ch 1

534 73 9
                                    

Arshaka merasakan cahaya matahari yang menyentuh kulitnya, meskipun itu terasa samar dan jauh.

pandangannya kabur, seolah terbungkus kabut tipis yang sulit untuk ditembus. kepalanya terasa berat, dan tubuhnya rasanya lemas.

perlahan, ia membuka matanya, tetapi dunia di sekelilingnya tetap kabur.

semua yang dilihatnya terasa asing, seperti ia baru saja terbangun dari sebuah mimpi yang sangat panjang, mimpi yang ia tak ingat kapan dimulai, dan tentu saja, tidak tau kapan akan berakhir.

ketika matanya akhirnya terbuka sepenuhnya, Arshaka melihat seorang pria duduk di sampingnya, wajahnya familiar namun tak bisa ia ingat dengan jelas.

wajah itu sangat mirip dengan sosok yang ia sebut ayah dalam mimpinya—Jeffrey.

namun, kenapa rasanya semuanya terasa begitu jauh? seperti ada celah antara kenyataan dan mimpi yang begitu lebar, dan ia terjebak di antara keduanya.

“Arshaka…” suara lembut itu terdengar jelas di telinganya, membuat hatinya bergetar.

itu benar suara Jeffrey, ayahnya. suara yang selalu membuatnya merasa aman—sebelum mimpi itu datang dan menghancurkan semuanya.

“a-aa... ayah,” Arshaka akhirnya mengucapkan kata itu dengan suara lirih, matanya mencoba mencari kepastian. “apakah ini nyata? apa yang terjadi?” batin Arsahaka, air mata menetes dari sudut matanya.

seakan paham dengan kebingungan Arshaka, Jeffrey tersenyum, tapi senyum itu tampak sedikit cemas.

ia memegang tangan Arshaka dengan lembut, menenangkan. “kamu baru saja bangun, sayang. kamu sudah tidur lama sekali. selama tiga tahun, Arshaka. ayah hampir kehilanganmu.”

tiga tahun. . .

Arshaka menatap tangan Jeffrey yang memegang tangannya. ada kehangatan di sana, namun juga sesuatu yang aneh.

Arshaka merasa seperti baru saja melewati sebuah jalan panjang yang gelap dan penuh kabut, dan baru saja tiba di tempat ini, tempat yang ternyata sudah ia kenal dengan sangat baik.

namun kenapa, meski semuanya terasa akrab, Arshaka merasa seperti terjebak dalam kenangan yang tak lengkap? apa yang sebenarnya terjadi selama tiga tahun ini? kenapa ia merasa seperti tidak pernah benar-benar bangun?

“ayah...?” Arshaka memanggil sekali lagi, meski ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan kata-kata itu. sesuatu yang tak bisa ia pahami.

Jeffrey menatapnya dengan tatapan penuh kasih, namun ada sedikit kekhawatiran di mata itu. “iya sayang, aku ayahmu. ayah akan menjelaskan semuanya nanti. kamu baru saja bangun, dan ayah ingin memastikan kamu merasa nyaman dulu. kamu sudah melalui banyak hal.”

kamu? Arshaka ... adek, mana...batinnya kalut.

note; yang di maksud Arshaka panggilan adek.

Arshaka mengangguk pelan, meski hatinya bergejolak. kenapa ayahnya terlihat berbeda. . .?

Arshaka bisa merasakan sesuatu yang lebih besar dari sekedar kebingungannya. sebuah perasaan yang aneh—takut, cemas, dan bahkan sedikit terasing.

tiga tahun. bagaimana bisa waktu yang begitu panjang berlalu tanpa ia ingat apa-apa?

sebagai jawabannya, ia hanya bisa merasakan ketegangan yang ada di tubuhnya.

tangan Jeffrey yang menyentuh tangannya seolah semakin terasa asing, dan itu membuat jantung Arshaka berdebar lebih kencang. dia merasakan detak jantungnya yang mulai kacau.

kepalanya terasa pusing, dan ia tidak tau apakah itu karena mimpi buruk yang baru saja ia alami atau kenyataan yang sekarang ia hadapi. segalanya terasa berlapis-lapis, sulit untuk dipahami.

Arshaka menatap ke langit-langit kamar, berusaha mengusir kebingungannya.

“ada yang salah, sayang?” Jeffrey bertanya dengan lembut, melihat ekspresi bingung di wajah Arshaka.

“apa yang terjadi selama tiga tahun ini, ayah? kenapa aku merasa… terjebak?” Arshaka akhirnya berkata dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Jeffrey menarik napas panjang. “kamu… tertidur lama sekali. sindrom Kleine-Levin mu merusak saraf otak, membuat kamu tertidur begitu lama dan…” Jeffrey berhenti sejenak, seolah ragu untuk melanjutkan. “ada banyak hal yang terjadi saat itu, tapi mungkin kamu sudah melupakannya. kita semua khawatir, sayang.”

kedua alis Arshaka mengerut dalam.

sindrom Kleine-Levin?

tidur dalam waktu yang sangat lama?

sepertinya dia pernah mendengar istilah itu sebelumnya, tapi kenapa tidak ada kenangan jelas tentang apa yang terjadi selama tiga tahun terakhir?

namun sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, rasa pusing kembali datang menghantui pikirannya. tiba-tiba semuanya terasa sangat berat.

Arshaka menunduk, meremas selimut di sekelilingnya.

mimpi—ya, mimpi yang terasa begitu nyata. semuanya terasa seperti perasaan yang tidak bisa ia lepaskan, mimpi yang merusak segala yang ia kenal.

tiba-tiba, bayangan Brian muncul di kepalanya. Arshaka menggigil, tubuhnya tiba-tiba merasa dingin. perasaan ngeri datang begitu cepat dan mendalam.

wajah Brian muncul dalam benaknya, seperti kilatan yang menyakitkan.

“Brian…” Arshaka berbisik, seolah menyadari sesuatu yang mengerikan.

perasaan itu datang lagi—rasa takut yang begitu nyata. itu bukan sekedar mimpi, itu adalah kenyataan yang tidak bisa ia hindari.

Jeffrey melihat perubahan ekspresi Arshaka dan langsung memegang kedua bahunya. “tenang, sayang. kamu tidak perlu takut. 'dia' tidak akan pernah bisa menyakitimu lagi. ayah di sini, dan ayah tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu.”

namun kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Arshaka. ketakutan itu terus menggelayuti pikirannya.

apakah mimpi itu benar-benar hanya mimpi? ataukah kenyataan yang telah merenggut segalanya darinya?

apakah semuanya yang ia alami selama ini hanyalah bagian dari sebuah permainan besar yang membuatnya terperangkap dalam lingkaran kebingungannya?

Arshaka menggigit bibirnya.

rasa sakit di dadanya semakin menyesakkan. ia ingin percaya pada Jeffrey, tetapi bayangan-bayangan gelap itu terus mengikuti setiap langkahnya. seperti bayangan yang tidak akan pernah pergi.

kenapa semuanya terasa membingungkan...”

.
.
.

to be continued…

A World Without LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang