Malam ini terasa sangat hening setelah badai salju menyerang kota beberapa saat yang lalu. Tidak ada yang ingin keluar rumah jika tidak ada yang mendesak, bergelung didalam selimut hangat itu adalah pilihan terbaik. Namun tidak dengan seorang lelaki yang dengan santainya melenggang disebuah gang sepi tanpa pakaian hangat.
Bibir dengan volume penuh tersebut bersiul guna mengusir keheningan malam itu.
Puk!
Puk!
Puk!
Tangan kanannya terus melempar tangkap benda berwarna merah gelap berbentuk bola. Dia mendongak untuk melihat kearah langit yang bahkan tidak ada bintang satu pun. Dia menyeringai saat tubuhnya merasa panas secara tiba-tiba. "Baiklah, mari kita lihat."
Wushhhh
Bola merah itu dilempar keudara dan mencapai tinggi yang tidak masuk akal jika dilihat dari cara dia melempar yang bahkan tidak menggunakan tenaga.
DUAAARRR
Gelegar petir yang keluar setelah kilat menyambar membuat siapapun takut. Namun dia malah dengan santai menaiki tembok tinggi disebelahnya dan berlari diatas sana tanpa takut tergekincir.
Kaki berbalut sepatu Converse itu berlari dengan lihai, melompat dari satu bangunan ke bangunan lain tanpa hambatan. Ia bahkan bisa berjalan di dinding vertikal.
DUARRRR!
Petir kembali menyambar, langkahnya berbelok mengikuti kemana petir itu menyambar. Matanya begerak cepat kesegala arah hingga sudut matanya mengangkap bayangan hitam yang melesat dengan cepat. "Kena kau!"
Sriiing!
Tangan kanannya yang tadinya kosong, kini sudah menggenggam erat sebuah pedang yang memancarkan cahaya berwarna biru.
Tap!
Tap!
Tap!
Wushhh
Brak!
Secepat itu dia melompat dengan ayuan pedang mantap, secepat itu juga asap itu terpental menghantam sebuah tong yang berada di depan sebuah rumah.
Asap itu bergerak menyerang, dan dia memutar pedangnya untuk menghindar sebelum kemudian mengayunkannya dari bawah keatas hingga membelah asap itu.
Srek!
Dia melandaikan tubuhnya kebawah saat asap itu melintas cepat diatas tubuhnya. Tanpa tumpuan kedua tangan, tubuhnya bergeser dengan cara berputar kesamping sebelum kemudian salto kebelakang untuk menghindar.
Berdiri dengan cepat, ia melihat asap itu bergerak tidak beraturan. Jika itu manusia mungkin sedang menggeliat kesakitan. Dia melipat tangan kirinya ke dada kanan, sedangkan tangan kanannya bergerak untuk memutar pedangnya.
Wuhss
Wushhh
Wushh
Cahaya kebiruan muncur seiring cepatnya putaran pedangnya hingga menyelimuti seluruh tubuhnya.
Tap!
Sreeek!
Secepat putaran pedang itu berhenti, secepat itu pula tangan kirinya memegang mata pedangnya. Menggores telapak tangan nya sendiri, membuat mata pedang itu berwarna merah menyala.
"Mati kau!"
Sriiiiing!
Jleb!
"Arrrrghhh"
Pedang itu menembus asap itu dan menancap ditanah, asap itu berubah-rubah bentuk. Entah menjadi manusia maupun hewan sebelum kemudian melebur menjadi abu.
Dia mengeringai puas, pedang ditangan kanannya menghilang bagai tertiup angin. Ia menengadahkan tagan kanannya dan...
Pluk!
Bola merah itu kembali ketangannya. "Kerja bagus." Dia mengantongi bola itu di saku hoodie yang ia kenakan.
Dia melirik ketangan kirinya yang kini sudah baik-baik saja meskipun noda darahnya masih ada.
Dia melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada CCTV atau apapun yang merekam kelakuannya. Jika sampai ada dia akan dianggap orang gila.
Setelah memastikan semuanya aman, dia melenggang pergi dari sana.
Drttt
Tanpa menghentikan langkahnya dia mengambil ponsel dari saku celananya dan mengangkat panggilan tersebut. "Kenapa?"
"Dimana kau?"
"Aku sedang berkeliling."
Terdengar decakan diujung sana. "Deadline?"
Dia menepuk keningya. "Sial aku lupa."
"YAAA! HWANG HYUNJIN!"
Dia, Hyunjin menjauhkan ponselnya dari telinga seraya menutup panggilan telpon tersebut sebelum kemudian berlari dengan cepat.
*
*
*Ceklek!
Begitu pintu apartemen dibuka, dia sudah mendapati sosok perempuan yang memiliki rupa sama dengannya tengah berkacak pinggang. "Jangan mengomel! Aku kerjakan sekarang."
Perempuan itu, Hwang Yeji berdecak. "Itu harus, beritanya besok sudah harus keluar!"
Hyunjin melesat kearah ruang kerja mereka dan langsung duduk dihadapan komputernya. Tangannya bergerak lincah diatas keyboard dan mouse, mengedit sebuah sebuah video wawancara yang dimana MC dari acara itu adalah sosok yang kini tengah bersandar ambang pintu ruangan itu.
"Hanya membahas tentang pelebaran perusahaan?" Tanua Hyunjin.
Yeji mengangguk namun kemudian merolingkan matanya. "Sekaligus acara pamer aset."
Hyunjin terkekeh. "Bukankah itu sudah biasa? Membua cabang baru saja itu merupakan sebuah aset."
Yeji mendengus seraya duduk di kursinya. "Yeah, jika dia tidak mengatakan—generasi selanjutnya tak perlu keras pada diri mereka, hasil yang kami hasilkan bisa menghidupi mereka setidaknya hingga sampai mereka memiliki cicit— kau tahu berapa aku menahan diri untuk tidak menyiram wajahnya dengan air?!" Dia bercerita dengan menggebu-gebu.
Hyunjin terbahak. Terbayang dikepalanya bagaimana ibu-ibu dengan tampilan nyentrik dengan memakai pakaian dan riasan dari brand tertama, belum lagi dengan gelagatnya yang menyebalkan.
"Hingga memikiki cicit katanya? Bagaimana jika generasi selanjutnya tidak berumur panjang? Mati tertabrak kontainer misalnya?!"
"Ahahahaha!" Tawa Hyunjin kembali meledak. Kembarannya ini memang selalu mengatakan apapun yang terlintas dibenaknya tanpa berpikir saat sedang kesal. "Pergi tidur, kau ada siaran pagi besok bukan?"
Yeji mengangguk seraya berdiri. "Langsung tidur setelah selesai." Dia merunduk untuk menecup pelipis Hyunjin yang dibalas oleh kecupan dipipinya.
Hyunjin mengangguk. "Sleep well."
Yeji keluar dari ruang kerja mereka dan masuk kedalam kamarnya, meniggalkan Hyunjin yang masih berkutat dengan komputernya.
Tbc
------------
Ehe, nyoba fantasi lagi. Beberapa chap awal gak akan terlalu panjang karena cuma pengenalan tokoh utama doang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEOUL : The Sword Wielders
FanfictionTingkat kejahatan Korea selatan saat ini naik hingga dua puluh lima persen, entah apa yang orang-orang itu pikirkan hingga berbuat hal seperti itu. Yang menjadi korban bukan hanya orang dewasa, mereka bahkan tidak pandang bulu terhadap anak-anak.