Bab 6: Titik Keputusan

2 0 0
                                    

Setelah pertemuan yang penuh emosi dengan Alifah, Natasha merasa terperangkap dalam kekeliruan yang mendalam. Langkah kakinya terasa berat seolah-olah dunia ini terlalu sukar untuk dilalui. Hatinya hancur, tetapi dia tahu keputusan penting menanti di depan. Dalam keheningan malam, Natasha tidak mampu menahan air mata lagi, menangis teresak-esak di dalam kereta ketika memandu pulang. Dia mengurung diri dalam kesedihan yang tak terucapkan. Hatinya terlalu berat dengan perasaan bersalah, perasaan kehilangan, dan ketidakpastian.

Tepat pukul 3.40 pagi, Natasha berada di halaman rumah Danny dan dirinya. Kereta itu akhirnya diparkir di luar rumah, namun dia masih belum bergerak. Natasha duduk dengan kepala terkulai di stereng, memejamkan mata seakan cuba menenangkan fikirannya. Semua kenangan bersama Danny—cinta yang mereka bina, pengorbanan yang telah dibuat—berputar tanpa henti dalam benaknya. Namun, jauh di dalam hati, dia tahu sesuatu yang lebih besar sedang menanti. Keputusan yang harus dibuat—meski sangat berat.

Tak lama selepas itu, terdengar bunyi ketukan di cermin kereta. Natasha terkejut, matanya basah dengan air mata, tetapi dia tetap memandang ke luar. Danny berdiri di luar kereta, memandangnya dengan penuh keprihatinan. Pandangan mereka bertemu, dan Natasha tahu, dia tidak boleh lari lagi dari kenyataan.

Danny:
(Dengan nada cemas, mengetuk cermin kereta dan memandang Natasha dengan penuh kasih sayang)
"Tasha... sayang, buka pintu. Jangan macam ni, saya minta maaf. Tolong, keluar dari kereta. Kita perlu bercakap."

Natasha terdiam sejenak. Walaupun hatinya terluka, dia tidak dapat menahan rasa sedih yang semakin membebani dirinya. Tangan Natasha bergetar ketika membuka pintu kereta dan keluar.

Danny:
(Menggenggam lembut lengan Natasha, membimbingnya masuk ke dalam rumah)
"Saya tak boleh tengok awak macam ni, Natasha. Saya tahu saya dah banyak buat salah. Tapi tolong dengar saya... saya sayangkan awak. Tolong jangan buat keputusan terburu-buru."

Natasha berjalan masuk dengan langkah perlahan, matanya kosong dan penuh kesedihan. Danny mengikuti di belakangnya, masih dipenuhi rasa bersalah. Sesampainya di dalam rumah, Natasha duduk di sofa, tangannya terkulai lemah di sisi, dan dia menundukkan kepala, cuba menenangkan dirinya.

Natasha:
(Dengan suara yang serak dan penuh air mata, dia mengangkat wajahnya sedikit, memandang Danny dengan kesakitan yang mendalam)
"Saya tak tahu apa yang saya patut buat, Danny. Hati saya terlalu hancur."

Danny:
(Mendekati Natasha, dengan suara penuh penyesalan)
"Sayang, saya minta maaf. Saya tak tahu nak cakap apa lagi..."

Natasha:
(Dengan air mata yang masih mengalir, Natasha menunduk dan memegang tangan Danny dengan perlahan)
"Lepaskan saya, Danny. Saya janji saya takkan ganggu hubungan kamu dengan Ain. Saya akan pergi..."

Danny:
(Dengan suara yang penuh penyesalan, berlutut di depan Natasha, tangan menggenggam lembut tangan Natasha)
"Maafkan saya, Natasha. Kalau itu yang terbaik untuk awak..."

Dengan hati yang penuh kesedihan, Danny memandang Natasha dengan rasa duka yang mendalam. Semua yang mereka lalui, segala yang mereka rencanakan, kini terasa begitu jauh. Dia tidak tahu bagaimana untuk mengatasi semua ini, namun dia tahu, dalam hatinya yang paling dalam, Natasha perlu bebas dari kebingungannya.

Danny:
(Dengan suara berat dan penuh kesedihan, akhirnya dia berkata)
"Natasha binti Mohammad, saya ceraikan awak dengan talak satu."

Natasha:
(Mengangguk perlahan, ada sedikit kelegaan yang terasa, tetapi tetap pedih. Dia menatap Danny dengan mata berkaca-kaca, cuba menerima kenyataan.)
"Sayang, izinkan saya kembali ke tempat saya. Saya janji saya akan jaga adab sepanjang iddah. Saya mahu resign..."

Di Antara Dua CintaWhere stories live. Discover now