu Dede, langganan mereka. Ucapan Kanya bukan seperti meminta tolong, tapi lebih seperti suruhan. Batara menatap supirnya yang sudah terkekeh karena melihat majikannya diperintah. Batara bilang kalau jalanan itu macet, namun Kanya tidak peduli dan tetap memaksa untuk membeli nasi uduk Bu Dede.
"Mau nasi uduk pake apa?" Tanya Batara santai yang duduk di kursi samping supir. Pertengkaran Asad dan Kanya adalah makanannya sehari-hari dan ia tidak lagi terganggu dengan hal itu.
"Hallo! Mas Dadang mau beli nasi uduknya nih, kalian mau lauk apa ya?"
"Pake telor dadar. Gak pake sambel sama semur tahu." Jawab Asad ketus.
"Lu, juga? Kayak biasa?" Kanya saat ini sedang melakukan mogok bicara karena kesal dengan Asad. Batara sudah tahu itu, jadi ia langsung bertanya tanpa menunggu respon Kanya.
Batara menyuruh supirnya untuk turun dan membeli nasi uduk. Saat supir Batara turun tiba-tiba saja motor melaju kencang dari arah depan dan menyerempet pintu mobil Batara sampai supir Batara terjatuh. Batara dan Asad turun dari mobil untuk melihat keadaan supir Batara, sedangkan Kanya hanya membuka jendela karena takut. Dari jendela ia bertanya pada supir Batara tentang keadaannya.
Supir Batara baik-baik saja dan tidak terluka sama sekali. Motor tadi tentu saja lagsung lari dan Batara sedang memikirkan alasan yang bagus untuk melapor pada Papa-nya. Supir Batara dengan santai berdiri dan berjalan ke seberang jalan untuk membeli nasi uduk. Sedangkan Asad kembali masuk ke mobil dan lanjut mengirim bertukar pesan dengan kekasihnya. "Kanya, kalau cewek tomboy suka apa sih?" Tanya Batara sambil membuka laman media sosial orang yang menjual berbagai jenis buket bunga.
"Suka makan." Jawab Kanya ketus.
"Yang bener."
"Ya apaan? Suka banyak, ya. Konteksnya apa nih? Makanan? Minuman? Barang?" Batara menutup matanya saat mendengar ocehan Kanya.
"Barang, pacar gue ulang tahun minggu depan. Gue bingung mau kasih apa."
"Pacar baru lagi? Bukannya kemarin putus?"
"Udah balikanlah. Emang lu, gak laku." Celetuk Asad cuek sambil memainkan ponselnya.
"Diem! Aku gak ngomong sama kamu."
"Sensitif banget sih sejak ditinggal sama Ayyara." Gumam Asad dan berhasil dihadiahi tonjokan di perutnya dari Kanya.
Asad mencaci Kenya seolah-olah ia tidak menangis ketika berpisah dengan Ayyara. Batara adalah laki-laki paling dewasa di dalam pertemanan itu. Ketika berpisah dengan Ayyara ia hanya memeluk Ayyara sambil mendoakan agar sehat. Genta adalah laki-laki paling berlebihan, bukan hanya di dalam pertemanan mereka, tapi juga yang pernah mereka kenal. Ketika berpisah dengan Ayyara dia tidak mau memeluk Ayyara dan berpura-pura marah sambil menangis karena Ayyara meninggalkan mereka. Dia bilang itu hanyalah akting karena suasana mendukung. Sedangkan Asad, dia diam diam menangis di belakang Batara. Kalau Kanya, tentu saja menangis dengan terang-terangan. Ia bahkan sudah menangis satu minggu sebelum berpisah dengan Ayyara. Mata Kanya berkaca-kaca ketika mengingat adegan perpisahan mereka di depan rumah Ayyara.
"Sedihnya bisa ditunda dulu gak? Kita sudah sampai dan Mas Dadang mau langsung pulang." Ucap Batara menyedarkan Kanya yang terlarut dalam kesedihannya.
Sekolah mereka cukup besar dan uang bulanannya juga bisa dikatakan mahal untuk standar sekolah swasta. Sekolah swasta dengan fasilitas yang sangat lengkap. Kolam renang, lapangan basket, lapangan bola, lapangan futsal, berbagai macam lab, dan lainnya. Kantin di sekolah mereka pernah membuat heboh media sosial karena mewah dan menjual makanan mahal.
"Astagfirullah, kok kalian tega banget sih sama temen sendiri? Egois banget deh kalian tuh." Kedatangan Genta membuat Batara meludahkan kembali telur dadar dari mulutnya. "Berlebihan." Sambar Kanya.
"Kenapa gue gak dibeliin sarapan? Kalian pikir gue gak lapar?" Batara tanpa ragu mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu dari saku seragamnya dan memberikannya pada Genta lalu memberikan gestur mengusir dengan tangannya. Genta dengan cepat mengambil uang itu dan berlari ke kedai siomay kegemarannya.
Genta kembali dengan senyum lebar di wajahnya dan seporsi siomay mahal Mbak Ajeng. Siomay seharga tiga puluh lima ribu yang rasanya biasa saja, menurut sebagian murid sekolah itu. "Siomay gue lebih enak dari pada nasi uduk Bu Dede. Huh!" Asad mengangkat sendoknya yang penuh dengan nasi uduk dan telur dadar tebal buatan Bu Dede lalu mengarahkannya ke depan wajah Genta. "Hm, telur dadar Bu Dede enak banget. Bawangnya wangi banget, apalagi ada minyak minyaknya gitu." Genta yang melihat kesempatan di depan matanya langsung melahap satu sendok nasi uduk itu.
"Sialan! Balikin gak!" Genta berpura-pura akan memuntahkan nasi uduk itu kembali ke tempat makan Asad dan membuat keduanya ribut di kantin. Kanya yang duduk di depan Genta dengan tenang menukar bungkus nasi uduknya dengan piring siomay Genta.
"Kanya! Kok siomay gue lu makan sih?" Protes Genta saat piringnya sudah berubah.
"Tiba-tiba gue gak pengen nasi uduk. Siomay lebih enak kayaknya." Kali ini Batara yang marah. Tadi pagi ia rela memutar agar bisa membeli nasi uduk Bu Dede. Padahal jalanan itu selalu macet di pagi hari dan tadi mobil Batara sempat diserempet motor yang tidak mau ganti rugi. Batara kini memelototi Kanya yang dengan santai menikmati siomay milik Genta. Sedangkan, ekspresi Genta saat ini sangatlah kesal dengan Kanya.
"Ni anak emang gak tau diri ya. Balikin siomay gue!"
"Kok lu marah-marah sama kakak gue sih?" Balas Asad membalas Genta dengan wajah kesalnya.
Genta dan Asad kembali bertengkar dan membuat meja itu sangat berisik. Sementara, Batara dan Kanya sudah tidak perduli dan kembali menyantap sarapan mereka. Tak lama, seorang gadis dengan seragam yang sama dengan mereka berdiri di ujung meja lalu tertawa dan berkata, "Kalian lucu."
Orang yang menganggap pertengkaran itu lucu adalah orang aneh, dan gadis itu adalah orang anehnya.
YOU ARE READING
Enam Anak Tangga (ONGOING)
Roman pour AdolescentsBatara, Genta, Asad, Kanya, dan Ayyara adalah sahabat kecil yang selalu bersama. Namun, kebersamaan mereka selalu menghasilakn bencana dan kericuhan untuk orang lain. Saat SMA, Lesya bergabung dengan pertemanan mereka. Bergabungnya Lesya tidak memb...