I. PAYUNG BIRU

1 1 0
                                    


Pagi ini, gerimis hujan mulai membasahi seragamku yang sedang menunggu kedatangan seseorang. Seseorang yang akhir-akhir ini sering muncul dalam pikiranku, membuatku bertanya-tanya—apakah aku mulai menyukainya?

"Lumii, mau sampe kapan di situ? Ayo masuk kelas, keburu bel!" seru seorang gadis berambut hitam panjang yang terikat rapi.

"Ih, bentar, Rami masih belum dateng," jawabku dengan dahi berkerut, dan membuat wajah cemberut.

"Yailah, ternyata..." Iva menatapku dengan wajah datarnya, lalu berjalan meninggalkanku.

Beberapa saat kemudian, sosok laki-laki jangkung dan rambut bergelombang datang dengan payung biru tampak memasuki gerbang sekolah dengan langkah tenang. Mataku tak bisa lepas darinya, penuh kekaguman, seolah waktu berjalan lebih lambat saat dia mendekat. Senyum hangatnya dan aroma parfum lembut yang menyertainya benar-benar kombinasi yang membuat jantungku berdebar setiap kali berada di dekatnya.

"P-pagi, Ram..." Aku menyapanya dengan nada yang ramah meski jantungku berpacu cepat ketika dia berhenti di depanku.

"Pagi, Lumi. Kok nggak masuk kelas?" tanyanya, penuh rasa penasaran.

"Itu, anu, lagi nunggu temen. Belum dateng," jawabku sedikit canggung.

"Oh... kenapa nggak tunggu di kelas aja? Nanti kamu sakit kena gerimis," ucapnya, wajahnya tampak khawatir setelah melihat seragamku yang sedikit basah karena hujan.

Inilah yang membuatku terhanyut dalam perasaan ini belakangan ini—perhatian yang dia berikan padaku, ditambah dengan kalimat-kalimat manis yang sering ia ucapkan. Setiap kata darinya seperti alunan musik yang menenangkan, membuat hatiku berdebar lebih cepat dari biasanya.

"Bentar lagi Penilaian Tengah Semester, kan? Susah nanti kalau sakit," kata Rami, lalu mengambil sapu tangan dari sakunya dan meletakkannya di atas kepalaku.

"Kalo temenmu udah dateng, langsung masuk kelas, ya?" tambahnya singkat, sebelum memasuki kelas dan menutup payung birunya.

Aku kembali ke kelasku dengan perasaan senang dan berdebar setelah interaksi kami pagi ini. Sapu tangan Rami yang aku pegang terasa begitu nyata di tanganku, dan entah kenapa, aku terus menatapnya sambil tersenyum. Setiap detik yang aku ingat tentang percakapan tadi rasanya menghangatkan hati. Iva yang sejak tadi memperhatikan tingkahku hanya bisa menatapku dengan heran, terkekeh geli. Aku tahu dia pasti merasa aneh melihat aku yang tampak begitu tersipu dengan hal sekecil itu.


☂️☂️☂️

Hujan waktu sekolah tuh emang syahdu banget, apalagi sambil ngeliatin doi... tunggu buat lanjutan ceritanya dan temenin Lumi buat ngelaluin fase jatuh cintanya yahh


The Secret of the Blue UmbrellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang