5

220 22 0
                                        


"Lu mau nggak, jadi pacar gue?"

"Hah?"

Keheningan panjang tercipta di antara keduanya. Dua menit berlalu tanpa suara sebelum akhirnya Zaki membuka mulutnya lagi.

"Ekhm. Krow?"

"Najis! Gue bukan homo. Harusnya lu sadar, habis nyium gue lagi. Mulai sekarang, jangan deket-deket lagi sama gue. Gue masih suka cewek, anjing."

"Krow..." Zaki mencoba memegang tangan Krow, tapi Krow menepisnya dengan kasar.

"Jangan pegang-pegang gue! Singkirin tangan kotor lu itu!"

"Krow, kalau lu nolak gue, gue bisa terima. Tapi tolong, jangan gini," suara Zaki terdengar patah saat ia meraih tangan Krow lagi, kali ini dengan lebih lembut.

Krow menghempaskan tangan Zaki dengan lebih keras dan beranjak pergi, meninggalkan Zaki sendirian di kantin yang kini sepi.

Selama pembelajaran di kelas, Krow tetap diam, tak memberi perhatian pada Zaki yang sudah memanggilnya lebih dari dua puluh kali.

"Krow," Zaki memanggil lagi, kali ini dengan suara lirih.

"Apa, sih, monyet."

"Maaf," ucap Zaki dengan tatapan penuh penyesalan.

"Hmm."

"Maaf, Krow. Gue bener-bener minta maaf."

"Iya, iya. Udah, nggak usah pegang-pegang tangan gue!" Krow menarik tangannya dari sentuhan Zaki, mencoba menahan emosi yang mendidih di dadanya.

"Ibu rasa cukup sampai sini pembelajaran kita, anak-anak. Yang sudah rapi boleh pulang lebih dulu!" kata guru mereka sambil mengatur bukunya.

"Ayo, Zaki dan Krow, kalian boleh pulang duluan," lanjutnya.

"Baik, Bu," Krow segera berjalan cepat ke luar kelas, berusaha meninggalkan Zaki di belakang. Tapi Zaki mempercepat langkahnya, menyamai Krow.

"Krow..."

"Apaan lagi, Jak?" nada Krow terdengar lelah.

"Jangan kayak gini, ya? Gue bisa terima kalau lu nolak gue, tapi jangan menjauh gini."

Krow terdiam, pandangan matanya mengabur sejenak sebelum ia berbisik, "Y-ya... gue butuh waktu." Tanpa menunggu jawaban, Krow melangkah cepat, meninggalkan Zaki di lorong sekolah yang semakin sepi.

Di perjalanan menuju asrama, Krow terus melamun, tidak memperhatikan sekeliling hingga tanpa sengaja menabrak seseorang.

"E-eh, maaf," Krow buru-buru membungkuk dan membantu orang itu mengambil barang-barangnya yang jatuh.

"Nggak apa-apa. Kenapa melamun, Krow? Bahaya loh jalan nggak lihat-lihat." Suara lembut itu milik Harris Caine, seorang senior yang selalu ramah dan bijaksana.

"Gue... gue lagi bingung, Ris," Krow mengaku sambil menghela napas panjang.

Harris mengernyitkan dahi. "Bingung kenapa? Kamu bisa cerita ke aku," katanya, lalu mengajak Krow duduk di bangku taman dekat situ.

"Jadi, ada apa?"

"Gue tadi ditembak sama Zaki," Krow berkata pelan, suaranya hampir tenggelam dalam suara angin.

Harris tersenyum tipis. "Terus? Kamu terima?"

"Nggak. Gue tolak," Krow menggeleng, pandangannya tertuju ke rerumputan.

"Kenapa? Kamu nggak suka dia?"

"Bukan gitu. Gue nyaman sama dia, tapi... gue takut. Takut sama omongan orang, gosip, dan apa yang bakal mereka pikirin tentang hubungan gue sama dia."

FriendZone [REALLY SLOW UP!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang