14. Rahasia takdir

6 2 0
                                    

Sudah beberapa hari berlalu sejak Aiza dan Dean putus, Aiza sama sekali tidak pernah melihat Dean di kampus, pria itu seolah memang sengaja tidak mau menampakkan dirinya di hadapan Aiza, karena biasanya Dean suka sekali bermain basket di lapangan namun sekarang pria itu menghilang bak di telan bumi.

Aiza datang dengan membawa paper bag berisi jaket milik Dean, ia sengaja pergi ke lorong fakultas hukum, dirinya dengan mental ciut berusaha memberanikan diri untuk bertemu lagi dengan Dean setelah hubungan mereka berakhir.

Aiza bertanya kepada salah satu teman Dean dimana keberadaan Dean, saat tahu Dean ada di Auditorium untuk mempersiapkan seminar, Aiza segera menyusul kesana, di dalam Auditorium Dean tampak sangat sibuk, Aiza hanya bisa berdiri di pinggir saat Dean dan teman-temannya sibuk kesana-kemari. Tidak lama ada salah satu temannya yang memberitahu Dean tentang keberadaan Aiza, Dean mencari dimana Aiza dengan mengedarkan pandangannya, ia kemudian menghampiri setelah menyimpan beberapa lembar kertas yang ia pegang tadi.

"Kenapa tidak bilang kau ada disini? Sudah menunggu berapa lama?" Dean kemudian membawa Aiza duduk di salah satu tempat duduk.

"Tidak terlalu lama," ucapnya, Aiza menatap lurus ke depan lalu memberikan paper bag yang ia bawa sebelum akhirnya kembali berdiri, "aku hanya ingin memberikan ini."

Dean ikut berdiri, "tidak ada lagi yang akan kau ucapkan?" Dean berharap Aiza memintanya untuk membatalkan perkataannya tentang mengakhiri hubungan mereka beberapa hari lalu, Dean berharap Aiza memintanya kembali padanya, namun.

"Maafkan aku jika sikapku selama ini kurang baik padamu, semoga kamu bisa menjalani hari-harimu dengan baik setelah ini, aku pergi," Aiza kemudian berjalan pergi, sedangkan Dean mendudukkan dirinya kemudian mengusap kasar wajahnya, seharusnya kata-kata sialan itu tidak keluar dari mulutnya.

♡●♡

Aiza kembali ke kantor di hari jumat, ia bertemu dengan Rilla dan menanyakan bagaimana wawancara yang akan mereka lakukan minggu lalu, ternyata Rilla berhasil melakukan wawancara itu, padahal kemarin kesempatannya ikut mewawancarai seseorang kali pertama, namun seolah alam pun tak merestuinya.

Aiza kemudian mulai bekerja, saat jam kerjannya selesai dan pekerjaannya sudah ia bereskan, ia kemudian pergi ke ruang manajernya dengan membawa surat pengunduran diri.

Aiza mengetuk pintu. "Masuklah." Aiza kemudian berdiri di hadapan manajernya, Naomi. Karena Aiza yang terus diam tak bersuara sejak ia persilahkan masuk, Naomi menatap Aiza, gadis itu menunduk dengan wajah sedih, "ada apa Aiza?"

Aiza kemudian memberikan surat pengunduran diri yang ia pegang di belakang tubuhnya pada Naomi, "sepertinya mulai saat ini aku menyadari bahwa hal yang harus aku fokus lakukan adalah belajar, aku tahu pekerjaanku sebagai magang part time tidak mengganggu kegiatan belajarku, namun aku ingin lebih fokus dan mendapat nilai bagus, sehingga jika diberi kesempatan aku akan kembali ke perusahaan ini sebagai seorang jurnalis."

Naomi tersenyum menatap Aiza, "baiklah, aku menyutujui pengunduran dirimu, dan aku akan menunggu kamu seorang jurnalis masa depan kami bekerja dengan sepenuh hati beberapa tahun lagi." Aiza pun tersenyum.

♡●♡

Aiza memberi tahu orang tuanya tentang dirinya yang selama ini magang di sebuah perusahaan diam-diam tanpa sepengetahuan mereka, ia mengabarinya lewat panggilan vidio, orang tuanya tidak bisa memarahinya karena Aiza sudah berani memberi tahu belum lagi sekarang gadis itu sudah berhenti dari pekerjaannya.

Aiza sekarang memfokuskan dirinya untuk mendapat nilai tinggi di kampusnya, ia mengikuti seminar-seminar kampus dari berbagai jurusan, karena menjadi seorang jurnalis tentu saja membutuhkan pengetahuan luas tidak hanya di bidangnya, seperti Rilla yang bertemu dan mewawancari orang-orang dari bidang yang berbeda-beda, Aiza ingin lebih mengerti tentang orang yang akan ia wawacarai dengan minimal mengetahui dasarnya, sehingga saat mengajukan pertanyaan ia mengerti apa yang di tanyakannya.

Aiza pun sesekali pulang ke Bandung saat liburan semester, jarak tempuk Bandung-Jakarta tidak terlalu jauh semenjak kereta cepat Bandung-Jakarta beroprasi, Aiza melakukan hari-harinya dengan baik, ia menyaksikan kelulusan Dean saat dirinya baru menginjak semester 6, pria itu berkembang pesat, bahkan Dean langsung bergabung dengan perusahaan besar sebagai pengacara begitu lulus.

Aiza tersenyum, namun di lubuk hatinya ia kebingungan, seperti sedang menunggu sesuatu yang entah apa itu namun perasaan itu teralihkan karena kesibukannya di detik-detik kelulusannya.

Aiza lulus dengan nilai tertinggi, tentu saja hal itu menjadi hal membahagiakan untuk kedua orang tuanya dan juga kakaknya yang sekarang tengah mengembangkan bisnisnya, cabang cafenya sekarang sudah tersebar di sekitar Bandung, dan rencananya pria itu akan membuka cabang baru di Jakarta.

Saat kelulusan Aiza, rasanya gadis itu merasa dejavu saat hari dimana kakaknya, Zio juga lulus beberapa tahun lalu.

"Yeyy," sorakan penuh kegembiraan dan tepuk tangan ini terdengar begitu Aiza meniup lilinnya, ibunya mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan kelulusan Aiza saat mereka tiba di Bandung.

Aiza tersenyum kemudian memotong bolunya dan kemudian menyuapi ayah dan ibunya, saat Zio dengan pede membuka mulut gadis itu malah menempelkan cream ke pipi Zio, Zio yang kesal mencoba membalas namun Aiza berlari, mereka kejar-kejaran mengitari meja makan.

Saat keributan mereka selesai, ayah dan ibunya mulai bertanya serius pada Aiza, "jadi bagaimana planning mu ke depannya Aiza?"

"Kalian tahu 'kan aku sangat ingin menjadi jurnalis?" Orang tuanya mengangguk, "saat aku magang tanpa sepengetahuan kalian, aku magang di perusahaan yang aku impikan, dan perekrutan jurnalis baru akan berlangsung beberapa minggu lagi, aku ingin mencobanya, bolehkah?"

"Itu begitu jauh Aiza, kau meminta untuk kuliah di tempat yang jauh, ayah dan ibu mengizinkan karena hanya untuk empat tahun, tapi untuk bekerja--entahlah aku tidak mengizinkannya," ucap ibunya.

"Betul Aiza, kami akan terus-terusan merindukanmu, kau tahu sendirikan kakakmu selalu jarang pulang ke rumah."

Aiza kembali meyakinkan ayah dan ibunya, "bukankah ibu akan berhenti bekerja? Kau bisa mengunjungiku disana setiap bulan atau minggu, aku mohon impianku ada disana."

Karena Aiza yang terus meyakinkan orang tuanya, namun orang tuanya tetap tidak mengambil keputusan, Zio akhirnya membuka suara.

Ia merangkul Aiza, "sudahlah, lagi pula gadis ini bukan lagi balita, dan aku juga akan sering kesana untuk memantaunya kalau-kalau dia berbuat masalah, karena aku sedang membuat cabang cafe-ku disana,"  ucap Zio, ia menatap ayah dan ibunya satu persatu sampai akhirnya mereka mengangguk setuju dan Aiza melompat senang, ia kemudian mencium pipi Zio sebagai ucapan terimakasih.

Langkah Aiza untuk kembali ke Jakarta adalah awal yang sebenarnya dari hidupnya, entah pekerjaan atau cinta yang akan mewarnai hidupnya nanti, kisah apa yang akan Aiza alami disana tidak ada yang tahu sampai ia benar-benar mengalaminya, sebuah takdir yang sudah disiapkan untuknya apakah baik atau buruk itu tergantung bagaimana Aiza melakukan dengan baik atau tidak.

Sebuah mimpi yang akan ia kejar, atau cintanya?

♡●♡

StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang