4 tahun kemudian
Mighty Architectural Innovation sekarang sudah berkembang sangat pesat menjadi perusahaan Arsitektur ternama di Indonesia, sebagai CEO muda Abian Mukhtar Mahendra, walaupun ia bergerak sebagai arsitek ternama dan bukan sebagai CEO yang bertanggung jawab atas pengelolaan operasional perusahaan secara keseluruhan, namun namanya sebagai ahli waris generasi ketiga pemegang saham 25% Mukhtar Construction terlalu menonjol. Disisinya berdiri Direktur utama perusahaan sekaligus sahabatnya, Theo Rafardhan.
Abian berjalan menuju kantornya diikuti oleh sekretarisnya, Noel. "Tuan, untuk wawancara dari perusahaan Top News One sudah di jadwalkan besok setelah jam makan siang pukul 13.00 WIB."
"Baiklah, siapa jurnalis kali ini?" Abian masuk ke dalam lift sambil membenarkan jas yang ia kenakan, Noel mengikuti dari belakang.
"Jurnalis wanita, Aiza Atlanna Shaveena."
Abian terdiam kemudian bertanya, "profilnya?" Ia menadahkan tangan ke belakang tubuhnya kemudian Noel memberikan satu dokumen yang berisi beberapa berkas dengan dua tangannya.
"Profil dan pertanyaan yang akan di ajukan ada di dalam."
Abian membaca profil, dan satu alisnya terangkat ketika melihat foto yang tertampil disana, begitu lift terbuka ia menutup dokumen itu kemudian kembali berjalan ke ruangannya, Theo yang memang menunggu Abian segera mengikuti langkah Abian.
Begitu Abian duduk di kursinya, Theo dengan muka datar tetap berdiri disana tanpa berkata apapun, Abian yang mengerti kemudian menyuruh Noel untuk meninggalkan mereka berdua, ia kemudian menyimpan dokumen tadi di atas meja, "ada apa?"
Theo kemudian memberikan beberapa berkas pada Abian dan duduk di hadapan pria itu dengan bersandar dan kaki yang di silangkan "lihatlah, pembangunan terhenti karena warga sipil berdemo terutama para gelandangan yang mengandalkan pinggiran tanah ini untuk tempat tinggal mereka."
"Kenapa bisa terjadi? Bukankah sudah ada perjanjian sebelum proyek dimulai?" Abian menatap Theo sengit, walaupun Theo adalah sahabatnya sejak zaman perkuliahan namun ia sangat tegas soal pekerjaan.
"Ya, ini bisa di selesaikan dengan hukum, namun setelah ini karena berita yang mudah menyebar luas di internet, dan perusahaan kita di jadikan santapan publik, kau harus melakukan konferensi pers bersama pengacara kita untuk hal ini."
Abian tampak berpikir, ia mengetuk meja dengan jemarinya kemudian matanya melihat dokumen yang disimpan di atas mejanya, "apakah beberapa artikel tidak cukup untuk mereda rumor yang beredar?"
"Bisa juga, kenapa aku tidak terpikirkan hal ini ya?" Theo terkekeh namun Abian berdecak kesal, "sepertinya sebagai pengacara perusahaan Dean juga harus ikut wawancara sebagai pandangan hukum," Abian mengangguk, "oh! Kebetulan aku punya kenalan reporter yang bisa di percaya."
"Tidak," sela Abian cepat, "aku sudah memilih reporternya," ia kemudian menelpon Noel untuk masuk ke dalam ruangan.
♡●♡
"Nala akhirnya!" Begitu keluar ruangan kepala tim nya, Aiza menghampiri teman sekantornya, Nala.
"Ada apa? Kenapa kau terlihat bahagia sekali?" Nala bertanya pada Aiza, wajah gadis itu tampak sangat cerah.
"Apakah kau tahu?" Aiza menghampiri Nala.
"Tahu apa?" Nala dengan penasaran.
"Aku akan mewawancarai Tuan Mahen!"
"Bukankah memang sudah di rencanakan?"
"Iya, dan aku juga diminta menulis artikel tentang pembantahan rumor! Tidak hanya Tuan Mahen, aku juga akan mewawancarai pengacara perusahaan MAI!"
"Astaga! Pengacara yang belum pernah sama sekali di wawancarai itu? Congratulation Aiza!" Mereka berpelukan senang layaknya teletubbies.
"Lalu kapan wawancaranya?"
"Besok."
"What?!" Nala terpekik, "kau sudah menyiapkan semuanya?"
"Tidak, aku akan lembur untuk menyelesaikannya," Aiza kemudian segera berkutat dengan komputernya dan Nala menyemangati gadis berusia 26 tahun itu.
♡●♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight
Teen FictionAiza jatuh cinta pada Abian, namun Abian sama sekali tidak menyadarinya, perbedaan umur mereka yang terbilang jauh membuat Abian menganggap semua perhatian Aiza kepadanya sebagai seorang adik kepada Kakaknya. Setelah kelulusan Abian, mereka di pisah...