Malam ini, suasana rumah terasa berbeda dari biasanya. Ella keluar dari kamarnya dan berjalan menyusuri setiap sudut di rumahnya. tapi tak ada suara tawa atau percakapan yang biasa terdengar. Saat menuruni tangga, ia melihat sosok Jennie, yang duduk di ruang keluarga dengan tatapan kosong, tenggelam dalam pikirannya.
Ella berjalan pelan menghampiri Jennie, duduk di sebelahnya. "Ma, kenapa rumah tampak sepi? Kemana semua orang?"
Jennie sedikit tersentak, lalu menoleh pada Ella dengan senyum tipis yang tampak lelah. Wajahnya terlihat seperti seseorang yang menyimpan beban berat di hati. "Oh, Ella. Mama juga tidak tahu sayang, sejak tadi mama juga menunggu kakak-kakakmu pulang" jawab Jennie dengan nada sedikit terlambat, seolah menyembunyikan sesuatu.
Ella menatap Jennie penuh perhatian "Mama, baik-baik saja kan?" tanya Ella dengan wajah khawatirnya yang melihat Jennie seperti memikirkan sesuatu
Alih-alih menjawab, Jennie malah balik bertanya, "Kenapa, sayang? Apa kamu mencari sesuatu?
Ella hanya menggeleng pelan, masih menatap Jennie dengan tatapan khawatir. "Mama, apa mama benar-benar baik-baik saja?"
Jennie menatap Ella sejenak, lalu menghela napas dengan senyuman samar. "Mama, baik-baik saja sayang, mama hanya merindukan papamu saja," katanya pelan
Ella mengerutkan kening, merasa ada yang janggal. Kenapa semua orang seperti punya rahasia? Sejak kapan keluarganya jadi begini? Ella tak tahu pasti, tapi perasaan itu selalu datang tiap kali ia mencoba bertanya lebih dalam. Ella berpikir apa ada sesuatu yang ia tak tahu? Saat Ella terhanyut dalam lamunan, Jennie menyadarkannya. "Ella sayang, kenapa jadi diam? Ada yang ingin kamu ceritakan pada Mama?"
Ella tersenyum tipis lalu menggeleng. "Tidak apa-apa Ma," jawabnya pelan. Kalau begitu, aku ke kamar dulu ya. Mama istirahat ya, jangan tidur larut malam."
Jennie tersenyum lembut "Iya, sayang. Selamat istirahat ya."
Ella menatap Jennie sekali lagi, lalu berdiri dan berjalan kembali ke kamarnya, dengan rasa penasaran yang semakin menguat di hatinya.
Setelah Ella masuk ke kamarnya, Jennie menghela napas lelah. Tak lama kemudian, suara pintu depan terdengar terbuka, keenam putrinya masuk satu per satu, tampak letih namun dengan tatapan yang dingin dan kosong. Jennie menatap mereka dengan raut wajah penuh pertanyaan, tetapi juga ada sedikit nada kemarahan yang tersirat di dalamnya.
"Dari mana saja kalian?" tanyanya, mencoba menahan nada suaranya bergetar. "Kenapa tidak memberi kabar kalau kalian pulang selarut ini?"
Anak-anaknya hanya berdiri diam, tidak ada satu pun yang menjawab. Keheningan itu membuat Jennie semakin gusar, hingga ia mengerutkan kening dan menatap mereka dengan tatapan tajam.
"Ada apa dengan kalian?" Jennie bertanya lagi, kini dengan nada yang lebih keras, mencoba memaksa mereka bicara. "Bunda bertanya, apa seperti ini cara kalian memperlakukan bunda?"
Ruka, yang sudah terlihat jengah sejak awal, akhirnya melangkah maju, menatap Jennie dengan ekspresi yang sulit di tebak. "Harusnya bunda bertanya pada diri bunda sendiri," jawabnya dengan suara rendah namun tajam. "Kenapa kami bisa jadi seperti ini."
Jennie terkejut mendengar kata-kata putrinya. Ruka tertawa kecil, tawa yang terdengar sinis , seakan mengejek Jennie.
"Bunda kan orang yang egois," lanjut Ruka tanpa ragu. "Selalu memikirkan diri bunda sendiri. Kami ini hanya... apa? Pelengkap kesempurnaan bunda?"
Kata-kata Ruka menghujam Jennie dengan kejam, membuatnya merasa diterkam oleh perasaan bersalah yang selama ini ia tutupi. Jennie merasakan dadanya sesak, amarahnya bercampur dengan rasa tidak percaya. "Ruka!" suaranya bergetar, menahan diri agar tetap tenang. "Jaga bicaramu! Apa bunda pernah mengajarkanmu berbicara tidak sopan pada orang yang lebih tua?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Bayang Ibu (End)
CasualeCanny, seorang gadis kecil berusia lima tahun, harus menghadapi kenyataan pahit setelah di tinggal pergi oleh ibunya dan keenam kakak perempuannya. Hidupnya berputar di sekitar perawatan perawatan ayah yang sakit dan berjuang dengan keterbatasan eko...